“Masyarakat Labuhanbatu sangat rentan terhadap penularan human immunodeficiency virus - acquired immunodeficiency syndrome (HIV-AIDS). Sebab, Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kabupaten Labuhanbatu telah menemukan 55 kasus penderita HIV-AIDS.” Ini lead berita “55 Kasus HIV-AIDS Ditemukan di Labuhanbatu” (MedanBisnis, 9/5-2012).
Pernyataan di lead berita itu menunjukkan pengetahuan wartawan atau narasumber terhadap HIV/AIDS sebagai fakta medis.
Pertama, yang rentan tertular HIV bukan masyarakat, tapi orang per orang berdasarkan perilaku seksualnya. Ini fakta.
Kedua, kerentanan terhadap HIV/AIDS bukan berdasarkan kasus HIV/AIDS yang terdeteksi karena kasus itu tidak menggambarkan epidemi HIV yang ril di masyarakat.
Pemahaman yang tidak akurat terlihat lagi dalam pernyataan Wakil Ketua Pelaksana II KPA Labuhanbatu, dr H Alwi Mujahit Hasibuan, M.Kes, ini: “Kasus ini tentu lebih besar dari data yang ada karena kasus HIV-AIDS merupakan kasus fenomena gunung es yang diperkirakan 10 kali dari data sebenarnya.”
Epidemi HIV memang erat kaitannya dengan fenomena gunung es, yaitu kasus yang terdeteksi (55),digambarkan sebagai puncak gunung es yang menyembul ke atas permukaanair laut, merupakan bagian kecil dari kasus yang ada di masyarakat, digambarkan sebagai bongkahan es di bawah permukaan air laut (Lihat Gambar).
Lagi pula tidak ada rumus yang bisa menetapkan jumlah yang tidak terdeteksi berdasarkan kasus yang terdeteksi. ’Rumus’ yang pernah dikemukakan oleh WHO (Badan Kesehatan Dunia) yaitu jika ada 1 kasus ada 100 kasus yang tidak terdeteksi tidak bisa dipakai secara ’telanjang’ karena harus memenuhi beberapa faktor, seperti: tingkat pelacuran yang tinggi, pemakaian kondom pada laki-laki rendah, tingkat higinies rendah, dll. Dan, ’rumus’ itu hanya untuk keperluan epidemiologis, seperti merancang program, menyediakan kondom, tenaga kesehatan, dll.
Dikabarkan bahwa Alwi, yang juga Kepala Dinas Kesehatan Labuhanbatu, ini menjelaskan, bagi penderita yang telah terinfeksi, perlu dilakukan pendampingan, karena tindakannya bukan hanya membahayakan dirinya sendiri tetapi juga membahayakan orang lain.
Lagi-lagi pernyataan itu tidak akurat karena orang-orang yang sudah terdeteksi mengidap HIV sudah berjanji akan menghentikan penularan HIV mulai dari dirinya. Sikap ini bisa muncul melalui konseling (bimbingan) sebelum tes HIV. Maka, tes HIV harus dilakukan sesuai dengan standar prosedur operasi tes HIV yang baku.
Alwi juga mengatakan bahwa Rantauprapat sebagai ibukota Kabupaten Labuhanbatu merupakan daerah transit dengan mobilitas yang tinggi dan sebagai daerah tujuan dari berbagai daerah. Dengan demikian, tidak mengherankan apabila di daerah ini banyak terdapat lokasi-lokasi yang memungkinkan terjadinya transaksi sex.
Biar pun di Labuhanbatu tidak ada lokasi-lokasi yang memungkinkan transaksi seks bisa saja laki-laki dewasa penduduk Labuhanbatu melacur di luar Labuhanbatu. Yang tertular HIV akan menyebarkan HIV di Labuhanbatu tanpa disadarinya. Ini dapat dilihat pada kasus HIV/AIDS yang terdeteksi pada ibu-ibu rumah tangga dan anak-anak.
Sedangkan Pelaksana Program KPA, Fahrizal Rambe, SH, mengatakan, dari data yang dihimpun pihaknya Labuhanbatu sudah menjadi daerah rawan HIV-AIDS.
Ini pun menunjukkan orang-orang yang duduk di institusi yang menangani HIV/AIDS sendiri ternyata tidak memahami HIV/AIDS sebagai fakta medis. Tidak ada daerah yang rawan HIV/AIDS karena penularan HIV terkait langsung dengan perilaku seksual orang per orang.
Disebutkan pula oleh Fahrizal: Penyebaran virus ini (HIV/AIDS-pen.) bukan hanya dari wanita pekerja sex komersial, tetapi juga melalui waria, lelaki homo sex dan bahkan melalui ibu rumah tangga kepada keluarganya.
Fakta yang luput dari perhatian Fahrizal adalah yang menularkan HIV kepada pekerja seks komersial (PSK) dan waria justru laki-laki dewasa yang bisa saja penduduk Labuhanbatu. Kemudian ada pula laki-laki penduduk Labuhanbatu yang tertular dari PSK yang sudah tertular HIV dari penduduk Labuhanbatu.
Pernyataan terkait degnan penyebaran HIV ’melalui ibu rumah tangga kepada keluarganya’ adalah pernyataan yang gegabah karena yang menyebarkan HIV ke keluarga adalah suami (laki-laki).
Wakil Sekretaris I KPA Labuhanbatu, dr Hj Yeva E Yusuf, mengajak seluruh stakeholder di daerah ini untuk bersungguh-sungguh menjalankan program yang telah ditentukan agar penanggulangan HIV-AIDS dapat diminimalisir.
Pertanyaannya: Apakah KPA Labuhanbatu mempunyai program penanggulangan dan pencegahan HIV/AIDS yang konkret? ***[Syaiful W. Harahap]***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H