Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Lokalisasi Pelacuran di Jawa Timur Ditutup: Laki-laki Hidung Belang (Bisa) Melacur di Luar Jawa Timur

18 April 2011   23:38 Diperbarui: 15 Juli 2022   20:25 560
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Wacana untuk menutup semua lokalisasi pelacuran di wilayah Prov Jawa Timur (Jatim) terus bergulir. Dikabarkan penutupan itu terkait dengan penyebaran HIV/AIDS di Jatim. Ini tidak akan berhasil karena perilaku berisiko tertular HIV bisa saja dilakukan laki-laki ‘hidung belang’ di luar Jatim atau di luar negeri. Kasus kumulatif HIV/AIDS di Jatim dikabarkan mencapai 3.500.

Kepastian penutupan lokaliasi di Jatim disampaikan oleh Wakil Gubernur Jawa Timur, Saifullah Yusuf, setelah rapat dengan Komisi Penanggulangan HIV/AIDS (KPA) Prov Jatim. Disebutkan Pemprov Jatim manergetan tahun 2016 semua lokalisasi di Jatim sudah ditutup (Tahun 2016, Seluruh Lokalisasi di Jawa Timur Akan Ditutup, TEMPO Interaktif, 6/4-2011). 

Pemprov Jatim sendiri sudah menerbitkan Perda penanggulangan AIDS yaitu Perda No 5 Tahun 2004 sebagai perda keempat dari 45 perda sejenis di Indonesia. Tapi, karena tidak ada pasal yang konkret untuk menanggulangi epidemi HIV maka perda itu pun hanya menjadi hiasan lemari arsip.

Baca juga: Menyibak Kiprah Perda AIDS Jatim

Menurut Gus Ipul, panggilan akrab Saifullah Yusuf, salah satu alasan penutupan adalah terus meningkatnya jumlah penderita HIV/AIDS yang saat ini Jatim. Jika dikaitkan dengan penyebaran HIV, maka penutupan lokaliasi sama sekali tidak banyak membantu upaya penanggulangan HIV/AIDS di Jatim khususnya dan di Indonesia umumnya. 

Lihat saja di Arab Saudi yang menjadikan agama dan kitab suci sebagai UUD sehingga tidak ada lokaliasi pelacuran dan hiburan malam tetap saja ada kasus AIDS. Data terakhir menunjukkan sudah terdeteksi 15.000 lebih kasus AIDS di negara itu (Lihat: http://www.aawsat.com/english/news.asp?section=1&id=21216). 

Pertama, biar pun tidak ada lokasisasi di Jatim yang kasat mata hal itu tidak menjamin bahwa di Jatim tidak ada praktek pelacuran yang melibatkan pekerja seks komersial (PSK) secara terselubung di berbagai tempat.

Kedua, laki-laki yang menularkan HIV kepada PSK yang tidak terdeteksi menjadi mata rantai penyebaran HIV secara horizontal selama belum terdeteksi. 

Ketiga, laki-laki yang tertular HIV dari PSK juga akan menjadi mata rantai penyebaran HIV secara horizontal selama belum terdeteksi. 

Keempat, laki-laki ’hidung belang’ penduduk Jatim bisa saja melakukan perilaku berisiko tertular HIV, yaitu melakukan hubungan seksual tanpa kondom dengan PSK di luar Jatim atau di luar negeri. Yang tertular di luar Jatim atau di luar negeri akan menjadi mata rantai penyebaran HIV di Jatim (Lihat Gambar). 

"Fenomena Penutupan Lokalisasi Pelacuran dan Penyebaran HIV di Jatim"  

13031698341015592835
13031698341015592835


Kelima, praktek pelacuran yang melibatkan PSK tidak langsung yaitu ’anak ABG’, ‘cewek bar’, ‘cewek disko’, ‘anak sekolah’, ‘mahasiswi’, ‘cewek SPG’, ‘ibu-ibu rumah tangga’, selingkuhan, dan wanita idaman lain (WIL). Di Sulawesi Selatan dikabarkan PSK tidak langsung mendorong penyebaran HIV.

Baca juga: AIDS di Sulawesi Selatan Didorong PSK Tidak Langsung

Keenam, risiko penularan HIV bisa juga terjadi jika ada pernikahan antara penduduk Jatim (laki-laki dan perempuan) dengan penduduk daerah lain (laki-laki dan perempuan) karena tidak ada daerah di Indonesia yang bebas HIV/AIDS.

Dikabarkan untuk penutupan lokalisasi dan pemberian modal kerja kepada PSK disediakan dana Rp 2,5 miliar. Padahal, fakta menunjukkan sejak zaman Orba pembinaan terhadap PSK melalui program rehabilitasi dan resosialisasi tidak berhasil.

Baca juga: Apriori Terhadap Pelacuran

Kalau saja Pemprov Jatim dengan dukungan agamawan memilih paradigma baru dalam menanggulangi penyebaran HIV tentulah hasilnya jauh lebih baik.

Baca juga: Lokalisasi Pelacuran di Surabaya: Ditutup atau Mengubah Paradigma Penanggulangan AIDS

Apakah Pemprov Jatim bisa menjamin tidak akan ada laki-laki dewasa yang melakukan hubungan seksual tanpa kondom dengan PSK terselubung atau PSK tidak langsung di Jatim atau PSK langsung di luar Jatim?

Kalau jawabannya YA, maka tidak ada persoalan penyebaran HIV terkait dengan faktor risiko (mode of transmission) hubungan seksual.

Tapi, kalau jawabannya TIDAK, maka Jatim menghadapi penyebaran HIV secara diam-diam. Hal ini kelak akan dapat dilihat dari kasus HIV/AIDS yang terdeteksi di kalangan ibu-ibu rumah tangga.

Yang dikhawatirkan ketika tidak ada lagi lokalisasi pelacuran yang kasat mata semua terlena karena menganggap tidak ada lagi ‘sumber’ penyebaran HIV. Padahal, kasus-kasus HIV yang belum terdeteksi dan kasus insiden infeksi HIV baru akan menjadi ‘bom waktu’ ledakan AIDS. ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun