Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Di Bali Kafe ‘Menyebarkan’ HIV/AIDS

28 Juli 2011   15:21 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:17 863
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gubernur Bali Made Mangku Pastika berupaya menekan penyebaran HIV dan AIDS dengan menjadwalkan mengeluarkan Perda atau Pergub tentang keberadaan kafe di wilayah Pulau Dewata (Penderita AIDS Meningkat, Bali Keluarkan Perda Kafe, KRjogja.com, 28/7-2011).

Rupanya, kasus di Kab Jembrana. yang disebutkan ada pengidap HIV/AIDS mengaku setelah ‘main’ dengan ‘cewek kafe’ dia sakit-sakitan menjadi perhatian besar di Bali. Padahal, ada beberapa pertanyaan terkait dengan pengakuan odha (orang dengan HIV/AIDS) tsb. (Lihat: http://regional.kompasiana.com/2011/07/26/aids-di-kab-jembrana-bali-%E2%80%98cewek-kafe%E2%80%99-sebagai-%E2%80%98kambing-hitam%E2%80%99/).

Pertanyaan yang paling mendasar adalah: Apakah di kafe-kafe itu tersedia ruangan atau kamar untuk melakukan hubungan seskual?

Kalau jawabannya YA, maka hal itu sudah melanggar hukum karena Indonesia tidak melegalkan pelacuran.

Kalau jawabannya TIDAK, maka pengakuan odha di Kab Jembrana Itu perlu diuji kebenarannya: Apakah ybs. tidak pernah melakukan hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah di luar wailayah Kab Jembarana?

Disebutkan oleh gubernur: ” .... diduga kafe menjadi salah satu tempat penularan penyakit mematikan itu.," Pernyataan ini jelas tidak akurat, karena:

Kafe tidak menyimpan (virus) HIV sehingga tidak mungkin kafe itu menularkan HIV kepada tamu. Maka, kafe bukan tempat atau sumber penularan HIV.

HIV dan AIDS bukan penyakit. HIV adalah virus dan AIDS adalah istilah untuk suatu kondisi odha setelah tertular antara 5-15 tahun.

HIV dan AIDS bukan penyakit mematikan. Kematian pada odha terjadi di masa AIDS karena penyakit lain, disebut infeksi oportunistik, seperti diare, TB, dll.

Kalau ada laki-laki penduduk Bali, asli atau pendatang, yang tertular HIV karena sanggama tanpa kondom dengan ’cewek kafe’ maka itu terjadi karena ada ’cewek kafe’ mengidap HIV. Tapi, perlu diingat adalah bisa saja terjadi yang menularkan HIV kepada ’cewek kafe’ justru laki-laki lokal.

Pertanyaan selanjutnya: Apakah di Bali ’cewek kafe’ lebih banyak daripada pekerja seks komersial (PSK), baik PSK langsung (PSKdi lokasi dan lokalisasi pelacuran, losmen, hotel melati dan hotel berbintang, serta di tempat-tempat hiburan malam), dan PSK tidak langsung (‘cewek bar’, ‘cewek disko’, ‘anak sekolah’, ‘mahasiswi’, ‘cewek SPG’, ‘ibu-ibu rumah tangga’, selingkuhan, WIL, dll.)?

Pemprov Bali, pemkot dan pemkab-pemkab di Bali menepuk dada dengan mengatakan di daerahnya tidak ada lokalisasi pelacuran. Tapi, apakah mereka bisa menjamin di daerahnya sama sekali tidak ada praktek pelacuran, baik melibatkan PSK langsung atau PSK tidak langsung?

Pemprov Bali memang menutup sebuah lokasi pelacuran berupa barak di Denpasar, tapi di Sanur ada rumah yang dijadikan sebagai tempat pelacuran. Selain itu: Apakah di hotel-hotel berbintang di Bali tidak ada praktek pelacuran?

Disebutkan dalam berita: ”Seperti diketahui, penularan terbesar virus HIV/AIDS di beberapa wilayah Bali, diduga terbanyak bermula dari perilaku penderita yang pernah berhubungan seksual dengan cewek kafe atau wanita pelayan tempat hiburan.”

Kapan, sih, kafe-kafe muncul di Bali? Tahun 1995 Pemprov Bali sudah melaporkan 22 kasus HIVdan 11 AIDS. Odha yang sudah masuk masa AIDS itu tertular antara tahun 1980 dan 1990. Bahkan, tahun 1998 seorang penduduk Indonesia meninggal di RS Sanglah dengan penyakit terkait AIDS.

Apakah orang-orang yang terdeteksi HIV di Bali hanya melakukan sanggama tanpa kondom dengan ‘cewek kafe’?

Perilaku sebagian laki-laki muda Bali yang memilih ‘menikah’ dengan perempuan ‘bule’ tentu perlu juga diperhitungkan.

Selain itu praktek pelacuran yang melibatkan PSK langsung dan PSK tidak langsung pun harus dipertimbangkan dalam menyikapi penyebaran HIV di Bali.

Juga perilaku sebagian laki-laki dewasa di luar Bali. Di kalangan laki-laki dewasa di Bali ada kelakar: ‘mau pipis ke Banyuwangi’ (kota di ujung P Jawa yang berhadapan langsung dengan pelabuhan Ketapang, Bali).

Disebutkan pula: “ .... bahkan sudah menyebar di kalangan pelajar (maksudnya HIV/AIDS-pen.).” HIV/AIDS tidak menyebar tapi laki-laki yang menyebarkan HIV ke PSK dan ‘cewek kafe’ serta pasangan seksnya, seperti istri, pacar, simpanan, gundik, WIL, dll.

Gubernur Pastika mengatakan: “ .... membina perilaku para pelajar untuk menghindari kegiatan atau tindakan yang beresiko, seperti berhubungan seksual di luar nikah dan berganti-ganti pasangan.”

Pernyataan itu merupakan mitos (anggapan yang salah) karena penularan HIV melalui hubungan seksual bukan karena sifat hubungan seksual (di luar nikah dan berganti-ganti pasangan), tapi karena kondisi hubungan seksual (salah satu mengidap HIV dan laki-laki tidak memakai kondom).

Di Bali sendiri sudah ada tujuh peraturan daerah (perda) tentang penanggulangan HIV/AIDS, yaitu: Pemprov Bali, dan Kabupaten: Badung, Bangli, Buleleng, Gianyar, Jembarana dan Klungkung. Tapi, karena perda itu dibuat dengan semangat moral maka pasal-pasal yang muncul pun normatif sehingga tidak menyentuh akar persoalan (Lihat: http://edukasi.kompasiana.com/2010/11/30/menguji-perda-aids-bali/).

Yang perlu dilakukan adalah intervensi pemerintah terhadap perilaku seksual laki-laki dewasa yaitu mewajibkan setiap orang untuk memakai kondom jika:

(a). Melakukan hubungan seksual tanpa kondom, di dalam dan di luar nikah, dengan pasangan yang berganti-ganti di Bali di luar Bali atau di luar negeri.

(b). Melakukan hubungan seksual tanpa kondom, di dalam dan di luar nikah, dengan yang sering berganti-ganti pasangan, seperti PSK langsung dan PSK tidak langsung serta perempuan pelaku kawin-cerai di Bali di luar Bali atau di luar negeri.

Selama akar persoalan penyebaran HIV tidak disentuh dengan konkret, maka selama itu pula HIV menyebar. Maka, perkiraan P Bali akan jadi ’pulau AIDS’ sangat mungkin (Lihat: http://regional.kompasiana.com/2011/05/25/selamatkan-p-bali-agar-tidak-jadi-%E2%80%98pulau-aids%E2%80%99/).

Penanggulangan dengan cara-cara normatif tidak akan menyelesaikan penyebaran HIV di Bali. ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun