Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Perlu Paradigma Baru Menanggulangi AIDS

11 Desember 2010   09:35 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:49 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Masyarakat kita sering mencampur harapan dengan kenyataan. Ada harapan agar orang tidak berganti-ganti pasangan, tidak melakukan hubungan seks di luar nikah, atau tidak ada pekerja seks. Tapi, kenyataanya tidak demikian.

Begitu pula dengan hubungan seks pranikah. Ada harapan hal itu tidak terjadi. Tapi, “Kenyataannya hal itu terjadi,” kata Prof Dr. dr. D.N. Wirawan, MPH, Ketua Yayasan Kerti Praja, Denpasar, Bali,

Banyak yang tidak (mau) menyadari bahwa banyak laki-laki yang menjadi pelanggan pekerja seks. Kalau di Bali tidak ada pekerja seks mereka akan menyebarang ke Banyuwangi (kota di ujung timur Pulau Jawa). Ada seloroh di Bali tentang laki-laki yang pergi ke Banyuwangi: “Mau ’kencing’ ke Banyuwangi.”

Ada anggapan yang menggoda adalah perempuan. Ketika ada perselingkuhan yang dimarahi perempuan yang diselingkuhi bukan suami. Selingkuhan disebut sebagai perempuan jalang, penggoda. Padahal, “Suaminya yang menggoda,” kata Prof. Wirawan.

Hal yang sama terjadi pada pekerja seks. Yang disalahkan selalu pekerja seks, bukan laki-laki yang menjadi pelanggan pekerja seks. Yang menularkan HIV ke pekerja seks justru laki-laki.

Tahun 1995 Prof Wirawan membuka klinik di sebuah lokasi pelacuran di Denpasar. Aparat di desa itu mengetahui rencana Prof. Wirawan membuka klinik untuk pengobatan infeksi menular seksual (IMS) dan membagikan kondom di kalangan pekerja seks. Material dan peralatan bangunan ditahan kepala desa. “Mereka mau membakarnya,” ujar Prof Wirawan.

Melihat gelagat yang tidak baik itu Prof Wirawan mencari akal. Dia meminta surat ke pemerintah provinsi. Surat itu menjelaskan klinik akan mengobati pekerja seks dengan tujuan agar penyakit tidak menular ke masyarakat. Kepala desa kemudian memahami tujuan klinik. Pembangunan klinik berjalan kembali.

Klinik berjalan sampai sekarang. Bahkan, setiap hari Jumat staf Kerti Praja ’menjemput’ pekerja seks untuk diperiksa di klinik. Kegiatan itu pulalah yang membuatseorang wartawan menuding Prof Wirawan sebagai ’pelindung pekerja seks’.

Pola atau paradigma berpikir harus realistis terhadap penanggulangan epidemi HIV. Tapi, “Karena pergantian pejabat sering terjadi, maka selalu mulai dari nol lagi,” kata Prof Wirawan. Ini akan terus berulang.

Untuk membuka wawasan Prof Wirawan membawa 22 staf Pemkot Denpasar ke Kab. Malang, Jawa Timur, untuk studi banding penanggulangan AIDS. Mereka melihat penanganan pekerja seks di lokasi pelacuran, seperti anjuran pemakaian kondom. Setelah pulang barulah mereka bisa diajak melihat realitas terkait pekerja seks dan epidemi HIV. Mereka memahami penanggulangan HIV di lokasi pelacuran, tapi tidak ada tindak lanjutnya.

Perlu perubahan paradigma di departemen sosial tentang penanganan pekerja seks. Yang dilakukan sekarang adalah rehahabilitasi melalui pendidikan agama dan keterampilan agar mereka bisa dikembalikan ke masyarakat. Diharapkan mereka berhenti menjadi pekerja seks. Tapi, pada waktu yang sama ada lagi perempuan yang menjadi pekerja seks. Pekerja seks yang sudah ’lulus’ dipulangkan ke kampugnya. Tapi, mereka akan kembali lagi sebagai pekerja seks ke tempat lain.

Bukti kegagalan rehabilitasi sudah banyak. Di lokalisasi Kramat Tunggak, Jakarta Utara, misalnya, yang memakai konsep rehabilitasi tetap tidak berhasil menghentikan pelacuran. Pekerja seks jalanan ditangkap dan dibawa ke Kramat Tunggak untuk menjalani rehabilitasi. Karena penanganan pekerja seks dengan konsep rehabilitasi sudah gagal maka tidak perlu dilanjutkan.

Untuk itulah, menurut Prof Wirawan, yang diperlukan bukan rehabilitasi tapi pendampingan terhadap pekerja seks. Kalau rehabilitasi mereka harus berhenti sebagai pekerja seks, tapi dengan pendampingan mereka tetap bekerja dengan membekalai mereka tentang cara-cara pencegahan penyakit. ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun