Biar pun informasi HIV/AIDS yang akurat sudah beredar luas, tapi tetap saja ada yang tidak berpijak pada fakta medis ketika berbicara tentang HIV/AIDS. Seperti Wakil Bupati Karawang, dr. Cellica, yang juga Ketua Komite Penanggulangan AIDS (KPA) Kab Karawang, ini: “Terlebih saat ini semakin marak orang melakukan hubungan seksual secara tidak halal, yang menjadi salah satu faktor penyebab meningkatnya HIV/AIDS.” (Pengidap HIV/AIDS di Karawang Mencapai 244 Orang, Pos Kota, 11/8-2011)
‘Hubungan seksual secara tidak halal’ adalah sifat hubungan seksual yang berpijak pada norma, moral dan agama. Penularan HIV melalui hubungan seksual (bisa) terjadi karena kondisi (saat) hubungan seksual (salah satu mengidap HIV dan laki-laki tidak memakai kondom) bukan karena sifat hubungan seksual (seks di luar nikah, melacur, ‘seks bebas’, ‘jajan’, dll.).
Kasus HIV/AIDS pertama kali terdeteksi di Kab Karawang tahun 1992. Data terakhir menunjukkan kasus kumulatif HIV/AIDS di Kab Karawang mencapai 244. Angka ini sendiri tidak menggambarkan kasus HIV/AIDS yang riil di masyarakat karena banyak orang yang sudah mengidap HIV/AIDS tapi tidak terdeteksi.
Disebutkan: ”Karawang merupakan salah satu daerah yang sangat strategis dalam penyebaran HIV/AIDS, karena letaknya yang berada diantara ibukota Jakarta dan Bandung.”
Lagi-lagi pemahaman yang tidak komprehensif tentang HIV/AIDS.
Pertama, tidak ada kaitan langsung antara letak geografis sebuah daerah dengan penularan HIV. Risiko tertular HIV tergantung pada perilaku seksual orang per orang.
Kedua, Jakarta dan Bandung pun akan mengatakan daerah mereka ’strategis dalam penyebaran HIV/AIDS’ karena letaknya dekat dengan Karawang.
Wakil bupati mengatakan: ”Untuk itu, mudah-mudahan upaya penanggulangan dan preventif HIV/AIDS kedepan dapat bisa terus kita lakukan.”
Namun, tidak dijelaskan langkah-langkah konkret yang akan dilakukan Pemkab Karawang untuk menanggulangi penyebaran HIV.
Beberapa pekerja seks komersial (PSK) asal Kab Karawang yang ’praktek’ di wilayah Prov Riau dan Prov Kepulauan Riau dipulangkan ke kampungnya karena terdeteksi mengidap HIV. Selama ini Pemkab Kab Karawang tidak pernah mendampingi PSK tsb. ketika sudah tiba di kampungnya.
Yang terjadi justru perlakuan-perlakuan yang tidak manusia terhadap mereka. Seperti yang dialami oleh Cici, nama samaran, yang dipulangkan ke Kec Tempuran (Lihat: http://edukasi.kompasiana.com/2010/12/07/derita-panjang-seorang-odha/).
Hal yang sama juga dialami oleh Cece, nama samaran, di Cibuaya. Keluarga Cici bercerai-berai karena ulah pejabat setempat yang memberikan data Cici kepada wartawan (Lihat: http://sosbud.kompasiana.com/2010/12/08/media-massa-menceraiberaikan-keluarga-kartam/).
Selain PSK yang dipulangkan, PSK asal Kab Karawang yang ’praktek’ di berbagai tempat di Indonesia juga bisa menjadi mata rantai penyebaran HIV ketika mereka pulang kampung. Yang bersuami akan menularkan HIV kepada suaminya. Ketika PSK kembali ke tempatnya ’praktek’, maka suaminya pun menyebarkan HIV kepada perempuan lain.
Penyebaran HIV di Karawang kian besar karena ada odha (orang denganHIV/AIDS) yang menjadi PSK. ”Kami tidak menangani odha lagi,” kata seorang aktivis LSM di Karawang. LSM yang semula mendampingi odha ini tidak aktif lagi karena dana sudah dialihkan ke lembaga lain (Lihat: http://edukasi.kompasiana.com/2011/01/15/ada-odha-yang-jadi-psk-di-kab-%E2%80%98goyang-karawang%E2%80%99-karawang/).
Begitu pula dengan TKI, terutama TKW, juga bisa menjadi mata rantai penyebaran HIV karena ada di antara mereka yang tertular HIV di negara tempatnya bekerja. Mereka bisa jadi korban perkosaan atau dijadikan ’istri’. Di beberapa negara tujuan TKI/TKW banyak kasus HIV/AIDS yang dilaporkan sehingga TKI/TKW berisiko tertular HIV melalui hubungan seksual, perkosaan atau dinikahi.
Selain itu praktek pelacuran di berbagai tempat di Kab Karwang pun diabaikan. Ada anggapan di Kab Karawang tidak ada (praktek) pelacuran karena tidak ada (lagi) lokalisasi pelacuran. Padahal, praktek pelacuran terjadi di berbagai tempat dalam berbagai bentuk di wilayah Kab Karawang.
Jika Pemkab Karawang tidak segera melakukan penanggulangan yang akurat, maka penyebaran HIV di Kab Karawang akan terus terjadi. ’Puncak’-nya kelak berupa ’ledakan AIDS’, sepertikasus yang terdeteksi pada ibu-ibu rumah tangga dan bayi. ***[Syaiful W. Harahap]***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H