Majelis Pekerja Harian Sinode Gereja Protestan Maluku (MPH GPM) memberi perhatian kepada masalah narkoba dan HIV/AIDS, karena narkoba dan HIV/AIDS sangat mematikan manusia dan Maluku tercatat sebagai wilayah yang begitu besar pengguna dan penderita narkoba dan HIV/AIDS (Gereja Harus Tampil Melawan Narkoba Dan HIV/AIDS, www.siwalimanews.com, 5/4-2012).
Dilaporkan kasus kumulatif HIV/AIDS di Prov Maluku mencapai 1.778 terdiri atas 901 HIVdan 887 AIDS (www.ambonekspres.com, 13/4-2012).
Bertolak dari pernytaan di atas yang menakutkan bukan narkoba (narkotik dan bahan-bahan berbahaya) dan HIV/AIDS tapi pernyataan itu sendiri.
Pertama, narkoba dan HIV/AIDS tidak mematikan.
Kedua, kematian pada orang-orang yang menyalahgunakan narkoba terjadi karena overdosis sehingga terjadi keracunan akibat zat yang melebihi dosis yang bisa di terima oleh tubuh. Maka, kalau tidak overdosis narkoba tidak akan mematikan penggunanya.
Ketiga, HIV dan AIDS tidak mematikan. Belum ada laporna kasus kematian karena HIV atau AIDS. Kematian pada orang-orang yang mengidap HIV/AIDS terjadi pada masa AIDS (antara 5-15 tahun setelah tertular HIV) karena penyakit yang muncul disebut infeksi oportunistik, seperti diare dan TBC.
Disebutkan: ”Gereja harus tampil melawan Narkoba dan HIV/AIDS, hal ini sesuai dengan tema perayaan Paskah Kristus tahun ini, yakni ‘Roh Paskah Memberdayakan Kita Untuk Menghidupi Sesama’.”
Pertanyaannya adalah: Apa langkah konkret yang akan dilakukan gereja untuk menekan insiden infeksi HIV baru dan pertambahan penyalahguna narkoba?
Ini pernyataan Ketua MPH GPM, Pendeta Jhon Ruhulessin: “Oleh karena itu kita ingin selama beberapa bulan ke depan, benar-benar gereja mengambil peran yang signifikan dalam proses perlawanan terhadap narkoba dan HIV/ AIDS, walaupun membutuhkan penanganan yang multi komperhenship.”
Peran yang bagaimana yang bisa dipakai untuk melawah penyalahgunaan narkoba dan infeksiHIV?
Lagi-lagi penanggulangan yang hanya berupa jargon tanpa langkah yang konkret.
Salah satu faktor yang mendorong penyebaran HIV/AIDS adalah hubungan seksual, di dalam dan di luar nikah, yang tidak memakai kondom dengan perempuan yang berganti-ganti atau dengan perempuan yang sering berganti-ganti pasangan, seperti pekerja seks dan waria.
Jika ingin berperan dalam penanggulangan HIV/AIDS maka gereja harus membuat intervensi kepada ummatnya agar hal di atas tidak terjadi.
Selama penanggulangan HIV/AIDS hanya pada tahap retorika dengan jargon-jargon moral, maka selama itu pula penyebaran HIV/AIDS akan terus terjadi. ***[Syaiful W. Harahap]***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H