Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Penanggulangan HIV/AIDS di Kota Batam, Kepri, Tidak Konkret

2 November 2011   01:17 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:10 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tanggapan berupa antisipasi terhadap penyebaran HIV di Kota Batam, Prov Kepulauan Riau (Kepri) yang mewajibkan pekerja tempat hiburan menjalani tes IMS (infeksi menular seksual, seperti sifilis, GO, klamidia, virus hepatitis B, dll.) tetap tidak menyentuh akar persoalan.

Dikabarkan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Batam mewajibkan setiap pekerja tempat hiburan yang berisiko tertular HIV untuk menjalani tes IMS secara rutin (Antisipasi IMS, Pekerja Hiburan Wajib di Periksa, Tribun Batam, 1/11-2011).

Terkait dengan kebijakan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Batam ada beberapa hal yang luput dari perhatian, yaitu:

Pertama, penyebutan ‘pekerja tempat hiburan’ tidak menggambarkan risiko mereka terkait dengan penularan IMS dan HIV/AIDS. Jika dikaitkan dengan penularan IMS dan HIV/AIDS, maka pada prakteknya mereka adalah pekerja seks komersial (PSK). Tapi, karena tempat-tempat hiburan itu tidak diklassifikasikan sebagai lokasi atau lokalisasi pelacuran, maka PSK di tempat-tempat hiburan itu disebut PSK tidak langsung.

Kedua, mobilitas tinggi PSK tidak langsung sangat tinggi. Artinya, ’pekerja tempat hiburan’ itu akan berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain atau dari satu kota ke kota lain. Jika tes IMS rutin dilakukan setiap bulan, maka bisa saja sudah terjadi pergantian pekerja di tempat hiburan itu. Pekerja yang pindah tidak sempat dites, tapi dia sudah tertular IMS atau HIV atau dua-duanya sekaligus dan sudah menularkan IMS atauHIV atau dua-dunya sekaligus kepada pelanggannya.

Ketiga, yang menularkan IMS atau HIV atau dua-duanya sekaligus kepada pekerja tempat hiburan adalah laki-laki penduduk lokal, asli atau pendatang, yang dalam kehidupan sehari-hari bisa sebagai seorang suami, lajang, duda, atau remaja. Mereka inilah yang menjadi mata rantai penyebaran IMS atau HIV atau dua-duanya sekaligus di masyarakat, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.

Keempat, pekerja tempat hiburan yang tertular IMS atau HIV atau dua-duanya sekaligus dari laki-laki penduduk lokal, asli atau pendatang, akan menularkan IMS atau HIV atau dua-duaya sekaligus kepada laki-laki pelanggannya yang merupakan penduduk lokal, asli atau pendatang. Laki-laki yang tertular IMS atau HIV atau dua-duanya sekaligus dalam kehidupan sehari-hari bisa sebagai seorang suami, lajang, duda, atau remaja. Mereka inilah yang menjadi mata rantai penyebaran IMS atau HIV atau dua-duanya sekaligus di masyarakat, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.

Kelima, rentang waktu masa antar tes merupakan waktu bagi pekerja tempat hiburan yang mengidap IMS atau HIV atau dud-duanya menularkan IMS atau HIV atau dua-duanya sekaligus kepada laki-laki pelanggan yang mengencani mereka tanpa memakai kondom.

Maka, langkah Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Batam itu sama sekali tidak menyelesaikan masalah karena risiko tertular dan menularkan IMS atau HIV atau dua-duanya sekaligus dari laki-laki ke pekerja tempat hiburan atau sebaliknya tetap ada. Risiko itu ada karena tidak ada ketentuan yang mewajibkan laki-laki ’hidung belang’ memakai kondom jika sanggama dengan pekerja tempat hiburan.

Pemkot Batam tidak mau membuka mata melihat keberhasilan Thailand untuk menurunkan insiden infeksi HIV baru di kalangan laki-laki dewasa melalui hubungan seksual dengan PSK di lokalisasi pelacuran dan rumah bordir. Thailand menjalankan program ’wajib kondom 100 persen’ di lokalisasi pelacuran dan rumah bordir.

Pemantauan program tsb. dilakukan dengan survailans tes IMS secara rutin terhadap PSK. Ini seperti yang akan dilakukan Batam. Bedanya adalah Thailand menerapkan wajib kondom, sedangkan Pemkot Batam tidak mempunyai program pencegahan yang konkret terkait denan risiko penyebaran IMS atau HIV atau dua-duanya sekaligus dari laki-laki ke pekerja tempat hiburan dan sebaliknya.

Langkah Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Batam itu sama sekali tidak mendukung penanggulangan penyebaran IMS atau HIV atau dua-duanya sekaligus. Begitu juga dengan peraturan daerah (perda) penanggulangan AIDS yang diterbitkan oleh Pemprov Kepri juga sama sekali tidak menawarkan cara-cara penanggulangan yang konkret (Lihat: http://sosbud.kompasiana.com/2010/11/24/menakar-efektivitas-perda-aids-provinsi-kepulauan-riau/).

Maka, Pemkot Batam tinggal menunggu waktu ’ledakan AIDS’ karena penyebaran HIV terus terjadi di masyarakat. ***[Syaiful W. Harahap]***

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun