Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

1 Juta Kondom untuk Menekan Penyebaran HIV/AIDS di Kab Tangerang, Banten

16 Juni 2011   22:55 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:27 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dengan kasus kumulatif HIV/AIDS 612, yang terdiri atas 445 HIV dan 167 AIDS Pemkab Tangerang mulai kelabakan. Hal ini dapat dilihat dari cara yang dilakukan untuk menekan laju penyebaran HIV di wilayah itu. Langkah yang dilakukan adalah: “Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang menyiapkan layanan alat suntik steril dan menyebarkan 1 juta kondom gratis ke sejumlah titik lokasi prostitusi.” (Cegah HIV/AIDS, Tangerang Sebar 1 Juta Kondom,   TEMPO Interaktif, 15/6-2011).

Menurut Kepala Dinas Kesehatan Kab Tangerang, Naniek Isnaeni, faktor risiko (mode of transmission) HIV/AIDS di wilayahnya karena ’seks bebas’ dan jarum suntik pada penyalahguna narkoba (narkotik dan bahan-bahan berbahaya).

’Seks bebas’ yang dimaksud Naniek adalah hubungan seksual dengan pekerja seks komersial (PSK) di beberapa lokasi pelacuran yang dikabarkan marak di wilayah Kab Tangerang.

Ada pula pernyataan: ’ .... maraknya lokasi prostitusi liar yang ada di Kabupaten Tangerang dan diduga menjadi penyumbang terbesar penularan virus tersebut.’ (www.mediaindonesia.com, 15/6-2011).

Pernyataan ini tidak akurat karena yang menyebarkan HIV adalah laki-laki ’hidung belang’ penduduk lokal yang bisa saja tertular di luar wilayah Kab Tangerang. Laki-laki ini dalam kehidupan sehari-hari bisa sebagai seorang suami, pacar, selingkuhan, duda, lajang atau remaja. Laki-laki inilah yang menularkan HIV kepada PSK. Dan ada pula laki-laki lain yang tertular HIV dari PSK. Mereka itulah yang menjadi mata rantai penyebaran HIV di masyarakat. Kasus HIV/AIDS yang terdeteksi pada ibu-ibu rumah tangga merupakan bukti perilaku laki-laki tsb.

Langkah yang dilakukan Dinkes Kab Tangerang ini tentu saja ’bak menggantang asap’ karena fakta menunjukkan laki-laki ’hidung belang’ tidak mau memakai kondom. Program kondom untuk mencegah penularan HIV melalui hubungan seksual di lokasi pelacuran merupakan cara yang efektif di Thailand. Program yang dikenal sebagai ’wajib kondom 100 persen’ bagi laki-laki dewasa yang melakukan hubungan seksual dengan PSK di lokasi pelacuran menurunkan insiden infeksi HIV baru.

Tapi, program itu berjalan bukan seperti cara yang dilakukan oleh Dinkes Kab Tangerang yaitu menyebarkan kondom. Thailand menerapkannya dengan cara yang sistematis. Germo atau mucikari diberikan izin usaha dengan berbagai persyaratan dengan sanksi yang keras.

Secara rutin dilakukan survailans tes IMS (infeksi menular seksual, seperti sifilis, GO, klamidia, hepatitis B, dll.) terhadap PSK. Jika ada PSK yang terdeteksi mengidap IMS maka germo menerima sanksi mulai dari teguran sampai pencabutan izin usaha.

Langkah konkret itu dilakukan Thailand karena fakta menunjukkan posisi tawar PSK terhadap laki-laki ’hidung belang’ sangat lemah. Laki-laki akan memakai tangan germo untuk memaksa PSK meladeninya tanpa kondom. Maka, yang diberikan sanksi hukum adalah germo bukan PSK. Ini cara yang masuk akal.

Maka, cara yang dilakukan oleh KPA Kab Merauke, Papua, yang menghukum PSK tentu tidak masuk akal terkait dengan penyebaran HIV karena 1 PSK dipenjarakan maka ada 100 PSK (baru) yang menggantinya. Selain itu laki-laki yang menularkan IMS atau HIV atau dua-duanya sekaligus kepada PSK yang ditangkap itu justru tetap menjadi mata rantai penyebaran HIV di masyarakat, baik kepada istrinya, pacarnya, selingkuhannya tau PSK lain.

Kekhawatiran besar yang terjadi terhadaplaki-laki ’hidung belang’ di Kab Tangerang adalah mereka sudah termakan promosi tentang sunat yang dikabarkan bisa mencegah penularan HIV melalui hubungan seksual (Lihat: http://edukasi.kompasiana.com/2011/06/03/kondom-lateks-vs-%E2%80%98kondom-alam%E2%80%99-sunat/).

Belakangan ini Badan Kesehatan Sedua (WHO) adan UNAIDS (badan khusus PBB yang menanganni HIV/AIDS) mempromosikan sunat sebagai ’alat’ untuk mencegah penularan HIV. Akibatnya, laki-laki yang sudah disunat merasa dirinya sudah memakai kondom (alam). Inilah yang dikhawatirkan terjadi karena dengan kondom lateks pun yang menutupi seluruh penis tidak ada jaminan 100 persen terlindung dari HIV. Apalagi, sunat yang hanya melindungi bagian kepala penis tentu risiko tertular akan lebih besar karena batang penis tidak terlindungi.

Disebutkan: ”Dari survei yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang, dalam satu hari rata-rata pekerja seks komersial (PSK) melayani lima sampai tujuh pria hidung belang.” Ini kabar buruk untuk istri-istri di Kab Tangerang karena setiap hari ada 5.000 – 7.000 laki-laki pelanggan PSK yang berisiko tinggi tertular HIV.

Kadis Kesehatan Kab Tangerang, mengatakan: . "Kami juga sudah membuat pos-pos yang menyediakan kondom.” Ini tidak ada manfaatnya karena laki-laki ’hidung belang’ tidak mau memakai kondom dan PSK tidak mampu menolak laki-laki yang tidak memakai kondom.

Maka, yang diperlukan bukan hanya sekedar menyebarkan 1 juta kondom, tapi membuat regulasi seperti yang dilakukan di Thailand. Pemprov Banten sudah menelurkan peraturan daerah (Perda) penanggulangan HIV/AIDS, tapi penanggulangan hanya mengedepankan moral sehingga tidak menyentuh akar persoalan (Lihat: http://edukasi.kompasiana.com/2011/05/05/perda-aids-prov-banten-menanggulangi-aids-dengan-pasal-pasal-normatif/).

Jika Pemkab Tangerang tidak melakukan langkah-langkah yang konkret dalam menanggulangi penyebaran HIV, maka selama itu pula penyebaran HIV akan terus terjadi. Suatu saat kasus-kasus HIV/AIDS yang tidak terdeteksi akan menjadi ’bom waktu’ ledakan AIDS. ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun