Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Penanggulangan HIV/AIDS di Wonosobo, Jateng: Menggalakkan Perilaku Hidup Sehat

10 Mei 2012   01:01 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:29 416
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

”Gerakan perilaku hidup sehat harus terus digalakkan di Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah, supaya dapat mendeteksi lebih dini penderita HIV/Aids di masyarakat.” Ini lead beritaMeningkat, Jumlah Penderita HIV/Aids” (kompas.com, 9/5-2012).

Pernyataan di lead berita ini sama sekali tidak ada kaitannya dengan pendeteksian kasus HIV/AIDS di masyarakat.

Pertama, banyak orang yang sudah mengidap HIV/AIDS tapi tidak menyadarinya karena tidak ada tanda-tanda yang khas AIDS pada fisiknya serta tidak ada pula keluhan kesehatan yang terkait dengan HIV/AIDS.

Kedua, seseorang tertular HIV tidak ada kaitannya dengan perilaku hidup sehat karena penularan HIV sama sekali tidak ada kaitannya dengan kesehatan seseorang.

Ketiga, untuk mendeteksi HIV/AIDS di masyarakat diperlukan langkah-langkah yang konkret.

Pemahaman yang tidak akurat terhadap HIV/AIDS sering menjadi penghambat dalam penanggulangan HIV/AIDS. Ini terjadi karena informasi yang disampaika ke masyarakat tidak komprehensif sehingga yang ditangkap masyarakat hanya mitos (anggapan yang salah).

Pernyataan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Wonosobo, Djunaedi, ini, misalnya, menunjukkan pemahaman yang tidak akurat: "Penderita HIV/Aids hendaknya berperilaku positif dalam kehidupan sehari-hari, juga tetap memeriksakan diri guna memperoleh layanan kesehatan. Upaya ini bagian dari pencegahan supaya tidak menular pada orang lain."

Orang-orang yang terdeteksi HIV/AIDS melalui tes HIV yang sesuai dengan standar prosedur operasi tes HIV yang baku, maka salah satu sikap yang mereka ambil adalah: menghentikan penularan mulai dari dirinya.

Upaya pencegahan yang dimulai dari orang-orang yang terdeteksi mengidap HIV adalah penanggulangan di hilir. Artinya, Dinkes Wonosobo menunggu penduduk tertular HIV dahulu baru ditangani. Maka, insiden infeksi HIV di hulu akan terus terjadi.

Kasus-kasus HIV/AIDS pada ibu-ibu rumah tangga membuktikan penyebaran HIV/AIDS terus terjadi di masyarakat. Laki-laki dewasa menjadi mata rantai penyebaran HIV di masyarakat.

Kasus kumulatif HIV/AIDS di Wonosobo mencapai 83 dengan 32 kematian.

Dikabarkan 51 penderita dalam perawatan intensif. Pernyataan ini mengesankan semua orang yang terdeteksi HIV/AIDS otomatis dirawat. Ini tidak akurat karena pengidap HIV/AIDS yang dirawat adalah yang sudah menderita penyakit lain, disebut infeksi oportunistik, seperti ruam, jamur, sariawan, diare, TBC, dll. pada masa AIDS (setelah tertular antara 5 – 15 tahun).

Disebutkan: ”Data penderita HIV/Aids yang mencapai 83 orang, itu menunjukkan adanya peningkatan jumlah penderita penyakit yang saat ini belum dapat disembuhkan secara tuntas di daerah ini.”

Pelaporan kasus HIV/AIDS di Indonesia dilakukan dengan cara kumulatif. Artinya, kasus lama ditambah kasus baru. Maka, angka laporan kasus HIV/AIDS tidak akan pernah turun biar pun penderitanya meninggal dunia semua.

Yang perlu dilakukan Pemkab Wonosobo adalah intervensi terhadap perilaku seksual laki-laki dewasa pada hubungan seksual dengan pekerja seks. Laki-laki diharuskan memakai kondom jika sanggama dengan pekerja seks. Program ini hanya bisa efektif kalau ada lokalisasi pelacuran. Celakanya, penanggulangan HIV/AIDS di Wonosobo hanya mencari ’kambing hitam’ (Lihat: http://edukasi.kompasiana.com/2010/10/21/%E2%80%98menembak%E2%80%99-psk-dalam-penanggulangan-aids-di-wonosobo/).

Yang dikhawatirkan di Kab Wonosobo tidak ada lokalisasi pelacuran sehingga Pemkab Wonosobo menganggap di daerahnya tidak ada praktek pelacuran.

Jika itu yang terjadi, maka penyebaran HIV akan terus terjadi karena insiden infeksi HIV baru pada laki-laki dewasa yang melacur di Wonosobo atau di luar Wonosobo akan terus terjadi.

Tanpa ada langkah yang konkret, maka kasus-kasus yang tidak terdeteksi kelak akan menjadi ’bom waktu’’ ledakan AIDS’ di Wonosobo. ***[Syaiful W. Harahap]***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun