”RSUP M Djamil Padang, Sumatera Barat, mencatat sejak delapan tahun terakhir, setidaknya 186 penderita virus mematikan HIV/AIDS yang masuk ke rumah sakit tersebut meninggal dunia.” (Sebanyak 186 pasien HIV/AIDS meninggal di RSUP Djamil Padang, ANTARA News, 30/11-2011).
Fakta tentang 186 kematian Odha (Orang dengan HIV/AIDS) di Padang itu tidak dibawa ke realitas sosial. Akibatnya, angka itu tidak bicara banyak.
Padahal, bertolak dari data bahwa kematian Odha terjadi pada masa AIDS yaitu antara 5 – 15 tahun setelah tertular HIV, maka pada rentang waktu itu 186 Odha itu sudah menularkan HIV kepada orang lain tanpa mereka sadari (Lihat Gambar).
Kalau di antara mereka ada yang beristri maka istrinya berisiko tertular HIV. Kalau istri mereka terttular HIV maka ada pula risiko penularan HIV kepada bayi yang mereka kandung.
Yang jadi persoalan besar adalah kalau di antara yang meninggal itu ada pekerja seks komersial (PSK). Bayangkan, jika satu malam seorang PSK meladeni tiga laki-laki maka dalam ada 3.600 -10.800 laki-laki (1 PSK x 3 laki-laki x 20 hari/bulan x 12 bulan x 5 tahun/15 tahun) yang berisiko tertular HIV.
Disebutkan juga: ’ .... virus mematikan HIV/AIDS’. Ini ngawur karena HIV atau AIDS tidak mematikan. Kematian pada Odha terjadi karena penyakit lain yang muncul pada masa AIDS, disebut infeksi oportunistik seperti diare, TB, dll. Penyakit inilah yang mematikan.
Sayang, narasumber di rumah sakit tidak menyebutkan penyakit penyebab kematian Odha. Bisa juga wartawan tidak bertanya karena tidak memahami HIV/AIDS secara benar.
Dikabarkan sejak tahun 2003 sampai sekarang sudah 639 penderita HIV/AIDS dirujuk ke RSUP M. Djamil Padang. Sedangkan yang mengambil obat antiretroviral (ARV) antara 100 sampai 110 orang tiap bulan.
Menurut Direktur Utama RSUP M.Djamil Padang, Aumas Pabuti, pihak rumah sakit mulai mengumpulkan data kasus HIV/AIDS sejak tahun 2003, yang pada awalnya hanya insidentil. Tapi, kasus terus meningkat dibentuklah satu tim untuk menangani kasus tsb.
Dengan 639 kasus kumulatif HIV/AIDS bukanlah hal yang bisa dianggap sepele karena akan terus terjadi penularan HIV. Selain itu kasus yang terdeteksi (639) tidak menggambarkan kasus yang sebenarnya di masyarakat. Jika Pemprov Sumbar tidak melakukan langkah-langkah yang konkret untuk menanggulangi penyebaran HIV, maka tidak tertutup kemungkinan akan terjadi ’ledakan AIDS’ karena kasus-kasus yang tidak terdeteksi menjadi ’bom waktu’ yang akan meledak antara 5 – 10 tahun ke depan. ***[Syaiful W. Harahap]***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H