Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

AIDS: Menyelamatkan Jutaan Bayi dari Risiko Tertular HIV

19 Mei 2011   22:02 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:27 219
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Jumlah laki-laki ‘hidung belang’ yang menjadi pelanggan pekerja seks komersial (PSK) di Indonesia diperkirakan mencapai 1,6 juta. Mereka ini adalah laki-laki beristri. Karena pemakaian kondom pada hubungan seksual dengan PSK sangat rendah, maka risiko penularan HIV terhadap 1,6 juta laki-laki tsb. sangat tinggi. Maka: “Jutaan bayi di Indonesia berpotensi tertular HIV/AIDS dari ibunya apabila tidak ada upaya serius dari semua pihak untuk melakukan pencegahan.” (Jutaan Bayi di Indonesia Berpotensi Terinfeksi HIV/AIDS, ANTARA, 18/5-2011).

Ibu-ibu rumah tangga yang sudah terdeteksi mengidap HIV/AIDS sampai Maret 2011 mencapai 2.160. Kasus HIV/AIDS pada ibu-ibu rumah tangga ini pun akhirnya ‘bermuara’ pada bayi yang mereka kandung karena ada risiko penularan secara vertikal selama di kandungan, ketika melahirkan atau pada waktu menyusui dengan air susu ibu (ASI).

Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (KPAN), Nafsiah Mboi, mengatakan: “ ….ibu rumah tangga merupakan kalangan terinfeksi HIV/AIDS tertinggi dari kalangan perempuan di Indonesia saat ini, jauh melebihi penjaja seks yang jumlahnya hanya mencapai 457.” Sampai Maret 2011 sudah dilaporkan kasus 245 kasus AIDS pada anak usia di bawah 1 tahun.

Celakanya, yang bisa dilakukan pemerintah, dalam hal ini KPAN, hanya penangangan di hilir yang disebut sebagai langkah strategis. Langkah tersebut adalah pelatihan bagi petugas kesehatan dan penambahan fasilitas pengobatan bagi balita yang terinfeksi HIV/AIDS pada sejumlah rumah sakit di beberapa daerah yang dianggap berprevalensi tinggi.

Kalau saja Indonesia mau menoleh ke Malaysia tentulah risiko penularan HIV dari-ibu-ke-bayi dapat ditanggulangi. Malaysia menjalankan survailans tes HIV rutin terhadap perempuan hamil. Seperti diketahui jika seorang perempuan hamil ditangani secara medis, al. dengan pemberian obat antiretroviral (ARV) maka risiko penularan ditekan sampai di bawah delapan persen. Jika tidak memakai ARV maka risiko mencapai 30 persen.

Langkah lain yang bisa dilakukan pemerintah adalah dengan intervensi terhadap perilaku laki-laki ‘hidung belang’ yaitu dengan program ‘wajib kondom 100 persen’ pada hubungan seksual antara laki-laki dewasa dengan PSK di lokalisasi pelacuran dalam gambar ditunjukkan dengan garis panah putus-putus (Lihat Gambar).

[caption id="attachment_109154" align="aligncenter" width="509" caption="Risiko Penularan HIV dari 1,6 Juta Laki-laki Hidung Belang"][/caption]

Program itu sudah berhasil di Thailand. Celakanya, program itu diadopsi dalam 45 peraturan daerah (Perda) penanggulangan AIDS di Indonesia tapi dengan ‘setengah hati’. Dalam perda-perda itu tidak ada cara pemantauan yang konkret.

Selain itu pemerintah daerah di Indonesia pun ramai-ramai menutup lokalisasi pelacuran, tapi pada saat yang sama tanpa dihiraukan praktek pelacuran merajalela (Lihat: http://edukasi.kompasiana.com/2010/11/08/menutup-lokalisasi-pelacuran-membuka-praktek-pelacuran-baru-di-jawa-timur/).

Jika pemerintah tidak melakukan intervensi pada laki-laki di lokalisasi pelacuran, maka langkah berikutnya adalah intervensi terhadap suami-suami yang perilakunya berisiko tertular HIV, yaitu:

(a). Laki-laki dewasa yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa kondom, di dalam dan di luar nikah, dengan pasangan yang berganti-ganti.

(b). Laki-laki dewasa yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa kondom, di dalam dan di luar nikah, dengan yang sering berganti-ganti pasangan, seperti pekerja seks komersial (PSK) langsung (PSK di jalanan, cafe, pub, tempat hiburan, panti pijat, lokasi dan lokalisasi pelacuran, losmen, hotel melati dan hotel berbintang) dan PSK tidak langsung (’anak sekolah’, ’mahasiswi’, ’cewek SPG’, ’cewek pemijat’, ’ibu-ibu rumah tangga’, ’ABG;, dll.), serta perempuan pelaku kawin-cerai.

Langkah terakhir adalah intervensi pada perempuan hamil yaitu menerapkan pencegahan dari-ibu-ke-bayi yang kandungnya. Tentu saja harus ada mekanisme yang konkret untuk mendeteksi kasus HIV/AIDS pada perempuan hamil.

Jika pemerintah tidak segera melakukan intervensi, maka jutaan bayi yang akan lahir berisiko tertular HIV. Pada giliranya bayi-bayi itu akan menjadi beban pemerintah karena membutuhkan obat-obatan dan biaya perawatan. ****

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun