Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

AIDS di Blora, Jateng, Menyasar Napi dan PSK

21 Juli 2011   22:27 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:29 215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Untuk mengetahui jumlah dan penyebaran HIV/AIDS di Kab Blora, Jawa Tengah (Jateng), Dinas Kesehatan (Dinkes) Kab Blora melakukan survailans tes HIV terhadap  yang disebut sebagai kelompok masyarakat yang rentan terkena penyakit menular seksua, yaitu  warga binaan (narapidana dan tahanan, Red), Rumah Tahanan Negara (Rutan) Blora dan para pekerja seks komersial (PSK) di sejumlah lokasi di Blora (Risiko Tinggi, Napi dan PSK di Blora Jalani Tes HIV/AIDS,  suaramerdeka.com, 21/7-2011).

Tapi, ada fakta yang luput dari perhatian yaitu:

(a). Laki-laki yang menularkan HIV kepada PSK. Dalam kehidupan sehari-hari mereka ini bisa sebagai seorang suami, pacar, selingkuhan, duda, lajang atau remaja. Merekat ini menjadi mata rantai penyebaran HIV secara horizontal di masyarakat, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.

(b). Laki-laki yang tertular HIV dari PSK. Dalam kehidupan sehari-hari mereka ini bisa sebagai seorang suami, pacar, selingkuhan, duda, lajang atau remaja. Merekat ini menjadi mata rantai penyebaran HIV secara horizontal di masyarakat, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.

Penyebaran HIV yang terjadi karena (a) dan (b) bisa dilihat dari kasus HIV/AIDS yang terdeteksi pada ibu-ibu rumah tangga. Nah, kalau saja Dinkes Blora lebih arif maka untuk melihat penyebaran HIV adalah dari kasus HIV/AIDS yang terdeteksi pada ibu rumah tangga.

Tapi, karena selama ini yang dihujat sebagai biang keladi penyebaran HIV adalah PSK, maka mereka terus menjadi bulan-bulanan tapi mengabaikan laki-laki penular. Itu pulalah yang ada dalam peraturan daerah (Perda) AIDS yang dikeluarkan oleh Pemprov Jateng. Perda ini mengabaikan laki-laki sebagai penyebar HIV (Lihat: http://sosbud.kompasiana.com/2011/02/13/perda-aids-prov-jawa-tengah-mengabaikan-risiko-penularan-hiv-di-lokasi-pelacuran/).
Dikabarkan: " .... tahun lalu, warga di Blora yang mengidap HIV/AIDS sebanyak 11 orang. Yakni, warga binaan rutan sebanyak empat orang, sedangkan dari kalangan PSK tujuh orang." Pernyataan ini tidak akurat karena yang terdeteksi adalah napi dan PSK.

Warga Blora yang berisiko tertular HIV adalah laki-laki 'hidung belang' yang melakukan hubungan seksual tanpa kondom dengan PSK yang terdeteksi HIV melalui survailans dimaksud. Jika 1 PSK meladeni 3 laki-laki setiap malam, maka 21  (7 PSK x 3 laki-laki/malam) laki-laki warga Blora yang berisiko tertular HIV.

Hasil tes HIV yang reaktif pada survailans tes HIV pada PSK itu menunjukkan minimal mereka sudah tertular HIV tiga bulan. Maka, sebelum 7 PSK itu terdeteksi positif maka sudah ada 1.26o  (7 PSK x 3 laki-laki/malam x 20 hari/bulan x 3 bulan) laki-laki warga Blora yang berisiko tertular HIV. Kalau 7 PSK itu masih beroperasi sepanjang tahun di Blora maka laki-laki warga Blora yang berisiko tertular HIV menjadi 15.120 orang.

Celakanya, fakta inilah yang sering luput dari perhatian sehingga penyebaran HIV terus terjadi. Kalau saja Dinkes Blora melihat realitas ini maka yang dilakukan adalah survailans tes HIV rutin terhadap perempuan hamil. Langkah ini konkret untuk melihat penyebaran HIV dan sekaligus mencegah penularan HIV dari-ibu-ke-bayi yang dikandungnya.

Disebutkan: "Dari hasil serro survey nantinya akan dapat diketahui besarnya masalah HIV/AIDS, sehingga dapat dilakukan  pencegahan dini bagi seluruh masyarakat."  Sayang, dalam berita tidak dijelaskan langkah konkret sebagai 'pencegahan dini bagi seluruh masyaakat'.

Yang perlu dilakukan Dinkes Blora adalah melokalisir pelacuran melalui regulasi sehingga bisa diterapkan program 'wajib kondom 100 persen' terhadap laki-laki 'hidung belang'. Tapi, karena lokalisasi pelacuran ditutup maka praktek pelacuran pun tersebar luas sehingga tidak bisa dikontrol. ***

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun