“ …. semakin meningkatkanya kasus HIV/AIDS di Bali akibat kurangnya sosialisasi dan dari pemerintah tentang perda (peraturan daerah-pen.) tata cara serta belum adanya perubahan perilaku masyarakat terhadap pentingnya penggunaan kondom dalam mencegah terinfeksinya penyakitmembahayakan ini ….” (Perda Pencegahan HIV/AIDS Dinilai Mandul, balitvnews, 18/5-2012).
Perda-perda penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia bukan hanya mandul tapi tidak berguna karena tidak memberikan cara-cara pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS yang konkret. Kasus kumulatif HIV/AIDS di Bali dikabarkan mencapai 5.917 dengan 695 kematian.
Ketika Thailand membeberkan program ’wajib kondom 100 persen’ bagi laki-laki yang melakukan hubungan seksual dengan pekerja seks komersial (PSK) di lokalisasi pelacuran dan rumah bordir yang menurunkan insiden infeksi HIV baru, Indonesia pun tergiur.
Program itu kemudian dibuat dalam bentuk peraturan daerah (perda). Daerah yang pertama membuat perda tentang pemakaian kondom dalam kerangka penanggulangan dan pencegahan HIV/AIDS dan IMS (infeksi menular seksual, seperti sifilis, GO, virus hepatitis B, klamidia, dll.) adalah Kabupaten Nabire, Prov Papua, melalui Perda No 18 Tahun 2003.
Biar pun perda itu tidak bekerja efektif, tapi puluhan daerah kemudian berlomba-lomba membuat perda. Sampai Mei 2012 sudah ada 54 daerah provisi, kabupaten dan kota yang mempunyai perda AIDS. Satu peraturan gubernur dan satu pertaturan walikota.
Karena materi perda itu hanya ’cangkokan’ yang dilakukan dengan setengah hari dari program di Thailand, maka hasilnya pun nol besar.
Program di Thailand bisa efektif karena dilakukan di lokalisasi pelacuran dan rumah bordir yang diberikan izin oleh pemerintah sebagai bentuk regulasi. Germo atau mucikari diberikan izin usaha sebagai bukti kekuatan hukum.
Secara rutin PSK menjalani survailans tes IMS. Kalau ada PSK yang terdeteksi mengidap IMS, maka itu bukti bawah PSK itu meladeni laki-laki yang tidak memakai kondom ketika melakukan hubungan seksual. Germo pun diberikan sanksi mulai dari teguran sampai pencabutan izin usaha.
Cara itu konkret karena germo akan berpikir dua kali kalau izin usahanya dicabut.
Nah, di perda-perda yang ada di Indonesia yang menerima sanksi justru PSK. Padahal, ’posisi’ seorang PSK yang dikurung akan digantikan oleh puluhan PSK ’baru’.
Selain itu cara mengontrol pemakaian kondom dalam perda-perda itu pun tidak konkret. Bahkan, tidak ada satu pun perda yang mengakui pelacuran. Dalam perda disebut ’tempat-tempat yang berisiko terjadi penularanHIV/AIDS’. Ini adalah bentuk kemunafikan yang sangat dibenci Tuhan.
Menurut Ketua Lambaga Peduli Perempuan dan Anak Bali, Luh Riniti Rahayu: ” .... kafe-kafe remang-remang sebagai penyebar (HIV/AIDS-pen.) yang terselubung ....”
Agaknya, Rahayu tidak memahami cara penularan HIV yang konkret. Biar pun ada kafe yang menyediakan ’cewek’ kalau laki-laki Bali tidak melakukan hubungan seksual tanpa kondom dengan ’cewek kafe’ tentu tidak ada risiko tertular HIV.
Biar pun di Bali tidak ada kafe yang menyediakan ’cewek’ laki-laki Bali bisa saja melacur keluar pulau. Sudah lazim didengar istilah ’mau pipis’ ketika seorang laki-laki ditanya mau ke mana di Pelabuhan Gilimanuk ketika hendak menyeberang ke Banyuwangi.
Selama tidak ada langkah yang konkret berupa intervensi terhadap perilaku laki-laki ’hidung belang’, maka selama itu pula penyebaran HIV akan terus terjadi.
Dalam perda pun sama sekali tidak ada cara yang konkret untuk menurunkan insiden infeksi HIV baru (Lihat: http://regional.kompasiana.com/2011/06/29/menyibak-perda-perda-penanggulangan-aids-di-bali/).
Sudah saatnya Pemprov Bali melihat penyebaran HIV melalui perilaku seksual sebagian laki-laki dewasa yang berisiko tertular HIV.
Celakanya, biar pun di Bali ada praktek pelacuran, tapi diabaikan. Lokasi pelacuran dengan barak dihancurkan, sedangkan praktek pelacuran di penginapan, losmen, hotel melati, hotel berbintang dan wisma-wisma terur berjalan.
Tidak ada langkah konkret Pemprov Bali untuk melakukan intervensi agar laki-laki memakai kondom jika sanggama dengan PSK. ***[Syaiful W. Harahap]***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H