Buku ini tidak baru karena diterbitkan pada Hari AIDS Sedunia 1 Desember 2010. Tapi, buku ”100 Puisi Pelajar Indonesia Memperingati Hari AIDS Sedunia 2010: 100 Puisi Universal Access and Human Rights” yang diterbitkan UNESCO dan Depdiknas tidak memberikan komentar atau tanggapan terhadap puisi-puisi yang dimuat dalam buku ini.
Karena tidak ada komentar dikhawatirkan anak-anak tingkat SMP/MTs dan SMA/SMK/MA/PKBM Paket C yang puisinya terpilih dan dimuat dalam buku ini akan menganggap pernyataan mereka dalam puisi tsb. Benar adanya.
Lihat saja puisi”Siapa Peduli Aku” (Devita Yulianti, SMPN 10 Jakarta Pusat sebagai juara III tingkat SMP/MTs) ini. ’Karena penyakit tak brobat, Yaitu HIV dan AIDS yang keparat’. Sebagai virus HIV tidak pernah mencari-cari ’mangsa’, justru perilaku sebagian orang yang berisikolah yang membuat dia tertular HIV.
Puisi ”Inilah AIDS” (Nurani Puspita Ningtyas, SMAN 8 Bogor, juara I tingkat SMA/SMK/MA/PKBM Paket C) mendorong stigma (pemberian cap buruk) dan diskriminasi (perlakuan berbeda) terhadap orang-orang yang mengidap HIV/AIDS. ’AIDS tak akan merangkul, Orang-orang yang sehat hati dan jiwanya’. Betapa pedihnya perasaan orang-orang yang tertular HIV dari transfusi darah, istri yang tertular dari suami, dan bayi yang tertular dari ibunya karena dikesankan sebagai orang yang tidak sehat hati dan jiwanya.
”Hati dan Harapan” Ini judul puisi Nathalia Kurniawan, SMP Hati Suci, Jakarta Pusat. ’HIV ... AIDS ... Virus yang dapat menyebabkan manusia meninggal’. Tentu saja ini tidak akurat karena belum ada kasus kematian karena HIV atau AIDS. Kamatian pada orang-orang yang mengidap HIV terjadi pada masa AIDS (secara statistik antara 5 – 15 tahun) karena penyakit yang disebut infeksi oportunistik, seperti diare dan TBC.
’Inilah aku. Korban dari peradaban modern. Yang hanya memikirkan kenikmatan sesaat’ Ini narasi dalam puisi ”Pesanku Untuk Sahabat” (Anthia Ratna Pardede, SMPN 42 Jakarta Utara). Apa kaitan langsung antara peradaban modern dengan kenikmatan sesaat? Apakah di zaman dahulu kala tidak ada perilaku berganti-ganti pasangan?
”Berteman Bayangan” Ini judul puisi Rebecca Victoria S. (SMPK Anglo Lippo Cikarang) yang memuat ’Narkoba, seks bebas. Karena aku pecandu. Sehingga aku tertular.’ Ini tentu mitos (anggapan yang salah) karena penularan HIV melalui hubungan seksual bukan karena sifat hubungan seskual (’seks bebas’), tapi kondisi hubungan seksual (salah satu mengidap HIV). Risiko tertular pada pecandu pun bisa terjadi kalau narkoba dipakai dengan cara disuntikkan dan jarum suntik dipakai bergantian.
’Ialah dewa kematian yang bernama HIV-AIDS’ Ini di puisi ”Dewa Kematian” (Erica, SMP Mahatma Gandhi, Jakarta Pusat). HIV dan AIDS tidak menyebabkan kematian. HIV adalah virus, sedangkan AIDS adalah kondisi seseorang yang tertular HIV setelah 5 – 15 tahun kemudian.
’AIDS adalah penyakit yang mematikan’. ’Hindari pergaulan bebas’. Ini ada di puisi ”HIV dan AIDS” (Jesfica R., SMP Perjuangan dan Informatika Depok).Lagi-lagi informasi yang tidak akurat. AIDS bukan penyakit tapi kondisi seseorang yang sudah tertular HIV antara 5 – 15 tahun. Penularan HIV melalui hubungan seksual bukan karena sifat hubungan seksual (pergaulan bebas), tapi kondisi hubungan seksual (salah satu mengidap HIV).
Dalam puisi ”Di Balik Hidup Seorang ODHA” (Catherine Devina, SMP Hati Suci) ada pernyataan ’HIV dan AIDS. Pembasmi umat manusia’. Ini sensasi karena tidak sesuai dengan fakta. HIV bukan wabah karena tidak menular melalui air dan udara.
’Lihat mereka. Mereka yang dijuluki odha. Lihat mereka. Mereka yang terkulai tak berdaya’. Ini ada di puisi ”Lihat Mereka” (Anggi Citra Pamuji, SMK Negeri 42 Jakarta). Ini menyakitkan Odha karena kondisi mereka tidak seperti yang digambarkan dalam puisi ini.
”Deritaku” adalah judul puisi Veronica (SMA Hati Suci, Jakarta Pusat). Ada narasi ’Mengalir sang pencabut nyawa dalam darahku’. Sebagai virus HIV tidak mematikan.
’Mari perangi narkoba dan miras!’ Ini narasi dalam puisi ”Kaum Muda” (Dinella Ratna Kusuma, SMAN 14 Bekasi). Narkoba juga obat anestesi. Maka, yang diperangi bukan narkoba tapi penyalahgunaan narkoba.
Dalam puisi ”Lawan” (Vaula Chesya Aurora, SMP Asisi Jakarta Selatan) ada narasi ’HIV dan AIDS. Sebuah kata yang terdengar mengerikan. Penyakit yang mematikan. Tak ada obatnya. Menyerang siapa saja.’ Inilah contoh betapa informasi tentang HIV/AIDS selama ini tidak akurat sehingga menimbulkan penafsiran yang keliru. HIV tidak menyerang siapa saja karena HIV adalah virus yang menular melalui cara-cara yang sangat khas.
’Sekejap mata. Teknologi berkembang. Alat kontrasepsi dicipta. Tak jamin keamanan. Waspada tertular’ Ini ada di puisi ”Hidup Demi Masa Depan” (Janette Michaela, SMP Santa Ursula, Jakarta). Tidak semua alat kontrasepsi bisa menjadi alat untuk mencegah penularan HIV.
Dalam puisi ”Jeritan Sang Penderita HIV” (Esther Pascalia, SMPK Permata Bunda Depok) disebutkan ’Cita-cita yang telah tersusun rapi. Hancur begitu saja karena aku terjangkit. HIV virus yang telah memupuskan segala mimpi dan cita-citaku’. Seseorang yang tertular HIV tidak semerta hancur mada depannya. Apalagi sekarang sudah ada obat antiretroviral (ARV) yang bisa menekan laju perkembangan HIV di dalam darah.
Kalau saja ada komentar juri tentang narasi puisi itu terkait dengan HIV/AIDS tentulah bisa menjadi pedoman bagi mereka untuk memahami HIV/AIDS dengan benar. ***[Syaiful W. Harahap]***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H