Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Menghitung Kasus AIDS dengan ‘Rumus Telanjang’ di Medan

25 Februari 2011   03:14 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:17 297
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Epidemi HIV memang erat kaitannya dengan fenomena gunung es. Artinya, kasus yang terdeteksi (puncak gunung es yang muncul di atas permukaan air laut) hanya sebagian kecil dari kasus AIDS yang ada di masyarakat (bongkahan gunung es yang ada di bawah permukaan air laut).

Tapi, tidak ada rumus yang bisa memastikan jumlah kasus yang tidak terdeteksi (bongkahan es di bawah permukaan air laut) berdasarkan kasus yang terdeteksi (puncak gunung es yang menyembul ke atas permukaan air laut).

Sekretaris Fraksi Medan Bersatu DPRD Kota Medan, Irwanto Tampubolon, mengatakan bahwa menurut WHO, kasus yang dilaporkan dibandingkan dengan kasus yang sebenarnya satu berbanding 100. Jika di Medan saat ini dilaporkan ada 661 kasus, artinya masih ada 66.100 kasus yang belum terdeteksi (Perlu strategi cegah HIV/AIDS, Waspada, 23/2-2011).

Pernyataan di atas tidak akurat karena ‘rumus’ tsb. tidak bisa dipakai secara langsung (telanjang) di semua tempat. ’Rumus’ itu dipakai hanya untuk keperluan epidemiologi, misalnya, merancang program, menyediakan obat, dll. Itupun harus memenuhi beberapa kondisi, al. jumlah pekerja seks komersial (PSK) besar, jumlah laki-laki pelanggan PSK banyak, pemakaian kondom rendah, penyangkalan tinggi, dll.

Kalau rumus itu berlaku umum maka penduduk dunia yang sudah mengidap HIVmencapai 3,3 miliar. Penduduk bumi sendiri mencapai 6,8 miliar.Tentu saja menghitung kasus AIDS dengan ’rumus telanjang’ tidak pas.

Karena penyebaran HIV secara horizontal terjadi tanpa disadari orang-orang yang sudah mengidap HIV maka kasus-kasus HIV/AIDS yang tidak terdeteksi di masyarakat akan menjadi ’bom waktu’ ledakan AIDS. Ini terjadi karena orang-orang yang mengidap HIV tidak menyadarinya karena tidak ada tanda-tanda yang khas AIDS pada fisik mereka sebelum masa AIDS (antara 5 – 15 tahun setelah tertular HIV).

Dalam berita disebukan: ”Kasus HIV/AIDS di masa mendatang tidak menjadi ‘bom waktu,’ maka perlu adanya strategi yang tepat dan berkesinambungan nudalam hal menahan laju epidemi virus mematikan itu.” Untuk itumenurut Irwanto, perlu strategi yang tepat dan berkesinambungan untuk menahan laju epidemi virus mematikan itu.

Sayang, dalam berita tidak ada strategi berupa langkah-langkah yang konkret untuk menekan laju penyebaran HIV.Langkah-langkah yang ditawarkan Irwanto hanya sebatas retorika yang mengawang-awang.

Pemkot Medan dan DPRD Kota Medan sedang membahas peraturan daerah (Perda) penanggulangan AIDS. Tapi, pasal-pasal yang ditawarkan rancangan perda itu sama sekali tidak menyentuh akar persoalan yaitu penanggulangan epidemi HIV secara konkret (Lihat: http://edukasi.kompasiana.com/2010/12/23/tanggapan-terhadap-rancangan-perda-aids-kota-medan/).

Sampi saat ini sudan ada 44 perda AIDS mulai dari tingkat provinsi, kabupaten dan kota. Tapi, semua hanyalah copy-paste sehingga tidak ada yang benar-benar menawarkan cara-cara pencegahan HIV yang konkret (Lihat: http://edukasi.kompasiana.com/2010/09/10/pasal-kondom-dalam-perda-aids-sumut-jangan-hanya-tempelan/).

Di Sumatera Utara dua daerah yaitu Kab Serdang Bedagai dan Kota Tanjungbalai sudah mempunyai perda AIDS. Kalau saja Pemkot Medan mau meluangkan waktu melihat sepak-terjang dua perda itu tentulah draft rancangan perda AIDS Medan tidak seburuk yang sedang dibahas (Lihat: http://edukasi.kompasiana.com/2011/02/20/menanti-pasal-pencegahan-aids-yang-konkret-di-perda-aids-kota-medan/).

Yang mendorong epidemi HIVadalah hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah dengan pasangan yang berganti-ganti atau dengan yang sering berganti-ganti pasangan.

Bertolak dari fakta itu maka strategi jitu untuk menurunkan insiden penularan HIV baru terutama di kalangan laki-laki dewasa adalah dengan pasal yang berbunyi: ”Setiap laki-laki dewasa wajib memakai kondom jika melakukan hubungan seksual di dalam atau di luar nikah di Kota Medan, di luar Kota Medan atau di luar negeri dengan pasangan yang bergani-ganti atau dengan yang sering berganti-ganti pasangan seperti pekerja seks komersial (PSK)langsung (PSk di lokalisasi atau jalanan, losmen, hotel melati dan hotel berbintang) dan PSK tidak langsung (’anak sekolah’, ’mahasiswi’, ’ibu-ibu rumah tangga’, ’cewek SPG’, ’cewek pemijat’, selingkuhan, pacar, WIL, dll.) serta pelaku kawin-cerai.”

PSK tidak bisa dianggap remeh karena di Makassar, Sulawesi Selatan, dikabarkan epidemi HIV didorong oleh PSK tidak langsung (Lihat: http://sosbud.kompasiana.com/2010/10/18/aids-di-sulawesi-selatan-didorong-psk-tidak-langsung/).

Pertanyannya adalah: Apakah Pemkot Medan dan DPRD Kota Medan bernyali memasukkan pasal yang konket itu? Kita tungggu. ***

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun