Belakangan ini muncul anggapan yang mengesankan HIV/AIDS ‘menyerang’ remaja. Ini terjadi karena selalu disebutkan bahwa kasus terbanyak pada usia produksi yaitu rentang umur 20-29 tahun. Tapi, ada fakta yang luput dari kondisi itu yaitu: (a) Siapa remaja itu? dan (b) Mengapa banyak kasus terdeteksi di kalangan remaja?
Dalam kaitan itulah berita “Awas, Remaja Terinveksi HIV sejak Usia Sekolah” (www.jpnn.com, 25/1-2011) tidak memberikan jawaban terhadap dua pertanyaan di atas.
Disebutkan: Komisi Penanggulangan AIDS Provinsi Jawa Barat memberikan perhatian serius terkait dengan kasus HIV/AIDS yang tinggi di kalangan usia muda (20-29 tahun). Dinas Kesehatan Prov Jawa Barat mencatat, jumlah kasus HIV/AIDS sejak 1989 hingga Desember 2010 mencapai 5.680. Disebutkan: “ …. dari jumlah tsb. 3.512 di antaranya terjangkit AIDS sedangkan sisanya positif HIV.” Pernyataan ini tidak akurat karena orang yang sudah masuk masa AIDS diawali dengan infeksi (tertular HIV) sehingga tidak ada yang terjangkit AIDS. Orang-orang yang sudah tertular HIV (HIV-positif) secara statistik akan mencapai masa AIDS antara 5 dan 15 tahun kemudian.
Kasus HIV dan AIDS belakangan ini banyak terdeteksi pada remaja di kalangan penyalahguna narkoba (narkotik dan bahan-bahan berbahaya) dengan jarum suntuk secara bersama-sama dengan bergiliran. Jika ada di antara mereka yang mengidap HIV maka yang lain akan berisiko tertular HIV karena jarum dan tabung mereka pakai bergantian. Ada kemungkinan darah masuk ke dalam jarum ketika dipakai menyuntikkan narkoba. Kalau darha itu mengandung HIV maka pemakai berikutinya berisiko tertular HIV jika jarum tsb. dipakai menyuntikkan narkoba.
Kasus HIV dan AIDS yang banyak pada usia 20 – 29 tahun terdeteksi di kalangan pengguna narkoba suntikan karena mereka wajib menjalani tes HIV ketika hendak menjalani rehabilitasi atau mendapatkan obat antiretroviral (ARV) dan narkoba sintetis (dikenal sebagai rumatan metadon). Sebaliknya, kasus HIV/AIDS di kalangan laki-laki dewasa banyak yang tidak terdeteksi karena tidak ada mekanisme yang bisa memaksa laki-laki dewasa yang perilaku seksualnya berisiko untuk menjalani tes HIV.
Sekretaris KPA Provinsi Jawa Barat, Riadi, mengatakan: “Yang menyedihkan, kasus AIDS yang paling tinggi justru tercatat pada kelompok usia 20-29 tahun mencapai 2.002 kasus.” Ada yang lebih menyedihkan yaitu kasus HIV dan AIDS pada laki-laki dewasa karena mereka berpeluang menularkan HIV kepada istrinya, pasangan seks lain atau pekerja seks komersial/PSK (horizontal). Jika istrinya tertular maka ada pula risiko penularan terhadap bayi yang dikandung istrinya kelak. Hal ini dapat dilihat dari jumlah ibu rumah tangga atau bayi yang terdeteksi HIV-positif.
Diperkirakan pria hidung belang yang sering berkencan dengan wanita penjaja seks (WPS, dulu istilahnya PSK, red) di Jawa Barat, jumlahnya mencapai 361.210 orang (Lihat: Syaiful W. Harahap, Jawa Barat Menunggu Ledakan AIDS, http://edukasi.kompasiana.com/2010/10/24/jawa-barat-menunggu-ledakan-aids/). Jika ada di antara pria hidung belang itu yang beristri maka ada risiko penularan HIV kepada istri mereka. Sekretaris KPA Nasional, DR. Mafsiah Mboi, mengatakan: "Jumlah kasus HIV-AIDS yang diderita ibu rumah tangga (di Jabar-pen.) mencapai 295 kasus, jauh lebih besar ketimbang wanita pekerja seks sekitar 259 kasus.” (http://bandung.detik.com/read/2009/06/30/192917/1156749/486/ibu-rumah-tangga-penderita-hiv-aids-di-jabar-lebih-banyak-dibanding-psk).
Disebutkan: “Sinyalemen ini menunjukkan bahwa mereka bisa saja terinfeksi HIV sejak usia sekolah.” Pemakaian kata sejak mengesankan HIV menalari remaja-remaja yang terdeteksi HIV pada masa AIDS itu secara terus-menerus sejak usia sekolah. Dalam KBBI disebutkan: sejak merupakan kata penghubung untuk menandai mulai dari. Yang tepat adalah ‘remaja yang terdeteksi HIV tertular ketika mereka bersekolah atau pada usia sekolah. Soalnya, secara statistik masa AIDS terjadi setelah tertular HIV antara 5 dan 15 tahun sebelum terdeteksi HIV pada masa AIDS.
Riadi mengatakan: “Itu artinya, sosialisasi pencegahan HIV-AIDS seharusnya dilakukan kepada remaja sejak sekolah.” Ini benar. Yang penting adalah: Apakah kelak informasi tentang HIV/AIDS yang diberikan kepada pelajar akurat? Soalnya, selama ini informasi HIV/AIDS selalu dibalut dengan norma, moral dan agama sehingga fakta medis terkait cara-cara penularan dan pencegahan HIV hilang. Yang muncul justru mitos (anggapan yang salah), seperti mengait-ngaitkan penularan HIV dengan zina, melacur, ‘seks bebas’, seks pranikah, dll. ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H