Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

AIDS di Kalbar: Menunggu Peran Agamawan yang Konkret

21 Februari 2012   00:45 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:24 173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jumlah kasus kumulatif HIV/AIDS di Prov Kalimantan Barat (Kalbar) tercatat 4.040 yang terdiri atas 3.339 HIV dan 1.610 AIDS dengan 405 kematian. Dari jumlah itu HIV/AIDS terdeteksi pada 2.000 ibu rumah tangga (NU Peduli HIV/AIDS di Kalbar, www.equator-news.com, 20/2-2012).

Dengan kondisi penyebaran HIV/AIDS itu ternyata tidak ada langkah-langkah konkret untuk menanggulangi penyebaran HIV/AIDS di Kalbar. Bahkan, dalam peraturan daerah (Perda) No 2 Tahun 2009 tentang Pencegahan dan Penanggulangan HIV dan AIDS di Provinsi Kalimantan Barat sama sekali tidak ada pasal-pasal pencegahan dan penanggulangan yang konkret (Lihat: http://edukasi.kompasiana.com/2010/11/24/menakar-kerja-perda-aids-provinsi-kalimantan-barat).

Dikabarkan, Muskerwil PWNU Kalbar yang juga membahas masalah HIV/AIDS menghasilkan rekomendasi program peduli HIV/AIDS.

Sekretaris Eksekutif Komisi Penanggulangan AIDS (KPA), Syarif Fatah Al-Qadri, ’menawarkan’ langkah nyata pencegahan HIV/AIDS dari sudut pandang Islam yaitu meningkatkan pemahaman dan pengalaman keagamaan, meningkatkan ketahanan keluarga yang sehat dan bertanggung jawab. Kemudian, memberikan informasi yang benar kepada masyarakat mengenai HIV dan AIDS, agar masyarakat menerima dan tidak mendiskriminasikan ODHA dan OHIDHA.

Mengait-ngaitkan penularan HIV dengan pemahaman dan pengalaman keagamaan justru mendorong stigma (cap buruk) dan diskriminasi (perlakuan berbeda) terhadap orang-orang yang tertular HIV karena dikesankan mereka tertular HIV akibat tidak ada pemahaman dan pengalaman keagamaan.

Banyak istri yang tertular HIV dari suaminya, ada anak-anak yang tertular HIV dari ibunya, ada pula yang tertular melalui transfusi darah, serta jarum suntik pada penyalahgunaan narkoba (narkotik dan bahan-bahan berbahaya).

Jargon ’ketahanan keluarga yang sehat dan bertanggung jawab’ juga normatif. Apa alat ukur ’ketahanan keluarga yang sehat dan bertanggung jawab’ yang bisa mencegah penularan HIV? Lalu, siapa yang berwewenang mengukur ’ketahanan keluarga yang sehat dan bertanggung jawab’ yang bisa mencegah HIV/AIDS?

Disebutkan dalam berita: ”Epidemi HIV/AIDS ini harus dicarikan solusinya. Penanggulangannya harus secara bersama-sama termasuk alim-ulama.”

Pertanyaannya adalah: Apa solusi konkret yang ditawarkan?

Menurut Sekretaris Pengurus Pusat Rabithah Ma’had Islamiyah Nahdlatul Ulama, untuk mengurangi HIV/AIDS sekurang-kurangnya ada dua tindakan yang harus dilakukan, yaitu pencegahan dan penanggulangan.

Nah, apa (cara) pencegahan yang konkret yang direkomendasikan?

Ternyata tidak ada solusi yang realistis. Semua hanya berpijak pada moral sehingga solusi pun hanya bersifat normatif yang tidak bisa dijabarkan secara konkret sebagai cara penanggulangan HIV/AIDS yang realistis. ***[Syaiful W. Harahap]***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun