Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kematian Pengidap AIDS dan Penyebaran HIV di Batam

28 Oktober 2010   11:43 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:01 229
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Sembilan Bulan, 28 Pengidap AIDS di Batam Meninggal.” Ini judul berita di Harian “Batam Pos”/jpnn.com (25/10-2010). Disebutkan: Sebanyak 28 orang dari 100 penderita Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) di Batam (Prov. Kepulauan RIau-pen.) meregang nyawa dalam kurun waktu Januari-September 2010. Bahkan, ada 164 orang saat ini telah terinveksi Human Immunodeficiency Virus (HIV). Warga Batam yang meninggal karena terjangkit HIV-AIDS mencapai 248 orang dari 1.967 orang penderita HIV/AIDS yang terdata.

Dalam berita tidak disebutkan penyakit yang menyebabkan Odha (Orang dengan HIV/AIDS) meninggal sehingga ada kesan yang menyebabkan kematian adalah HIV/AIDS. Padahal, orang-orang yang sudah tertular HIV akan mencapai masa AIDS antara 5 -15 tahun kemudian. Pada masa AIDS inilah muncul berbagai macam penyakit, disebut infeksi oportunistik, seperti diare, sariawan, TB, dll. yang sangat sulit disembuhkan karena sistem kekebalan mereka sudah lemah. Penyakit infeksi oportunistik itulah yang menyebabkan kematian pada Odha.

Angka kematian penduduk Batam terkait AIDS yang mencapai 248 seakan-akan hanya sebagai angka belaka. Ini terjadi karena data ini tidak dibawa ke realitas sosial terkait dengan epidemi HIV. Mereka itu meninggal setelah tertular HIV antara 5 dan 15 tahun sebelumnya. Pada rentang waktu itu mereka tidak menyadari dirinya sudah tertular HIV karena tidak ada tanda-tanda yang khas AIDS pada fisik mereka. Tapi, para rentang waktu itu mereka bisa menularkan HIV kepada orang lain tanpa mereka sadari melalui: (a) hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah, (b) transfusi darah, (c) jarum suntik dan alat-alat kesehatan, dan (d) air susu ibu (ASI).

Jika setiap Odha yang meninggal itu mempunyai 1 pasangan maka sudah ada 248 lagi penduduk Batam yang berisiko tertular HIV. Kalau ada di antara mereka yang mempunyai istri maka kalau istri mereka tertular dan hamil maka ada pula risiko penularan kepada bayi yang dikandungnya kelak.

Jumlah kasus HIV/AIDS akan tambah besar kalau di antara yang meninggal itu ada pekerja seks komersial (PSK). Penduduk Batam yang melakukan hubungan seksual tanpa kondom dengan PSK berisiko tertular HIV. Laki-laki yang tertular HIV dari PSK itulah yang akan menjadi mata rantai penyebaran HIV secara horizontal. Sayang, realitas sosial terkait dengan angka HIV dan AIDS tidak pernah dibawa ke realitas sosial sehingga masyarakat tidak melihat kaitan angka (kasus) HIV dan AIDS dengan penyebaran HIV.

Disebutkan ada tiga perempuan yang bergegas menuju ruang konseling HIV/AIDS RS Budi Kemuliaan (RSBK). “Itu ruang konsultasi soal HIV/AIDS. Mungkin mereka itu mau konsultasi. Syukurlah, mereka punya kesadaran untuk konsultasi.” Persoalan besar bukan pada perempuan, khususnya PSK, tapi pada laki-laki penduduk lokal yang sudah menularkan HIV kepada PSK dan yang tertular HIV dari PSK. Laki-laki inilah kemudian yang menujadi mata rantai penyebaran HIV. Ini pun luput dari perhatian karena yang menjadi ’kambing hitam’ selalu PSK.

Disebutkan pula: Pada triwulan ketiga tahun 2010, pihak RSBK mencatat, ada 28 orang yang meninggal dunia akibat terjangkit virus mematikan tersebut. Ini tidak akurat karena yang menyebabkan kematian bukan virus (HIV) dan AIDS (kondisi), tapi infeksi oportunistik. Yang meninggal ini sudah tertular HIV antara 5 – 15 tahun sebelumnya. Angka ini akan terus bertambah karena penduduk yang sudah tertular HIV akan mencapai masa AIDS yang biasanya ditandai dengan berbagai penyakit yang sulit sembuh.

Provinsi Riau dan Kep. Riau sering memulangkan PSK yang terdeteksi HIV-positif melalui survailans yang tidak sesuai dengan asas yang baku. Buktinya, bisa diketahui pemilik contoh darah yang dites. Ini merupakan perbuatan yang melawan hukum dan pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia (HAM). Pemulangan PSK itu mengesankan tidak ada lagi ’biang keladi’ penyebaran HIV/AIDS. Tapi, anggapan ini salah karena: (1) yang menularkan HIV kepada PSK justru laki-laki penduduk lokal, dan (2) sebelum mereka dipulangkan sudah ada laki-laki penduduk lokal yang tertular HIV.

Celakanya, tidak ada program yang konkret untuk mendorong laki-laki penduduk lokal yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa kondom dengan PSK. Akibatnya, laki-laki itu akan menjadi mata rantai penyebaran HIV. Dalam dua perda, yaitu Perda AIDS Prov Riau No 4/2006 tentang Pencegahan dan Penanggulangan HIV/AIDS, dan Perda AIDS Prov Kep Riau No 15/2007 tentang Pencegahan dan Penanggulangan HIV/AIDS di Provinsi Kepulauan Riau tidak ada pasal yang konkret untuk menanggulangi penyebaran HIV.

Koordinator Konsuler Khusus HIV/AIDS RSBK, dokter Francisca Tanzil, mengatakan: Penyebaran virus mematikan itu lebih dari 70 persen akibat hubungan seks berganti pasangan (heteroseks) yang didominasi oleh kaum pria di Kota ini. Apakah ini kutipan langsung atau sudah tercampur dengan opini wartawan? Soalnya, dalam kamus medis tidak ada penyebutan virus mematikan tekait dengan HIV karena semua virus mematikan. Justru HIV tidak mematikan.

Seseorang tertular HIV melalui hubungan seksual bisa terjadi di dalam dan di luar nikah jika salah satu dari pasangan itu HIV-positif dan laki-laki tidak memakai kondom. Jadi, penularan HIV bukan ’akibat hubungan seks berganti pasangan (heteroseks)’. Lagi pula berganti-ganti pasangan bukan heteroskes karena homoseksual (gay) pun bisa berganti-ganti pasangan. Laki-laki yang melakukan hubungan seksual dengan pasangan yang berganti-ganti tanpa kondom tidak otomatis tertular HIV. Mereka hanya berisiko tertular HIV karena ada kemungkinan salah satu dari pasangan tsb. HIV-positif.

Disebutkan pula: Potensi penularan penyakit mematikan itu di Batam masih tergolong tinggi. Apalagi, Batam menjadi tempat transit warga dari berbagai wilayah dan negara. Belum lagi sektor hiburan di Batam cukup menggeliat. Ini hanya mitos (anggapan yang salah) karena tidak ada kaitan langsung antara daerah transit. Di negara-negara yang ’tertutup’ pun, seperti Arab Saudi ada kasus HIV/AIDS. Di negara yang menjadikan Alquran sebagai UUD ini sudah dilporkan lebih dari 13.000 kasus AIDS.


Disebutkan pula: Pantauan Batam Pos di beberapa tempat hiburan akhir pekan lalu, di kawasan Nagoya-Jodoh, banyak yang menyediakan PSK. Persoalannya bukan pada PSK, tapi pada laki-laki penduduk Batam. Apakah mereka memakai kondom jika melakukan hubungan seksual dengan PSK? Kalau jawabannya YA, maka risiko penularan HIV rendah. Tapi, kalau jawabannya TIDAK, maka ada risiko penularan HIV dari PSK kepada laki-laki penduduk Batam.

Untuk memperoleh realitas sosial yang perlu dilakukan wartawan adalah mencari data tentang perilaku seksual laki-laki penduduk Batam, khususnya terkait dengan PSK. Dengan menggambarkan perilaku laki-laki penduduk Batam terkait dengan PSK akan memberikan gambaran nyata terhadap penduduk terkait dengan risiko penyebaran HIV. ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun