Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pemkot Denpasar, Bali, Akan Memulangkan yang Terdeteksi HIV/AIDS ke Daerah Asalnya

28 Mei 2012   01:48 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:42 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

* Langkah itu merupakan perbuatan yang melawan hukum dan pelanggaran terhadap HAM

Dikabarkan dari Denpasar, Bali: ”Pemerintah Kota Denpasar berencana membuat peraturan daerah (Perda) untuk mengantisipasi penyebaran virus HIV/AIDS di daerah ini.” (Pemkot Denpasar Berencana Buat Perda HIV/Aids, seputarbali.com, 26/5-2012).

Agaknya, Pemkot Denpasar belum mengetahui di Bali sudah ada enam perda yaitu satu provinsi (Bali) dan lima kabupaten (Gianyar, Buleleng, Klungkung, Badung, dan Jembrana). (Lihat).

Di Indonesia sendiri sudah ada 54 perda AIDS, satu peraturan gubernur, dan satu peraturan wali kota. Tapi, semua perda ini sama karena hanya copy-paste.

Kalau saja Pemkot Denpasar melihat sepak-terjang enam perda itu dalam menanggulangi HIV/AIDS tentulah nafsu untuk membuat perda tidak ada lagi. Tapi, karena HIV/AIDS ditanggapai dengan cara-cara yang tidak rasional, maka di Indonesia banyak daerah yang berlomba membuat perda.

Perda-perda itu disebut sebagai pencegahan dan penanggulangan AIDS. Tapi, yang menjadi pijakan rencana pembuatan perda AIDS Kota Denpasar justru mau menjerat yang menularkan HIV. "Dengan adanya Perda tersebut, siapa saja yang secara sengaja menyebarkan atau menularkan virus mematikan itu, akan diberi sanksi," kata Ketua Harian Komisi Penanggulangan AIDS Kota Denpasar IGN Jaya Negara.

Fakta menunjukkan lebih dari 90 persen penularan HIV justru terjadi tanpa disadari. Ini terjadi karena orang-orang yang sudah tertular HIV tidak menyadari dirinya sudah mengidap HIV sehingga tanpa mereka sadari mereka menularkan HIV kepada orang lain.

Pelanggaran HAM

Dari 5.917 kasus kumulatif HIV/AIDS di Prov Bali ternyata 40,70 persen ada di Kota Denpasar. Kasus yang tercatat di Denpasar tidak semua penduduk Denpasar. Bahkan, kasus pertama HIV/AIDS di Indonesia yang terdeteksi pada WN Belanda juga tercatat di Denpasar.

Menurut Jaya Negara sebagian besar penderita HIV bukanlah warga Denpasar tetapi terjangkit dan dilaporkan di wilayah ini.

Jaya Negara benar, tapi angka-angka itu tidak akan bisa berkurang biar pun semua penderita HIV/AIDS meninggal. Ini terjadi karena cara pelaporan HIV/AIDS di Indonesai dilakukan secara kumulatif yaitu kasus lama ditambah kasus baru. Begitu seterusnya sehingga laporan kasus akan terus bertambah seiring dengan jumlah kasus yang baru terdeteksi.

Maka, pernyataan Jaya Negara yang menyebutkan "Jika kami menertibkan penderita asal luar itu kemudian dikembalikan ke daerah asalnya, bisa saja jumlahnya menurun" tidak akurat karena biar pun penderitanya dipulangkan laporan kasus tidak bisa diturunkan.

Terkait dengan pernyataan ’menertibkan penderita asal luar itu kemudian dikembalikan ke daerah asalnya’ ada tiga hal yang terkait, yaitu:

(1) Langkah itu merupakan perbuatan yang melawan hukum dan pelanggaran berita terhadap hak asasi manusia (HAM) karena tidak ada UU yang mengatur hal tsb.

(2) Biarpun yang terdeteksi HIV/AIDS dipulangkan ke daerah asalnya, misalnya pekerja seks komersial (PSK), maka laki-laki penduduk lokal yang menularkan HIV kepada PSK menjadi mata rantai penyebaran HIV di masyarakat, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.

(3) Biarpun yang terdeteksi HIV/AIDS dipulangkan ke daerah asalnya, misalnya pekerja seks komersial (PSK), maka laki-laki penduduk lokal yang tertular HIV dari PSK menjadi mata rantai penyebaran HIV di masyarakat, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.

Tiga hal di atas luput dari perhatian pembuat perda-perda AIDS di Indonesia. Semua perda yang ada adalah copy-paste, maka kalau perda AIDS Kota Denpasar itu kelak juga copy-paste maka sudah bisa dipastikan hasilnya akan sama dengan perda-perda yang sudah ada.

Jika Pemkot Denpasar akan tetap membuat perda, maka yang perlu dilakukan adalah intervensi yang konkret yaitu menurunkan insiden infeksi HIV baru, menerapkan program pencegahan dari-ibu-ke-bayi yang dikandungnya, dll.

Pintu Masuk HIV/AIDS

Ada 17 pintu masuk HIV/AIDS ke Kota Denpasar, yaitu:

(1) Laki-laki dan perempuan dewasa heteroseks (laki-laki dengan perempuan dan sebaliknya) penduduk Kota Denpasar, asli atau pendatang, yang tertular HIV melalui hubungan seksual tanpa kondom, di dalam dan di luar nikah, dengan pasangan yang berganti-ganti di wilayah Kota Denpasar, di luar wilayah Kota Denpasar atau di luar negeri.

(2) Laki-laki biseksual (laki-laki dengan perempuan dan dengan laki-laki) penduduk Kota Denpasar, asli atau pendatang, yang tertular HIV melalui hubungan seksual tanpa kondom dengan laki-laki atau waria yang berganti-ganti di wilayah Kota Denpasar, di luar wilayah Kota Denpasar atau di luar negeri.

(3) Laki-laki dewasa heteroseks penduduk Kota Denpasar, asli atau pendatang, yang tertular HIV melalui hubungan seksual tanpa kondom, di dalam dan di luar nikah, dengan perempuan yang sering berganti-ganti pasangan, seperti pekerja seks komersial (PSK) langsung dan PSK tidak langsung, waria, atau perempuan pelaku kawin-cerai di wilayah Kota Denpasar, di luar wilayah Kota Denpasar atau di luar negeri.

(4) Perempuan dewasa penduduk Kota Denpasar, asli atau pendatang, yang bekerja sebagai TKI/TKW di luar negeri yang tertular melalui hubungan seksual sebagai korban perkosaan, terutama di negara dengan prevalensi HIV/AIDS yang besar.

(5) Perempuan dewasa penduduk Kota Denpasar, asli atau pendatang, yang bekerja sebagai TKI/TKW di luar negeri yang dinikai oleh majikannya, terutama di negara dengan prevalensi HIV/AIDS yang besar.

(6) Perempuan dewasa penduduk Kota Denpasar, asli atau pendatang, yang bekerja sebagai pekerja seks di berbagai daerah di Kota Denpasar dan di luar Kota Denpasar.

(7) Laki-laki dewasa penduduk Kota Denpasar, asli atau pendatang, yang menjadi pacar atau suami TKI/TKW yang tertular HIV di luar negeri.

(8) Laki-laki dewasa penduduk Kota Denpasar, asli atau pendatang, yang menjadi pacar atau suami pekerja seks, penduduk Kota Denpasar, asli atau pendatang, yang tertular HIV di Kota Denpasar dan di luar Kota Denpasar.

(9) Laki-laki dewasa heteroseks penduduk Kota Denpasar, asli atau pendatang, yang tertular HIVmelalui hubungan seksual tanpa kondom dengan laki-laki yang dikenal sebagai Laki-laki Suka (Seks) Laki-laki atau LSL di Kota Denpasar dan di luar Kota Denpasar.

(10) Perempuan dewasa penduduk Kota Denpasar, asli atau pendatang, dalam hal ini istri sah, istri simpanan, istri nikah siri, dan pasangan ’kumpul kebo’ yang mempunyai pasangan laki-laki yang mengidap HIV/AIDS.

(11) Laki-laki dan perempuan dewasa penduduk Kota Denpasar, asli atau pendatang yang tertular HIV melalui jarum suntik pada penyalahgunaan narkoba (narkotik dan bahan-bahan berbahaya) secara bersama-sama dengan bergantian di wilayah Kota Denpasar, di luar wilayah Kota Denpasar atau di luar negeri.

(12) Perempuan dewasa penduduk Kota Denpasar, asli atau pendatang, dalam hal ini istri sah, istri simpanan, istri nikah siri, dan pasangan ’kumpul kebo’ yang mempunyai pasangan laki-laki yang mengidap HIV/AIDS pada komunitas pengguna narkoba suntikan.

(13) Laki-laki dewasa penduduk Kota Denpasar, asli atau pendatang, dalam hal ini suami sah, selingkuhan, atau pasangan ’kumpul kebo’ yang mempunyai pasangan perempuan yang mengidap HIV/AIDS pada komunitas pengguna narkoba suntikan.

(14) Bayi yang tertular HIV dari ibunya yang mengidap HIV/AIDS secara vertikal ketika dalam kandungan, sewaktu persalinan atau dalam proses menyusui.

(15) Laki-laki dan perempuan penduduk Kota Denpasar, asli atau pendatang, yang tertular HIV melalui transfusi darah.

(16) Laki-laki dan perempuan penduduk Kota Denpasar, asli atau pendatang, yang tertular HIV melalui alat-alat kesehatan, jarum,dll.

(17) Laki-laki dan perempuan penduduk Kota Denpasar, asli atau pendatang, yang tertular HIV melalui alat-alat kesehatan, jarum tattoo, dll.

Agar perda itu kelak efektif harus ada pasal-pasal yang konkret berupa intervensi untuk menutup 17 ’pintu masuk’ HIV/AIDS di atas.

Jika tidak ada pasal-pasal yang konkret atau bisa dilakukan dengan cara-cara yang realistis, maka penyebaran HIV/AIDS di Kota Denpasar akan terus terjadi.

Hasilnya kelak adalah ’ledakan AIDS’ karena kasus-kasus HIV/AIDS yang menyebar di masyarakat akan menjadi ’bom waktu’ untuk suatu ledakan epid, emi HIV/AIDS. ***[Syaiful W. Harahap]***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun