Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Tidak Ada ’Zona Merah’ AIDS

18 Maret 2011   18:31 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:40 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mitos (anggapan yang salah) terkait dengan HIV/AIDS masih saja terjadi. Bukan hanya di kalangan awam, tapi juga di kalangan penggiat AIDS. Lihatlah berita ini: ”3 Kecamatan di Jakbar Zona Merah HIV/AIDS” (beritajakarta.com, 21/09-2010). Disebutkan: “ .... hingga kini tiga kecamatan di wilayah Jakarta Barat masuk dalam daftar wilayah zona merah HIV/AIDS. Ketiga kecamatan itu yakni, Tamansari, Tambora, dan Cengkareng.”

Muhammad Fausal Kahar, Ketua Komisi Penanggulangan AIDS Jakarta Barat, mengatakan: “Bukan tanpa alasan tiga kawasan itu masuk dalam zona merah HIV/AIDS. Di Kecamatan Tamansari saja terdapat sekitar tiga ribu pekerja tempat hiburan yang tentu rentan tertular HIV/AIDS.”

Yang perlu dipertanyakan adalah: Apakah tiga ribu pekerja tempat hiburan itu melalukan hubungan seks di tempat mereka bekerja? Jika jawabannya YA, maka pertanyaan berikutnya adalah: Apakah ada kewajiban bagi pekerja tempat hiburan untuk memaksa laki-laki memakai kondom ketika mereka melakukan hubungan seks? Kalau jawabannya TIDAK maka ada risiko penularan HIV.

Hitung-hitungannya adalah 3.000 pekerja tempat hiburan x 3 laki-laki x 1 malam x 20 hari perbulan maka ada 180.000 laki-laki yang berisiko tertular HIV. Laki-laki yang tertular HIV ini akan menjadi mata rantai penyebaran HIV antar peduduk (horizontal). Laki-laki ‘hidung belang’ yang menularkan HIV kepada pekerja tempat hiburan dan laki-laki yang tertular HIV dari pekerja tempat hiburan menjadi mata rantai penyebaran HIV. Ini terkait dengan data yang disampaikan yaitu “ …. berdasarkan data yang diperoleh pihaknya menunjukkan, penderita HIV/AIDS di Jakarta terbanyak diderita oleh kaum pria sebesar 72 persen.”

Disebutkan bahwa kasus HIV/AIDS di kalangan laki-laki di Jakarta yang mencapai 72 persen terjadi karena ” .... banyaknya pria yang memiliki perilaku seks menyimpang.” Jika ‘seks menyimpang’ diartikan sebagai zina maka pernyataan ini mitos dan menyesatkan. Tidak ada kaitan langsung antara zina (seks menyimpang) dengan penularan HIV.

Penularan HIV melalui hubungan seksual bisa terjadi di dalam dan di luar nikah jika salah satu dari pasangan itu HIV-positif dan laki-laki tidak memakai kondom ketika sanggama. Sebaliknya, jika satu pasangan dua-duanya HIV-negatif maka tidak ada risiko penularan HIV biar punhubungan seks yang menyimpang dan tidak memakai kondom.

Disebutkan oleh Fausal: ” .... faktor utama penyebaran virus yang menyerang daya tahan tubuh manusia itu berasal dari penggunaan narkoba yang melalui jarum suntik yang angkanya mencapai 70 persen.” Ada fakta yang luput dari perhatian yaitu kasus HIV dan AIDS banyak terdeteksi di kalangan penyalahguna narkoba (narkotik dan bahan-bahan berbahaya) karena mereka diwajibkan menjalani tes HIV jika hendak masuk pusat rehabilitasi. Sebaliknya, kasus HIV/AIDS di kalangan dewasa yang tertular melalui penggunaan narkoba dengan jarum suntik dan hubungan seks tidak bisa terdeteksi. Ini akan menjadi ’bom waktu’ ledakan AIDS.

Disebutkan bahwa Komisi Penanggulangan AIDS Jakarta Barat terus berupaya menekan jumlah angka penderita AIDS yang salah satu caranya dengan mensosialisasikan dan mengimbau penggunaan kondom. Cara ini sudah dilakukan sejak awal epidemi tapi hasilnya nol besar karena laki-laki ’hidung belang’ enggan memakai kondom.

Tapi, mengapa Thailand bisa menurunkan insiden infeksi HIV baru di kalangan dewasa melalui hubungan seks? Ya, Thailand menerapkan cara yang realistis yang dikenal luas sebagai program ’wajib kondom 100 persen’ pada hubungan seksual di lokasi atau lokalisasi pelacuran dan rumah bordir. Program ini dijalankan dengan penawasan yang akurat yaitu melakukan survailans IMS (infeksi menular seksual, seperti GO,sifilis, klamidia, hepatitis B, dll.) terhadap pekerja seks. Jika ada pekerja seks yang terdeteksi mengidap IMS maka itu membuktikan ada pekerja seks yang meladeni laki-laki tanpa kondom. Pengusaha atau germo diberikan sanksi berupa peringatan sampai pencabutan izin usaha.

Apakah Pemkot Jakarta Barat bisa menerapkan cara yang dilakukan Thailand?

Kalau hanya sosialisasi hasilnya NOL BESAR karena laki-laki yang ditolak pekerja seks jika tidak memakai kondom akan memakai germo untuk memaksa pekerja seks itu meladeninya tanpa kondom. Untuk itu tempat-tempat hiburan di Jakarta Barat yang menyediakan pekerja seks dan tempat untuk sanggama diberi izin usaha agar sanksi bisa diterapkan.

Disebutkan pula oleh Fausal, ” .... pihaknya juga akan menjalankan program pemberian obat pencegahan infeksi kepada para pekerja malam.” Tidak ada obat yang bisa mencegah penularan IMS dan HIV. Pencegahan IMS dan HIV melalui hubungan seksual hanya bisa dicegah dengan memakai kondom pada saat sanggama.

Dikabarkan para pemilik tempat hiburan malam dan para pekerja seks komersial menolak program penanggulangan dan ada yang menyembunyikan pekerja seks. Ini terjadi karena tidak ada izin usaha terkait dengan transaksi seks sehingga mereka berkelit. Kalau izin usaha jelas menyebutkan kegiatan dengan regulasi yang jelas beserta sanksinya tentulah hal ini tidak akan terjadi.

Persoalannya adalah kita menutup mata terhadap (praktek) pelacuran dengan cara menutup lokasi dan lokalisasi pelacuran. Seolah-olah dengan cara ini pelacuran tidak ada lagi. Padahal, praktek pelacuran tetap terjadi di sembarang tempat dan waktu. ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun