Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Raperda AIDS Prov. Sumbar: Bisakah Tidak Hanya Copy-Paste dari Perda AIDS yang Sudah Ada?

3 Maret 2012   02:04 Diperbarui: 25 Juni 2015   08:36 180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Peraturan Daerah (Perda) tentang HIV/AIDS mendesak di Sumbar, menyusul meningkatnya penderita HIV (Human Immunodeficiency Virus) dan AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) di Ranah Minang.” Ini lead berita “Mendesak, Perda HIV/AIDS”di Harian “Padang Ekspres” (1/3-2012)

Rupanya, Pemprov Sumatera Barat (Sumbar) mulai panik karena kasus kumulatif HIV/AIDS yang dilaporkan KPA Sumbar menunjukkan angka 748 dengan 88 kematian.

Kalau saja Pemprov Sumbar menoleh ke tetangga yaitu Prov Riau dan Prov Kepulauan Riau yang sudah lebih dahulu menerbitkan perda penanggulangan HIV/AIDS, tentulah tidak akan gegabah membuat pernyataan seperti pada lead berita.

Sudah ada 56 daerah mulai dari provinsi, kabupaten dan kota di Indonesia yang menerbitkan perda AIDS. Tapi, semua hanya copy-paste dan hanya memuat pasal-pasal normatif terkait dengan penanggulangan HIV.

Coba simak Perda AIDS Prov Riau yang mengedepankan moral ini (Lihat: http://regional.kompasiana.com/2011/03/30/menyibak-peran-perda-aids-riau-dalam-penanggulangan-aids-riau/,sama halnya dengan Perda AIDS Prov Kepulauan Riau (Lihat: http://sosbud.kompasiana.com/2010/11/24/menakar-efektivitas-perda-aids-provinsi-kepulauan-riau/).

Jika ingin menjadikan perda sebagai perangkat untuk menanggulangi HIV/AIDS, maka dalam perda harus ada pasal-pasal yang konkret.

Pasal penanggulangan bertolak dari pertanyaan ini: Apakah ada instansi atau institusi di Sumbar yang bisa menjamin bahwa tidak ada laki-laki dewasa penduduk Sumbar yang melakukan hubungan seksual tanpa kondom, di dalam dan di luar nikah, dengan perempuan yang berganti-ganti atau dengan perempuan yang sering berganti-ganti pasangan, seperti pekerja seks komersial (PSK) di wilayah Sumbar, di luar wilayah Sumbar atau di luar negeri?

Kalau ada instansi atau institusi yang bisa menjamin maka jawabannya YA ADA, maka tidak perlu membuat perda karena tidak ada risiko penyebaran HIV dengan faktor risiko (mode of transmission) hubungan seksual.

Tapi, kalau jawabannya TIDAK ADA, maka ada persoalan besar terkai dengan penyebaran HIV di Sumbar dengan faktor risiko hubungan seksual.

Nah, dalam perda itu yang perlu ada adalah pasal berupa intervensi untuk memaksa laki-laki dewasa agar:

(1) Memakai kondom jika melakukan hubungan seksual, di dalam dan di luar nikah, denganperempuanyang berganti-ganti di di wilayah Sumbar, di luar wilayah Sumbar atau di luar negeri.

(2) Memakai kondom jika melakukan hubungan seksual, di dalam dan di luar nikah, denganperempuanyang sering berganti-ganti pasangan, seperti PSK langsung (PSK di lokalisasi atau jalanan) atau PSK tidak langsung (‘cewek panggilan’, ’cewek bar’, ‘cewek biliar’, ’cewek kampus’, ’anak sekolah’, perempuan pemijat di panti pijat plus-plus, dll., serta perempuan pelaku kawin-cerai di di wilayah Sumbar, di luar wilayah Sumbar atau di luar negeri.

Dalam perda juga perlu ada pasal berupa intervensi untuk memaksa perempuan dewasa yang melakuknan hubungan seksual dengan laki-laki yang berganti-ganti atau kawin-cerai agar:

(3) Mamaksa laki-laki memakai kondom ketika melakukan hubungan seksual, di dalam dan di luar nikah, dengan dirinya.

Hanya tiga hal ini yang bisa menurunkan insiden infeksi HIV baru di Sumbar dengan faktor risiko hubungan seksual.

Pertanyaannya adalah: Apakah Pemprov Sumbar dan DPRD Sumbar punya nyali mengatur tiga hal di atas?

Ya, kita tunggu saja sampai perda itu disahkan dan kita akan lihat: copy-paste atau tidak!

Langkah lain adalah intervensi di lokasi atau lokalisasi pelacuran, seperti yang sudah dijalankan di Thailand yaitu program ‘wajib kondom 100 persen’ bagi laki-laki dewasa yang melakukan hubngan seksual dengan PSK.

Celakanya, di Sumbar tidak ada lokasi atau lokalisasi pelacuran yang merupakan bentuk regulasi. Tapi, perlu diingat itu tidak jaminan bahwa di Sumbar tidak ada (praktek) pelacuran.

Langkah lain yang bisa diatur dalam perda adalah mewajibkan laki-laki beristri yang pernah melakukan perilaku (1) dan (2) memakai kondom jikan sanggama dengan istrinya (Lihat Gambar).

Langkah terakhir yang perlu diatur dalam perda adalah menjalankan program survailans tes HIV rutin terhadap perempuan hamil. Langkah ini menyelematkan bayi dan mendeteksi HIV/AIDS pada perempuan dan laki-laki dewasa.

Disebutkan bahwa Wakil Ketua Komisi IV DPRD Sumbar, Suwirpen, mengatakan perda ini penting untuk mencegah meluasnya HIV/AIDS, sekaligus melindungi mereka yang sudah terjangkit virus HIV/AIDS.

Kalau pasal-pasal dalam perda itu tidak berbeda dengan 56 perda yang sudah ada di Indonesia, maka hasilnya sudah bisa dipastikan nol besar. Hanya buang-buang waktu dan biaya. Ibarat menggantang asap, arang habis besi binasa. ***[Syaiful W. Harahap]***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun