Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Langkah di Hilir, Penanggulangan HIV/AIDS di Posyandu di Kota ’Kembang’ Bandung

30 Juni 2012   00:48 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:24 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kota Bandung akan melibatkan Posyandu dalam berbagai kegiatan Warga Peduli AIDS (WPA) di Kota Bandung. Dengan mengintegrasikan kegiatan WPA ke dalam Posyandu, diharapkan upaya pencegahan dan penanggulangan HIV & AIDS di masyarakat dapat lebih optimal.” Ini lead di beritaPenanggulangan AIDS Akan Melibatkan Posyandu di Bandung” (tribunnews.com, 28/6-2012).

Cara yang dilakukan oleh KPA Kota Bandung ini merupakan kegiatan di hilir. Artinya, KPA Kota Bandung menunggu penduduk tertularHIV dahulu baru ditangani di pos palayanan terpadu (posyandu). Lagi pula yang datang ke posyandu adalah ibu dan bayi atau anak balitanya.

Posyandu dijadikan kegiatan terkait dengan HIV/AIDS karena, seperti disampaikan oleh Ketua Tim Penggerak PKK Kota Bandung, Ny. Nani Dada Rosada, tahun 2011 tercatat 248 ibu rumah tangga yang terdeteksi mengidap HIV/AIDS, sedangkan anak-anak tercatat 75.

Angka HIV/AIDS pada ibu-ibu rumah tangga itu meruakan bagian dari 2.690 kasus kumulatif HIV/AIDS yang tercatat di Kota Bandung sejak 1991 sampai Maret 2012. Estimasi atau perkiraan kasus HIV/AIDS di Kota Bandung dikabarkan 3.871.

Kalau yang akan dideteksi di posyansu adalah ibu-ibu, maka itu artinya mereka harus tertular HIV dahulu dari suaminya. Begitu pula dengan bayi dan anak balita mereka sudah lahir dengan HIV/AIDS.

Pertanyaannya untuk Nani adalah: Apakah KPA Kota Bandung mempunyai mekanisme yang konkret untuk mendeteksi HIV/AIDS pada perempuan hamil?

Jika tidak ada mekanisme yang konkret, maka upaya untuk mencegah penularan HIV dari-ibu-ke-bayi yang dikandungnya tidak akan tercapai dengan baik.

Selain itu perlu pula dipertanyakan: Apakah ada konseling pasangan? Jika seorang istri terdeteksi mengidap HIV/AIDS, apakah suaminya dikonseling agar menjalani tes HIV?

Kalau konseling pasangan tidak dilakukan, maka suami ibu-ibu rumah tangga yang terdeteksi HIV itu akan terus menyebarkan HIV di masyarakat, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.

Masih menurut Nani: “Beberapa tahun terakhir ini temuan kasus HIV dan AIDS pada ibu rumah tangga meningkat.”

Kasus HIV/AIDS pada ibu-ibu rumah tangga ada di hilir. Artinya, mereka tertular HIV dari suaminya. Suami mereka tertular HIV, al. melalui hubungan seksual tanpa kondom, di dalam dan di luar nikah, dengan perempuan yang mengidap HIV/AIDS. Bisa juga suami-suami itu terular melalui seks anak dengan waria atau dengan laki-laki sebagai LSL (lelaki suka seks lelaki).

Dalam berita Nani mengatakan: “Ini berarti mereka (suami dari ibu-ibu rumah tangga yang terdeteksi HIV/AIDS-pen,.) yang berperilaku risiko tinggi menularkan HIV kepada pasangannya, terutama kepada ibu rumah tangga. Jumlahnya cenderung meningkat.”

Nah, pertanyaan untuk Nani lagi: Apa langkah konkret KPA Kota Bandung untuk menurunkan insiden infeksi HIV baru pada laki-laki dewasa, terutama melalui hubungan seksual dengan pekerja seks?

Atau KPA Kota Bandung menganggap tidak ada laki-laki dewasa penduduk Kota Bandung yang melacur karena tidak ada lagi ‘Saritem’?

Boleh-boleh saja ada anggapan itu, tapi praktek pelacuran dalam berbagai bentuk terjadi di sembarang tempat dan sembarang waktu.

Kepala Dinas Kesehatan Kota Bandung, dr . Ahyani Raksanagara , M.Kes, mengatakan: “Untuk itu, WPA diharapkan menjadi agen informasi mengenai HIV & AIDS  di setiap kesempatan, terutama di berbagai kegiatan yang melibatkan ibu rumah tangga, seperti Posyandu.”

Pertanyaannya adalah:

(1) Apakah ada jaminan tidak akan ada lagi suami yang melacur tanpa kondom jika mereka sudah mendapatkan informasi tentang HIV/AIDS dari WPA?

(2) Berapa lama waktu yang dibutuhkan oleh WPA untuk menyadarkan laki-laki agar tidak melacur tanpa kondom?

Untuk pertanyaan kedua, dalam rentang waktu dari mulai mereka menerima informasi sampai perilakunya berubah tentulah ada di antara mereka yang tetap melacur tanpa kondom.

Maka, diperlukan intervensi yang konkret untuk menurunkan insiden infeksi HIV baru pada laki-laki dewasa, terutama melalui hubungan seksual dengan pekerja seks.

Tanpa ada langkah yang konkret, maka istri yang terdeteksi HIV/AIDS akan terus bertambah seiring dengan perilaku sebagian laki-laki yang melacur tanpa kondom di Kota Bandung atau di luar Kota Bandung. ***[Syaiful W. Harahap]***

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun