Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

HIV/AIDS di Kab Muna, Sulawesi Tenggara, ‘Disebarkan’ oleh Perantau

29 Juli 2012   23:35 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:27 630
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dikabarkan Pemkab Muna, Prov Sulawesi Tenggara (Sultra) sedang menyusun Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Pencegahan dan Penanggulangan HIV/AIDS.“Perda ini sangat penting karena nantinya akan menjadi acuan bagi kebijakan pemerintah dalam mengatasi masalah HIV/AIDS di Muna,“ ujar Sekretaris Dinas Kesehatan Muna, Hayari (Dinkes Muna Susun Raperda HIV/AIDS, sindikasi.inilah.com, 30/7-2012).

Kalau Perda AIDS Muna itu kelak hanya copy-paste dari perda-perda sejenis yang sudah ada, maka nasibnya sama saja dengan 55 perda AIDS, mulai dari provinsi, kabupaten dan kota yang sudah ada di Indonesia.

Di Sulsel, sebagai daerah tetangga Sultra, sendiri sudah ada tiga Perda AIDS, yaitu: (1) Kab Bulukumba (Lihat: http://edukasi.kompasiana.com/2010/11/27/menguji-peran-perda-aids-bulukumba-sulawesi-selatan/), (2) Kab Luwu Timur (Lihat: http://edukasi.kompasiana.com/2010/11/28/menyibak-peran-perda-aids-kabupaten-luwu-timur-sulawesi-selatan/), dan (3) Prov Sulsel (Lihat: http://edukasi.kompasiana.com/2010/08/22/menyibak-peran-perda-aids-provinsi-sulawesi-selatan/),

Yang perlu diperhatikan oleh Pemkab Muna adalah pasal-pasal dalam perda terkait dengan penanggulangan HIV/AIDS harus konkret sehingga bisa dijalankan secara realistis. Soalnya, dalam perda-perda yang sudah ada sama sekali tidak ada langkah konkret untuk mencegah penularan HIV/AIDS.

Di Sultra sudah dilaporkan 148 kasus kumulatif HIV/AIDS yang tercatat sejak tahun 2004 sampai 2011. Kasus HIV/AIDS tersebar di kabupaten dan kota yang ada di Sultra. Data di Dinkes Muna menunjukkan sampai pertengahan tahun 2012 sudah terdeteksi delapan kasus baru. Sebelumnya sudah terdeteksi belasan kasus HIV/AIDS Muna. Jumlah tersebut menempatkan Kab Muna sebagai kabupaten dengan jumlah kasus HIV/AIDS tertinggi di Sultra.

Disebutkan bahwa: “ …. penyebaran HIV/AIDS terbesar di Kab Muna disebabkan oleh para perantau yang terinfeksi HIV/AIDS di luar daerah kemudian masuk dan menularkan kepada istri atau masyarakat lainnya.”

Pertanyaannya adalah: Apakah para perantau menjalani tes HV sebelum pergi merantau?

Kalau jawabannya tidak, maka bisa saja perantau itu tertular HIV di Kab Muna sebelum mereka pergi merantau.

Kalau memang ada indikasi kuat bahwa ada perantau yang tertular HIV di luar Kab Muna, maka dalam perda kelak harus ada pasal yang bisa mencegah agar perantau tidak tertular HIV di luar daerah. Atau ada pasal yang mewajibkan setiap perantau menjalani tes HIV ketika pulang ke Muna, tapi dengan catatan mereka juga harus tes HIV sebelum berangkat. Selain itu perlu juga diingatkan bahwa sebelum menjalani tes HIV perantau yang pulang kampung menjalani konseling agar diketahui perilaku mereka di rantau. Bagi perantau yang tidak pernah melakukan perilaku berisiko tertular HIV di rantau tidak perlu menjalani tes HIV.

Menurut Hayari dengan kasus HIV/AIDS yang ada Kab Muna dan Sultra masih berada pada titik aman berdasarkan prevalensi yang masih di bawah 0,005. Angka ini jauh di bawah dibanding daerah lain di Indonesia, khususnya Papua.

Pemkab Muna tidak perlu membusungkan dada karena kasus yang terdeteksi itu tidak menggambarkan kasus ril yang ada di masyarakat.

Yang perlu dipertanyakan adalah: Apakah ada langkah konkret yang dilakukan Pemkab Muna untuk mendeteksi HIV/AIDS di masyarakat?

Kalau jawabannya tidak ada, maka kasus yang terdeteksi hanyalah sebagian kecil dari kasus yang ada di masyarakat karna penyebaran HIV/AIDS erat kaitannya dengan fenomena gunung es. Kasus yang terdeteksi digambarkan sebagai puncak gunung es yang muncul ke atas permukaan air laut, sedangkan kasus yang tidak terdeteksi digambarkan sebagai bongkahan es di bawah permukaan air laut (Lihat gambar).

13436047891453427405
13436047891453427405
Masih menurut Hayari, pihaknya terus melakukan pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS dengan aksi jemput bola dimasyarakat. Di antaranya, melakukan sosialisasi dan pemeriksaan gratis kepada masyarakat, khususnya para perantau yang pulang kampung untuk segera memerkisakan diri ke RSUD Raha, untuk mencegah terjadinya penyebaran penyakit bawaan termasuk HIV/AIDS masuk Muna.

Tanpa disadari oleh Hayari, langkah yang mereka tempuh itu hanyalah penanggulangan di hilir. Artinya, dibiarkan dahulu ada penduduk yang tertular HIV baru ditangani.

Yang diperlukan adalah penanggulangan di hilir yaitu menurunkan insiden infeksi HIV baru, terutama pada laki-laki melalui hubungan seskual dengan pekerjas seks komersial (PSK).

Yang perlu dipertanyakan adalah; Apakah di Kab Muna ada praktek pelacuran?

Kalau jawabannya ada, maka dalam perda harus ada pasal yang memaksa laki-laki ‘hidung belang’ memakai kondom ketika sanggama dengan PSK.

Persoalanya yang akan muncul kelak adalah Pemkab Muna akan menampik praktek pelacuran dengan alasan di Kab Muna tidak ada lokalisasi pelacuran. Kalau ini yang terjadi maka penyebaran HIV/AIDS di Kab Muna akan terus terjadi karena sebagian laki-laki penduduk Kab Muna akan berisiko tertular HIV yaitu laki-laki ‘hidung belang’ yang sanggama dengan PSK tanpa kondom.

Perlu pula ada dalam perda tentang program yang konkret untuk mendeteksi HIV/AIDS pada prempan hamil sebagai langkah untuk mencegah penularan HIV dari-ibu-ke-bayi yang dikandungnya.

Tanpa ada langkah-langkah yang konkret dalam perda kelak, maka perda itu sama saja nasibnya dengan 55 perda yang sudah ada di Indonesia. Akibatnya, penyebaran HIV/AIDS di Kab Muna akan terus terjadi yang kelak akan bermuara pada ‘ledakan AIDS’. ***[Syaiful W. Harahap]***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun