Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kesadaran Memeriksakan Diri Terkait HIV/AIDS di Maluku

17 Mei 2012   12:14 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:10 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

* Perlu ada langkah konkret menurunkan insiden infeksi HIV baru pada laki-laki ‘hidung belang’

"Kesadaran masyarakat akan bahaya penyakit HIV/AIDS sudah cukup tinggi, sehingga mereka dengan sukarela mau memeriksakan kesehatan diri." Ini pernyataan Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS Daerah (KPAD) Maluku, Syamsudin Azis (HIV/AIDS Menyebar di Seluruh Maluku, www.mediaindonesia.com, 14/5-2012).

Memeriksakan diri terkait dengan HIV/AIDS merupakan langkah di hilir. Artinya, seseorang dengan sukarela karena sudah menyadari perilakunya menjalani tes HIV pada saat dia sudah mengidap HIV.

Nah, kalau ini yang ditunggu oleh KPAD Maluku, maka kasus yang terdeteksi akan bertambah terus karena insiden penularan HIV baru, terutama pada laki-laki dewasa melalui hubungan seksual dengan pekerja seks tanpa kondom, akan terus terjadi.

Lagi pula ketika orang-orang yang mengidap HIV/AIDS mulai masuk masa AIDS, maka akan muncul gejala-gejala penyakit yang sulit sembuh. Ini menandakan orang tersebut mengidap HIV/AIDS. Maka, dokter menganjurkan tes HIV.

Dikabarkan jumlah kumulatif kasus HIV/AIDS di Maluku hingga akhir 2011 mencapai 1.778, yang terdiri atas 901 HIV dan 877 AIDS.

Sayang, narasumber (sekretaris KPAP Maluku) dan wartawan tidak mengembangkan data kasus sehingga masyarakat tidak memahami kaitan antara jumlah kasus dengan risiko penyebaran HIV di masyarakat.

Dengan 877 AIDS berarti ada 877 penduduk Maluku yang sudah tertular HIV antara 5 – 15 tahun yang lalu. Pada rentang waktu itu mereka sudah menularkan HIV kepada orang lain, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah, tanpa mereka sadari.

Maka, paling tidak ada 877 penduduk Maluku yang berisiko tertularHIV jika mereka melalukan hubungan seksual tanpa kondom, di dalam dan di luar nikah, dengan 877 penduduk yang sudah masuk masa AIDS.

Disebutkan oleh Syamsudin: ” .... kasus tertinggi ditemukan pada kaum usia produktif, 15-39 tahun, yang sering menggunakan narkoba jenis jarum suntik, dan mereka yang berperilaku seks bebas dengan presentasi 84 persen, ....”

Jika ’seks bebas’ yang dimaksudkan dalam berita ini adalah melacur, maka penularan HIV bisa terjadi kalau salah satu dari pasangan tsb. mengidap HIV dan laki-laki tidak memakai kondom (kondisi hubungan seksual) di dalam dan di luar nikah (sifat hubungan seksual).

Pernyataan Syamsudin itu merupakan mitos (anggapan yang salah). Inilah salah satu faktor yang membuat masyarakat berada pada posisi berisiko tertular HIV karena informasi yang sampai ke masyarakat hanya mitos.

Pertanyaan untuk Syamsudin: Apakah di Maluku ada praktek pelacuran?

Kalau jawabannnya TIDAK ADA, maka di Maluku tidak ada penyebaran HIV dengan faktor risiko hubungan seksual.

Tapi, kalau jawabannnya ADA, maka persoalan besar yang dihadapi KPAP Maluku adalah insiden infeksi HIV baru di hulu, terutama pada laki-laki ’hidung belang’ jika mereka sanggama dengan pekerja seks tidak memakai kondom.

Selama KPAP Maluku menutup mata terhadap praktek pelacuran dengan alasan di Maluku tidak ada lokalisasi pelacuran, maka selama itu pula penyebaran HIV/AIDS akan terus terjadi.

Dampak dari perilaku berisiko laki-laki ’hidung belang’ dapat dilihat dari kasus-kasus HIV/AIDS yang terdeteksi pada ibu-ibu rumah tangga dan bayi.

Kalau Pemprov Maluku tidak mempunyai program yang konkret untuk menurunkan insiden infeksi HIV baru pada laki-laki dewasa melalui pelacuran, maka tinggal menunggu waktu saja untuk ’panen AIDS’. ***[Syaiful W. Harahap]***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun