Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Tidak Rasional Keinginan Agar Kab Buleleng, Bali, ‘Bebas AIDS’

7 Februari 2011   07:38 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:49 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kasus-kasus HIV dan AIDS yang terdeteksi merupakan kasus penularan yang terjadi jauh sebelum terdeteksi. HIV baru bisa terdeteksi melalui tes HIV setelah melewati masa jendala (tiga bulan setelah tertular). Tes HIV dengan ELISA yang dicari di dalam darah adalah antibody HIV yang baru diproduksi tubuh orang yang tertular HIV setelah tertular tiga bulan. Sedangkan masa AIDS terjadi setelah seseorang tertular HIV antara 5-15 tahun.

Bertolak dari fakta itulah keinginan Wakil Bupati Buleleng, Prov Bali, Drs Made Arga Pynatih, MSi, agar pada tahun 2015 Buleleng bisa bebas dari HIV/AIDS tidak rasional (Wabup Buka Pelatihan KDPA Gerobak. Ingin tahun 2015 Buleleng Bebas HIV/AIDS, www.bulelengkab.go.id, 27/1-2011). Insiden penularan yang terjadi sebelum tahun 2010, misalnya, baru akan mencapai masa AIDS antara tahun 2015 dan tahun 2025.

Soalnya, banyak kasus HIV/AIDS baru terdeteksi pada masa AIDS karena orang-orang yang sudah tertular HIV baru mulai menderita berbagai penyakit terkait AIDS, dikenal sebagai infeksi oportunistik, seperti sariawan, jamur, diare, TB, dll. Penyakit ini sangat sulit sembuh pada Odha (Orang dengan HIV/AIDS) sehingga mereka berobat ke puskesmas atau rumah sakit. Ketika berobat itulah biasanya dokter melihat penyakit tersebut terkait dengan HIV/AIDS sehingga mereka dianjurkan untuk menjalani tes HIV.

Wabup berharap agar KDPA (Kader Desa Peduli AIDS) Kec Gerokgak berkomitmen membantu menginformasikan HIV/AIDS kepada  masyarakat Gerokgak sehingga jumlah pengidap HIV/ AIDS di Kab Buleleng yang sekarang berjumlah 998 tidak bertambah lagi. Persoalannya adalah: Apakah materi penyuluhan yang diberikan merupakan fakta medis? (Lihat: Syaiful W. Harahap, Menyoal Sasaran Penyuluhan AIDS di Buleleng, http://edukasi.kompasiana.com/2010/10/02/menyoal-sasaran-penyuluhan-aids-di-buleleng/)

Jika Pemkab Buleleng bisa menjamin mulai tahun ini tidak ada laki-laki dewasa yang melakukan hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah di wilayah Buleleng atau di luar Buleleng dengan pasangan yang berganti-ganti atau dengan yang sering berganti-ganti pasangan maka keingingan untuk menjadikan Buleleng ‘bebas AIDS’ bisa masuk akal.Tapi, kalau tidak ada jaminan maka tidak ada kemungkinan bagi Buleleng untuk ‘bebas AIDS’.

Pemkab Buleleng sendiri sudah menelurkan peraturan daerah (Perda) yaitu Perda No 5 Tahun 2007 tentang Penanggulangan HIV/AIDS. Tapi, seperti halnya puluhan perda sejenis yang ada di Indonesia perda ini pun hanya ‘macan kertas’ karena tidak ada pasal konkret untuk mengatur penanggulangan AIDS (Lihat: Syaiful W. Harahap, Menyikapi Kegagalan Perda AIDS Buleleng, http://edukasi.kompasiana.com/2010/09/13/menyikapi-kegagalan-perda-aids-buleleng/).

Pada pasal 9, misalnya, disebutkan: “Setiap orang yang melakukan hubungan seksual beresiko wajib melakukan upaya pencegahan.” Pasal ini tidak tegas sehingga masyarakat tidak menangkap makna yang jelas. Pasal ini akan lebih tepat kalau berbunyi: “Setiap orang wajib memakai kondom jika melakukan hubungan seksual, di dalam dan di luar nikah, di wilayah Kabupaten Buleleng atau di luar wilayah Kabupaten Buleleng serta di luar negeri dengan pasangan yang bergati-ganti atau dengan yang sering berganti-ganti pasangan, seperti pekerja seks komersial (PSK) langsung (PSKdi lokasi dan lokalisasi pelacuran), PSK tidak langsung (‘cewek bar’, ‘cewek disko’, ‘anak sekolah’, ‘mahasiswi’, ‘cewek SPG’, ‘ibu-ibu rumah tangga’, selingkuhan, WIL, dll.) serta pelaku kawin cerai.”

Tapi, karena HIV/AIDS selalu ditanggapi dengan norma, moral dan agama maka selama itu pula fakta medis tentang HIV/AIDS tidak sampai ke masyarakat karena informasi hanya berisi mitos (anggapan yang salah). ***

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun