Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mengobati IMS pada PSK di Balikpapan Tidak Mencegah Penyebaran HIV/AIDS

13 Februari 2011   23:58 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:37 328
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Agaknya, bangsa kita adalah bangsa yang tidak mau melihat keberhasilan bangsa lain. Hal ini terjadi dalam penanggulangan epidemi HIV. Thailand yang membukukan hampir 1 juta kasus HIV/AIDS berhasil menurunkan insiden infeksi HIV baru di kalangan laki-laki dewasa melalui hubungan seksual dengan pekerja seks komersial (PSK) di lokalisasi pelacuran dan rumah bordir.

Hal itu dicapai Thailand melalui program ‘wajib kondom 100 persen’ pada hubungan seksual dengan PSK di lokalisasi pelacuran dan rumah bordir. Biar pun sudah ada contoh yang konkret tapi Dinas Kesehatan Kota (DKK) Balikpapan justru melakukan kegiatan yang tidak konkret dalam menanggulangi penyebaran HIV melalui PSK.

DKK Balikpapan justru melakukan pengobatan gratis terhadap 400 wanita tuna susila (WTS) di lokalisasi Km 17 (400 WTS Km 17 Dapat Pengobatan Gratis, www.metrobalikpapan.co.id,4/2-2011). Yang diobati tentulah IMS (infeksi menular seksual) yaitu penyakit-penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual tanpa kondom, di dalam dan di luar nikah, dari seseorang yang mengidap IMS kepada orang lain, seperti sifilis, GO, klamidia, hepatitis B, dll.

Walaupun PSK diobati, tapi kalau laki-laki ‘hidung belang’ tidak memakai kondom maka PSK itu pun tetap berisiko tertular IMS lagi. Lagi pula jika seorang PSK mendapat pengobatan IMS tidak berarti PSK itu akan kebal terhadap IMS. Misalnya, DKK Balikpapan mengobati PSK tanggal 4/2-2011 pagi bisa saja siang harinya PSK itu tertular IMS lagi kalau laki-laki yang mengencaninya mengidap IMS dan tidakmemakai kondom ketika sanggama dengan PSK tadi.

Kepala DKK Balikpapan, drg HJ Dyah Muryani, mengatakan: “ ….diperuntukkan bagi tempat-tempat yang memiliki risiko tinggi dalam penyebaran penyakit seksual ….” Yang berisiko bukan tempat tapi perilaku orang per orang, dalam hal ini laki-laki ‘hidung belang’.

Dikatakannya, program yang merupakan gagasan dari Global Fund tersebut bertujuan untuk melakukan pemeriksaan, pencegahan dan pengobatan terhadap penyakit yang disebabkan oleh hubungan seksual, terutama pencegahan terhadap virus HIV. IMS bukan penyakit yang disebabkan oleh hubungan seksual, tapi menular melalui hubungan seksual yang tidakmemakai kondom. Pengobatan IMS terhadap PSK tidak bisa mencegah penularan HIV.

Disebutkan pula: “Ada sekitar 400-an WTS di sana kita berikan pengobatan semua, karena kalau hanya sebagian yang diobati, dan sebagian tidak, sama saja, karena yang sebagian itu bisa menularkan penyakit kepada WTS yang sudah mendapatkan pengobatan.” Pernyataan ini tidak akurat karena yang menularkan IMS dan HIV atau dua-duanya sekaligus kepada PSK adalah laki-laki ‘hidung belang’ penduduk lokal, asli atau pendatang, yang dalam kehidupan sehari-hari bisa sebagai seorang suami, pacar, selingkuhan, lajang, remaja atau duda. Sesama PSK tidak bisa saling menularkan IMS. Yang bisa terjadi adalah laki-laki ‘hidung belang’ yang tertular IMS dari satu PSK bisa menularkan IMS tsb. ke PSK lain.

Dengan 400 PSK yang beroperasi di lokalisasi itu merupakan ‘lampu merah’ bagi masyarakat Kota Balikpapan. Dalam satu bulan ada24.000 laki-laki (400 PSK x 3 laki-laki per malam x 20 hari kerja sebulan) yang berisiko tertular IMS atau HIV atau dua-duanya sekaligus.

Disebutkan pula: “Selain mendapatkan pemeriksaan, seluruh WTS juga diberikan obat-obatan untuk menjaga kesehatan para WTS yang hampir setiap hari harus berhubungan seksual dengan pria-pria hidung belang.” Ini menyesatkan karena tidak ada obat yang bisa menjadi vaksin terhadap IMS dan HIV. Yang bisa mencegah penularan IMS dan HIV adalah kondom. Ini fakta medis.

Lagi-lagi kegiatan DKK Balikpapan ini tidak konkret terkait dengan penanggulangan IMS dan HIV. Selama ini ada anggapan sosialisasi kondom akan mendorong laki-laki berzina. Padahal, faktanya tanpa ada sosialisasi kondom pun ada 400 PSK yang melayani laki-laki ‘hidung belang’.

Kondisi ini juga menunjukkan Perda Prov Kalimantan Timur No 5 Tahun 2007 tanggal 22 Oktober 2007 tentang Pencegahan dan Penanggulangan HIV/AIDS dan Infeksi Menular Seksual tidak jalan. Kemudian Pemkot Tarakan juga menelurkan Perda No 6 Tahun 2007 tanggal12 November 2007 tentang Pencegahan dan Penanggulangan HIV/AIDS juga tidak jalan (Lihat: http://edukasi.kompasiana.com/2010/11/27/jangan-hanya-sekadar-menjiplak-thailand/).

Kalau saja DKK Balikpapan objektif maka yang dilakukan adalah program ‘wajib kondom 100 persen’ bukan pengobatan gratis kepada PSK. Agaknya, Pemkot Balikpapan belum melihat kasus HIV pada ibu-ibu rumah tangga sebagai masalah (besar) karena jumlahnya (masih) sedikit (Lihat: http://edukasi.kompasiana.com/2010/11/25/penyebaran-aids-di-kalimantan-timur/).

Selain itu kasus-kasus HIV dan AIDS di masyarakat yang tidak terdeteksi akan menjadi ‘bom waktu’ ledakan AIDS kelak. Untuk itulah Pemkot Balikpapan perlu membuat peraturan yang bisa mendeteksi HIV di masyarakat. ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun