Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Menyibak Peran Perda AIDS Kab Pasuruan

14 Januari 2012   06:35 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:54 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penyebaran HIV/AIDS di Kab Pasuruan, Jawa Timur, mendorong Pemkab Pasuruan menerbitkan peraturan daerah (Perda), yaitu Perda No 4 Tahun 2010 tanggal 22 April 2010 tentang Penanggulangan HIV dan AIDS. Perda ini merupakan perda ke-47 dari 54 perda yang sudah ada di Indonesia.

Tapi, karena perda ini sama seperti perda-perda lain yang juga copy-paste maka tidak menukik ke akar persoalan. Pasal-pasal yang ditawarkan sama sekali tidak menyentuh akar persoalan terkait dengan penularan HIV. Dilaporkan kasus kumulatif HIV/AIDS di Kab Pasuruan sampai Desember 2011 mencapai 488 yang terdiri atas 245 HIV dan 243 AIDS dengan 84 kematian.

Lihat saja di pasal 13, disebutkan: Kegiatan pencegahan dilakukan sejalan dengan kegiatan promosi melalui komunikasi, informasi, dan edukasi dengan memperhatikan prinsip-prinsip pencegahan HIV dan AIDS yaitu: a. Tidak melakukan hubungan seksual bagi yang belum menikah;b. Hanya melakukan hubungan seksual dengan pasangan yang sah.

Pernyataan di ayat adan b jelas tidak konkret karena penularan HIV melalui hubungan seksual terjadi karena kondisi hubungan seksual (salah satu mengidap HIV dan laki-laki tidak memakai kondom setiap kali sanggama) bukan karena sfiat hubungan seksual (pranikah, di luar nikah, zina, melacur, jajan, seks bebas, homoseksual, dll.).

Disebutkan pula di pasal 13: Kegiatan pencegahan dilakukan sejalan dengan kegiatan promosi melalui komunikasi, informasi, dan edukasi dengan memperhatikan prinsip-prinsip pencegahan HIV dan AIDS yaitu:

e. Setiap penanggung jawab yang diduga berpotensi untuk terjadinya perilaku berisiko tertular HIV wajib: 1) Memasang media yang berisi informasi HIV dan AIDS dan NAPZA suntik;2) Memeriksakan kesehatan secara berkala bagi karyawan yang menjaditanggung jawabnya.

Perilaku berisiko tertular dan menularkan HIV bisa terjadi di mana saja di sembarang tempat, penginapan, losmen, hotel melati, hotel berbintang, rumah, kos-kosan, kontrakan, apartemen, taman, hutan, dll. Risiko penularan HIV terjadi jika ada hubungan seksual yang berisiko yaitu hubungan seksual tanpa kondom, di dalam dan di luar nikah, dengan pasangan yang berganti-ganti atau dengan yang sering berganti-ganti pasangan, seperti pekerja seks komersial (PSK) dan waria.

Andaikan pemeriksaan kesehatan berkala setiap tiga bulan, maka pada rentang waktu itu sudah banyak laki-laki yang tertular HIV dari pekerja di tempat-tempat yang menyediakan PSK langsung atau PSK tidak langsung (cewek bar, cewek diskotek, cewek pub, cewek disko, dll.).

Disebutkan pula di pasal 13: Kegiatan pencegahan dilakukan sejalan dengan kegiatan promosi melalui komunikasi, informasi, dan edukasi dengan memperhatikan prinsip-prinsip pencegahan HIV dan AIDS yaitu: f. Berkomitmen untuk menciptakan keluarga yang harmonis, penuh cinta dan kasih sayang. Tidak ada kaitan antara kelurga yang harmonis, penuh cinta dan kasih sayang dengan penularan HIV.

Di pasal 27 ayat 1 disebutkan: Masyarakat memiliki kesempatan yang sama untuk berperan serta dalam kegiatan penanggulangan HIV dan AIDS dengan cara, yaitu: a. Berperilaku hidup sehat, dan b. Meningkatkan ketahanan keluarga untuk mencegah penularan HIV dan AIDS.

Pernyataan pada huruf a di atas justru mendorong stigma (cap buruk) dan diskriminasi (perlakuan berbeda) kepada Odha (Orang dengan HIV/AIDS) karena dikesankan orang-orang yang mengidap HIV karena tidak berperilaku hidup sehat. Begitu pula dengan pernyataan pada huruf b mengesankan orang-orang yang tertular HIV karena tidak ada ketahanan pada keluarga mereka.

Pertanyaan yang sangat mendasar adalah: Apakah Pemkab Pasuruan, DPRD Pasuruan, tokoh agama dan tokoh masyarakat, ormas, LSM, dll. bisa menjamin tidak akan ada laki-laki dewasa penduduk Kab Pasuruan, asli atau pendatang, yang melakukan hubungan seksual tanpa kondom, di dalam dan di luar nikah, dengan pasangan yang berganti-ganti atau dengan yang sering berganti-ganti pasangan, seperti PSK dan waria, di wilayah Kab Pasuruan, di luar wilayah Kab Pasuruan, atau di luar negeri?

Kalau jawabannya YA, maka tidak ada persoalan. Tapi, kalau jawabannya TIDAK maka ada persoalan besar terkait dengan penyebaran HIV melalui hubungan seksual, di dalam dan di luar nikah, secara horizontal di masyarakat Pasuruan.

Celakanya, Perda AIDS Kab Pasuruan tidak memberikan jawaban yang konkret untuk menanggulangi penyebaran HIV. Maka, kasus-kasu HIV/AIDS yang tidak terdeteksi akan menjadi ’bom waktu’ ledakan AIDS di masa yang akan datang. ***[Syaiful W. Harahap]***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun