“Kuatnya pengaruh gaya hidup atau life style yang mengarah pada penyalahgunaan narkotika dan obat-obat terlarang (narkoba) dan sex bebas saat ini yang mengarah pada generasi muda di Banten menjadi kekhawatiran tersendiri bagi Wakil Gubernur (Wagub) Banten,H Rano Karno. Ini lead pada berita “Wagub: Khawatir Narkoba dan Sex Sebagai Gaya Hidup” (www.humasprotokol.bantenprov.go.id, 10/7-2012).
Dalam lead itu ada beberapa istilah yang ngawur.
Pertama, narkoba adalah singkatan dari narkotika dan bahan-bahan berbahaya. Semua obat terlarang kalau tidak dengan resep dokter. Yang disalahgunakan bukan obat, tapi zat yang ada dalam obat. Maka, WHO (Badan Kesehatan Dunia) sudah lama mengganti istilah drug abuse dengan substance abuse.
Kedua, penyerapan bahasa asing, seperti x dalam Bahasa Inggris ke Bahasa Indonesia diganti menjadi ks. Maka, sex dialihbahasakan menjadi seks.
Ketiga, seks bukan gaya hidup tapi dorongan hasrat biologis setiap orang yang sudah memasuki masa remaja sampai dewasa.
Keempat, penyalahgunaan narkoba bukan gaya hidup, tapi deviasi perilaku orang per orang.
Yang diperlukan bukan hanya sekedar statement kekhawatiran, tapi diperlukan langkah-langkah yang konkret untuk mencegah penyalahgunaan narkoba dan perilaku seks yang berisiko tertular HIV/AIDS.
Dalam berita disebutkan Wagub Rano Karno mengatakan: “Yang saya takutkan, penyalahgunaan narkoba dan sex bebas dianggap sebagai gaya hidup di kalangan masyarakat, khususnya kalangan muda saat ini.”
Penyalahgunaan narkoba bukan gaya hidup, tapi erat kaitannya dengan deviasi perilaku orang per orang. Sama halnya dengan merokok atau menenggak minuman beralkohol. Biar pun rokok dan minuman beralkohol dijual bebas, tapi tidak semua orang menjadi perokok dan peminum minuman beralkohol.
Kalau ‘seks bebas’ diartikan sebagai zina atau melacur, maka hal itu justru banyak terjadi pada kalangan dewasa melalui pelacuran, perselingkuhan, ‘kawin kontrak’, ‘jajan’, dll. Buktinya, kasus HIV/AIDS banyak terdeteksi pada ibu-ibu rumah tangga bukan pada remaja putri.
Kasus kumulatif HIV/AIDS di Prov Banten per November 2011 tercatat 2.116 yang terdiri atas 552 kasus HIV dan 1.564 AIDS.
Disebutkan pula dalam berita: “ …. mengingat besarnya peran pemuda dalam menekan angka penyebaran HIV/AIDS di Provinsi Banten.”
Data kasus kumulatif HIV/AIDS di Banten menunjukkan kasus HIV/AIDS banyak terdeteksi pada ibu rumah tangga. Nah, bagaimana caranya pemuda bisa berperan dalam menanggulangi penularan HIV dari suami ke isti atau ibu rumah tangga?
Di Kab Lebak, misalnya, kasus HIV/AIDS banyak terdeteksi di lingkup keluarga. Ini menunjukkan salah satu anggota keluarga tsb. menjadi mata rantai penyebaran HIV di keluarga tsb. (Lihat: http://regional.kompasiana.com/2012/02/17/hivaids-di-lebak-banten-banyak-terdeteksi-pada-keluarga/).
Pada gilirannya kasus HIV/AIDS akan banyak terdeteksi pada bayi. Seperti di Kab Lebak, misalnya, HIV/AIDS terdeteksi pada bayi (Lihat: http://regional.kompasiana.com/2012/05/09/hivaids-terdeteksi-pada-balita-di-lebak-banten/).
Yang menjadi persoalan besar di Prov Banten adalah perilaku laki-laki dewasa yang tidak memakai kondom jika melakukan hubungan seksual dengan pekerja seks komersial (PSK) dan waria di berbagai tempat di wilayah Banten.
Celakanya, berbagai kalangan di Prov Banten mengabaikan (praktek) pelacuran di wilayah itu, al. karena: (a) tidak ada lokalisasi pelacuran, (b) perilaku penduduk dikesankan melalui semboyan pemerintah provinsi ’iman dan taqwa’, dan (c) Perda Anti Pelacuran di Kota Tangerang.
Program yang dilakukan oleh KPA Kab Tangerang yang merangkul masyarakat lokal untuk meningkatkan kesadaran laki-laki ’hidung belang’ menghindari perilaku berisiko tertular HIV melalui hubungan seksual dengan PSK di kawasan Kosambi merupakan langkah konkret sebagai upaya untuk menurunkan insiden infeksi HIV baru.
Langkah konkret untuk menanggulangi HIV/AIDS di wilayah Banten tidak ada. Bahkan, dalam Perda AIDS Prov Banten pun sama sekali tidak ada cara yang realistis untuk menanggulangi penyebaran HIV/AIDS (Lihat: http://edukasi.kompasiana.com/2011/05/05/perda-aids-prov-banten-menanggulangi-aids-dengan-pasal-pasal-normatif/).
Jika tidak ada langkah yang konkret untuk menurunkan insiden infeksi HIV baru, maka dana APBD Banten kelak akan habis untuk membiayai pengobatan Odha (Orang dengan HIV/AIDS) karena kasus HIV/AIDS terus bertambah (Lihat: http://edukasi.kompasiana.com/2011/12/20/aids-di-prov-banten-akan-%E2%80%98menggerogoti%E2%80%99-apbd-kabupaten-dan-kota/).
Kalau Pemprov Banten tetap berkelit di balik slogan moral, maka penyebaran HIV/AIDS akan berujung pada ’ledakan AIDS’. ***[Syaiful W. Harahap]***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H