Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Biak Numfor, Papua, Menghadapi ’Tsunami’ AIDS

18 Maret 2011   13:33 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:40 277
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Salah satu cara menanggulangi penyebaran HIV adalah menyebarluaskan informasi yang akurat tentang cara-cara penuaran dan pencegahan HIV melalui media massa. Ini sudah terbukti berhasil di Thailand. Dari lima program penanggulangan di Negeri Gajah Putih itu yang pertama adalah penyebaran informasi HIV/AIDS melalui media massa.

Celakanya, di Indonesia sebagian besar berita HIV/AIDS di media massa justru menyebarluaskan mitos (anggapan yang salah) tentang HV/AIDS karena berita dibalut dengan norma, moral dan agama. Selain itu berita pun sering tidak akurat. Ini kutipan dari berita ”188 Warga Biak Tewas Akibat Virus HIV/AIDS” (www.republika.co.id, 18/3-2011): ”Sedikitnya 188 orang warga Kabupaten Biak Numfor, Papua tewas akibat mengidap penyakit membahayakan virus HIV/AIDS ....”

HIV sebagai virus dan AIDS sebagai kondisi tidak mematikan. Yang menyebabkan kematian pada Odha (Orang dengan HIV/AIDS) bukan karena HIV atau AIDS, tapi karena penyakit-penyakit yang ada pada masa AIDS (antara 5-15 tahun setelah tertular HIV, seperti diare, TB, dll. Sayang wartawan tidak bertanya tentang penyebab kematian 118 Odha itu dan narasumber, dalam hal ini Kepala Bidang Pengendalian Masalah Kesehatan, Dinas Kesehatan Biak, Rewang Naflai Salmon.

Karena informasi tidak akurat maka masyarakat pun menilai kematian 118 Odha itu karena HIV/AIDS. Kematian ini merupakan bagian dari 736 kasus kumulatif HIV/AIDS di Biak sampai Desember 2010.

Angka 118 itu terkesan tidak menjadi persoalan terkait dengan epidemi HIV. Kesan ini muncul dari dua berita yang sama (satu lagi ”188 Warga Biak Tewas akibat HIV/AIDS”, kompas.com, 18/3-2011). Fakta ini tidak dibawa oleh wartawan ke tataran realitas sosial terkait dengan epidemi HIV. Akibatnya, angka itu tidak berarti bagi masyarakat.

Padahal, kematian pada Odha terjadi setelah tertular anara 5 dan 15 tahun. Maka, pada rentang waktu ini seorang Odha yang terdeteksi setelah masa AIDS tanpa mereka sadari mereka telah menulakan HIV kepada orang lain, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah (lihat gambar).

[caption id="attachment_95838" align="alignnone" width="502" caption="Penularan HIV terkait Kematian Odha di Biak"][/caption]

Penyebaran secara horizontal antar penduduk dapat dilihat dari kasus HIV/AIDS pada ibu-ibu rumah tangga. Di Biak sudah banyak kasus HIV/AIDS terdeteksi pada ibu-ibu rumah tangga (Lihat: http://sosbud.kompasiana.com/2011/01/17/aids-di-biak-papua-banyak-terdeteksi-pada-ibu-rumah-tangga/).

Menurut Rewang: "Jumlah penderita HIV/AIDS di Kabupaten Biak Numfor setiap tahun meningkat signifikan sehingga diperlukan kepedulian berbagai pihak dalam mencegah penularan penyakit mematikan ini." Pelaporan kasus HIV/AIDS di Indonesia dilakukan dengan cara kumulatif. Artinya, kasus lama ditambah kasus baru. Begitu seterusnya sehingga angka laporan kasus HIV/AIDS tidak akan pernah turun biar pun banyak yang meninggal.

Mana mungkin menggalang kepedulian masyarakat secara luas karena mereka tidak mengetahui cara-cara penularan dan pencegahan yang konkret. Masyarakat hanya memahami HIV/AIDS sebagai mitos bukan fakta medis. Ini terjadi al. karena penyuluhan HIV/AIDS tidak menyampaikan fakta tapi mitos.

Rewang mengatakan: ”Sulitnya mendapatkan informasi pasien odha pasca-perawatan di rumah sakit sesuai dengan kesepakatan internasional, karena identitas pengidap HIV/AIDS harus dirahasiakan serta perlu mendapatkan pelayanan khusus.” Ini tidak akurat karena sesuai dengan rahasia jabatan dokter semua informasi tentang penyakit, hasil tes, tindakan medis dan identitas pasien adalah catatan medis (medical record).Pembeberan catatan medis hanya bisa dilakukan atas izin pasien. Perawat pun tidak boleh membaca catatan medis.

Pernyataan Rewang itu mengesankan HIV/AIDS mendapat perlakuan khusus sehingga mendorong masyarakat memberikan stigma (cap buruk) dan diskriminasi (perlakuan berbeda) kepada orang-orang yang terdeteksi mengidap HIV. Identitas Odha bisa diketahui untuk keperluan medis. Untuk kepentingan publikasi harus izin pasien atau perintah hakim melalui sidang pengadilan.

Jika Pemkab Biak Numfor tetap mengabaikan fakta medis dalam penanggulangan HIV/AIDS maka selama itu pula penyebaran IHV akan terus terjadi. Penyebaran HIV terutama didorong oleh laki-laki dewasa yang menjadi pelanggan pekerja seks komesial (PSK) langsung dan PSK tidak langsung di Biak atau di luar Biak.

Pertanyaannya adalah: Apakah Pemkab Biak Numfor bisa menjami tidak akan ada laki-laki dewasa penduduk Biak, asli atau pendatang, yang melakukan perilaku seksual yang berisiko tertular HIV? Perilaku berisko adalah melakukan hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah dengan pasangan yang berganti-ganti atau dengan perempuan yang sering berganti-ganti pasangan, seperti PSK langsung atau PSK tidak langsung di Biak atau di luar Biak?

Kalau jawabannya BISA, maka tidak ada persoalan HIV/AIDS dengan faktor risiko (mode of transmission) hubungan seksual.

Tapi, kalau jawabannya TIDAK BISA, maka ada persoalan besar di Biak Numfor yaitu penyebaran HIV secara horizontal antar penduduk melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah. Kasus-kasus yang tidak terdeteksi akan menjadi ’bom waktu’ ledakan AIDS di masa yang akan datang.

Maka, Pemkab Biak Numfor perlu mengantsiapsi perilaku sebagian laki-laki dengan mewajibkan memakai kondom setiap kali melakukan hubungan seksual yang bersiko di dalam ata di luar nikah di Biak atau di luar Biak. ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun