"Kota Ambon merupakan daerah yang rawan terhadap penyebaran HIV/AIDS, ....” Ini pernyataan Kepala Dinas Kesehatan Kota Ambon, Hans Liesay (HIV/AIDS di Ambon Capai 900 Kasus, 2 Balita juga Terinfeksi, detikNews, 26/01-2012).
Pernyataan ini mengesankan HIV/AIDS ‘menyerang’ Kota Ambon, Prov Maluku. Celakanya wartawan tidak bertanya: Mengapa Kota Ambon rawan penyebaran HIV/AIDS?
Kerawanan terhadap HIV/AIDS bukan tempat atau daerah, tapi al. karena perilaku seksual orang per orang.
Pertanyaannya adalah: Apakah ada laki-laki dewasa penduduk Kota Ambon, asli atau pendatang, yang melakukan hubungan seksual tanpa kondom, di dalam dan di luar nikah, dengan perempuan yang berganti-ganti atau dengan perempuan yang sering berganti-ganti pasangan, seperti pekerja seks komersial (PSK) di Kota Ambon atau di luar Kota Ambon?
Kalau jawabannya TIDAK, maka tidak ada penyebaran HIV melalui hubungan seksual. Penyebaran HIV di Kota Ambon terjadi melalui jarum suntik pada penyalahguna narkoba (narkotik dan bahan-bahan berbahaya), transfusi darah, perinatal, atau alat-alat kesehatan.
Tapi, kalau jawabannya YA, maka ada persoalan besar terkait dengan penyebaran HIV secara horizontal melalui hubungan seksual di dalam dan di luar nikah. Buktinya, disebutkan oleh Hans: "Penularan terbanyak melalui heteroseks, ....” Kasus HIV/AIDS yang terdeteksi pada balita juga menunjukkan penyebaran HIV secara horizontal yaitu dari suami ke istri.
Disebutkan bahwa kasus kumulatif HIV/AIDS di Kota sampai tahun 2011 mencapai 900 kasus. Dari jumlah ini HIV terdeteksi pada dua balita, serta 24 AIDS. Sayang, dalam berita tidak dirinci berapa kasus HIV dan AIDS, serta kematian terkait AIDS.
Dijelaskan oleh Hans: ” .... penderita Virus HIV yang merupakan virus yang dapat menyebabkan AIDS dengan cara menyerang sel darah putih yang bernama sel CD4 adalah kalangan remaja yang masih produktif dengan umur antara 20-29 tahun dengan jumlah kasus sebanyak 251 penderita untuk HIV dan 131 untuk AIDS, ....”
Dalam berita tidak dijelaskan mengapa banyak kasus HIV/AIDS terdeteksipda remaja dan bagaimana kasus-kasus HIV/AIDS pada remaja terdeteksi. Kalau saja wartawan bertanya kepada Hans tentulah pembaca mendapat gambaran yang realistis tentang penyebab mengapa banyak kasus HIV/AIDS terdeteksi pada remaja.
Disebutkan pula oleh Hans: “Atas kondisi yang dialami Kota Ambon maka ke depan harus dilakukan kerja keras dalam pencegahan dan penyebaran virus mematikan yang hingga saat ini belum ditemukan obatnya."
Dalam berita tidak ada penjelasan tentang langkah-langkah konkret yang akan dilakukan Pemkot Ambon, dalam hal ini Dinas Kesehatan Kota Ambon, dalam menanggulangi HIV/AIDS.
Selama panggulangan HIV/AIDS dibalut dengan moral, maka selama itu pula akan terus terjadi penyebaran HIV karena masyarakat tidak mengetahui cara-cara pencegahan HIV/AIDS yang konkret. Maka, Pemkot Ambon tinggal menunggu waktu ’memanen’ AIDS karena kasus-kasus yang tidak terdeteksi akan menjadi ’bom waktu’ ledakan AIDS di masa yang akan datang. ***[Syaiful W. Harahap]***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H