Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Channel of Hope (COH) World Vision Indonesia: Penanggulangan AIDS di Hilir

2 Maret 2012   04:03 Diperbarui: 25 Juni 2015   08:38 215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

World Vision Indonesia meluncurkan modul channel of hope (COH). Lewat modul yang diadaptasi dari modul COH di Afrika itu, para tokoh agama di Indonesia diharapkan dapat merespon HIV dan AIDS tanpa stigma dan diskriminasi (Tokoh Agama Diajak Peduli HIV dan AIDS, kompas.com, 29/2-2012).

Stigma (cap buruk) dan diskriminasi (membeda-bedakan perlakuan) muncul ketika ada kasus seseorang terdeteksi HIV. Ini artinya di hilir. Mengajak tokoh agama agar tidak menanggapi HIV/AIDS dengan stigma dan diskriminasi merupakan tanggapan terhadap penanggulangan di hilir.

Padahal, yang menjadi persoalan besar pada epidemi HIV/AIDS adalah insiden penularan HIV baru. Ini artinya di hulu.

Biar pun tokoh agama tidak melakukan stigmatisasi dan diskriminasi terhadap Odha (Orang dengan HIV/AIDS) itu merupakan upaya memupus pandangan buruk terhadap HIV/AIDS di hilir.

Informasi tentang HIV/AIDS melalui berita di media massa, ceramah, dll. selalu saja menyebutkan HIV/AIDS karena ‘seks bebas’, ‘jajan’, zina, dll. Tanpa disadari hal ini justru mendorong stigma dan diskriminas terhadap Odha.

Disebutkan: ”Peluncuran modul itu dilakukan untuk mendorong upaya penanggulangan HIV dan AIDS oleh pemuka agama di Indonesia.”

Dalam berita tidak ada gambaran ril tentang langkah-langkah konkret yang akan dilakukan oleh pemuka agama dalam menanggulangi HIV/AIDS di Indonesia. Tapi, kalau bertolak dari pernyataan sebelumnya penanggulangan yang akan diharapkan dari pemuka agama hanya di hilir yaitu menghilangkan stigma dan diskriminasi terhadap Odha.

Menurut Fonny J Silfanus, Deputi Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS Nasional, jumlah kasus kumulatif HIV/AIDS di Indonesia sudah mencapai 93.176 yang terdiri atas 66.693 HIV dan 26.483 AIDS.

Masih menurut Fonny, diperlukan penanggulangan secara terpadu dari berbagi pihak, baik pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, termasuk tokoh agama.

Persoalannya adalah: Apakah ada langkah-langkah penanggulangan, terutama di hilir yaitu insiden infeksi HIV baru, yang konkret?

Tidak ada! Maka, penyebaran HIV pun terus terjadi terutama secara horizontal melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah, serta penularan vertikal dari ibu-ke-bayi yang dikandungnya.

Disebutkan pula: ”Pemuka agama diyakni memegang peranan strategis untuk menanggulangi dampak buruk, sekaligus memutus mata rantai penyebaran HIV dan AIDS.”

Caranya? Sayang, tidak ada penjelasan. Tapi, lagi-lagi mengacu ke pernyataan terdahulu yang akan dilakukan pemuka agama hanya ’memutus mata rantai’ di hilir. Itu pun hanya terhadap orang-orang yang sudah terdeteksi.

Padalah, secara epidemiologis kasus yang tidak terdeteksi jauh lebih banyak seperti yang tergambar dari fenomena gunung es pada epidemi HIV.

Dikabarkan pula bahwa World Vision Indonesia sudah menyelenggarakan sekitar 50 lokakarya COH yang diikuti sekitar 1.000 tokoh agama Islam dan Kristen dari Jakarta, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Tengah, dan Papua.

Hasilnya? ” .... sekitar 90 persen peserta mengalami peningkatan pengetahuan dan perubahan sikap terhadap HIV dan AIDS ke arah yang lebih positif.”

’Ke arah yang lebih positif’ seperti apa konkretnya? Ya, tentu saja pemuka agama itu menghindai stigma dan diskriminasi terhadap Odha.

Maka, upaya penanggulangan di hulu pun sirna sudah. Soalnya, apakah dalam COH itu ada sosialisasi kondom sebagai upaya untuk menurunkan insiden infeksi HIV baru, terutama pada laki-laki dewasa, di hulu?

Kalau tidak ada, maka peran pemuka agama hanya sebatas menghapus stigma dan diskriminasi terhadap Odha. Padahal, penelitian menunjukkan diskriminasi justru dihadapi Odha di saranan kesehatan. Apakah pemuka agama juga akan masuk ke sana?

Sebagai fakta medis HIV/AIDS bisa ditanggulangi dengan cara-cara yang realistis tanpa harus dikait-kaitkan dengan norma, moral dan agama secara langsung.

Kita tunggu saja kiprah pemuka agama didikan COH ini: Apakah mereka mau mengajak masyarakat untuk menghindari perilaku berisiko tertular HIV? ***[Syaiful W. Harahap]***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun