Kebiasaan buruk di Indonesia terkait dengan keperawanan merupakan bentuk stigmatisasi (pemberian cap buruk) dan diskriminasi (pembedaan perlakuan) terhadap perempuan karena kita tidak pernah mempersoalkan keperjakaan pada laki-laki.
Di ranah publik yang disorot dengan kaca mata moral hanya keperawanan. Ada kesan hanya perempuan yang diwajibkan menjaga moral terkait dengan 'kesucian' dan 'kehormatan', sedangkan lak-laki luput dari kewajiban moral untuk menjaga kehormatan dirinya.
Maka, stigmatisasi dan diskriminasi kian kental karena laki-laki atau jaka yang sudah pernah ejakulasi melalui mimpi basah, masturbasi, onani dan hubungan seksual di luar nikah (zina dan melacur) tidak dikaitkan dengan 'kesucian' dan 'kehormatan'.
Ternyata Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pun melakukan diskriminasi terhadap perempuan, dalam hal ini tentang pengertian: dara, gadis dan perawan.
Coba lihat lema (entry) di KBBI tentang: jaka, dara, gadis, dan perawan.
Jaka (nomina) disebutkan: anak laki-laki yg telah dewasa, tetapi belum berumah tangga; perjaka; lajang.
Tidak ada kata keperjakaan.
Yang menjadi patokan adalah 'berumah tangga' yaitu dengan menikah. Maka, biar pun seorang jaka sudah 'mimpi basah', masturbasi, onani, dan melakukan hubungan seksual, tapi kalau belum menikah atau berumah tangga tetap disebut sebagai jaka.
Bandingkan dengan lema terkait dara, gadis, dan perawan.
Dara (nomina): 1 anak perempuan yg belum kawin; gadis; perawan: 2 keperawanan
Gadis (nomina): 1 anak perempuan yang sudah akil balig; anak dara; 2 anak perempuan yang belum kawin; perawan. Ada istilah: ke·ga·dis·an yaitu kemurnian seorang gadis; keperawanan.