Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

‘Seks Bebas’ Remaja di Kab Malang

7 Oktober 2010   11:13 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:38 1266
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Seks Bebas Ditangkal Dengan Agama.” Ini judul berita di Harian “SURYA”, Surabaya (6/10-2010). Disebutkan: “Hasil penelitian tentang Pengetahuan Seks, Narkoba dan HIV/AIDS yang menyatakan 29 persen siswa SMA di Kabupaten Malang menjalani kehidupan seks bebas mengundang keprihatinan Gerakan Pemuda (GP) Ansor Kabupaten Malang.”

Persoalan utama adalah: Apa, sih, yang dimaksud dengan ‘seks bebas’? Kata ini sudah menjadi ‘jargon nasional’ yang merupakan ‘pepesan kosong’. Kalau ‘seks bebas; diartikan sebagai zina maka perlu ada penelitian pembanding antara perilaku ‘seks bebas’ di kalangan remaja dan laki-laki dewasa, khususnya yang beristri.

Jika ditilik dari epidemi IMS (infeksi menular seksual yaitu penyakit-penyakit menular yang ditularkan melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah, seperti GO, sifilis, klamidia, hepatitis B, dll.) dan HIV maka yang menjadi persoalan besar adalah laki-laki dewasa. Mereka ini menjadi mata rantai penyebaran IMS dan HIV secara horizontal antar penduduk. Maka, tidak mengherankan kalau kemudian kasus IMS dan HIV terdeteksi di banyak ibu rumah tangga.

Penyebaran IMS dan HIV di Indonesia dilakukan oleh laki-laki ‘hidung belang’ yang dalam kehidupan sehari-hari bisa sebagai seorang suami, duda atau lajang. Mereka menularkan IMS dan HIV kepada istri, selingkuhan dan pekerja seks. Pekerja seks yang sudah mengidap IMS dan HIV kemudian menularkannya kepada laki-laki yang mengencani mereka tanpa kondom. Laki-laki dewasa yang menularkan HIV kepada pekerja seks dan laki-laki dewasa yang tertular HIV dari pekerja seks akan menjadi mata rantai penyebaran IMS dan HIV.

Penelitian ini tidak objektif karena hanya mencari sensasi dengan menjadikan remaja sebagai objek. Perlu pula dipertanyakan apakah penelitian tsb. hanya mengandalkan angket (mengisi pertanyaan terbuka dengan pilihan ganda). Soalnya, tidak sedikit remaja yang ‘asal contreng’. Sudah beberapa penelitian serupa di berbagai kota yang hanya menghasilkan kehebohan dan kegemparan. Semua sensasi karena tidak menunjukkan realitas sosial.

Penelitian di Kab Malang, Jawa Timur, terhadap 404 responden disebutkan bahwa 116 di antaranya mengaku pernah melakukan hubungan seksual. Apa hasilnya jika ditanya kepada 404 laki-laki dewasa (beristri, lajang atau duda): Apakah mereka pernah berzina? Kita lihat di lokasi dan lokalisasi pelacuran dan perselingkuhan justru banyak melibatkan kalangan dewasa.

Lagi-lagi penelitian ini memojokkan remaja. Ada kesan hanya remajalah yang sering berzina. Pada usia remaja dorongan seks sangat besar. Hasrat seks hanya bisa disalurkan melalui hubungan seksual. Tidak ada substitusi yang bisa mengganti penyaluran dorongan seksual.

Kalau saja kalangan dewasa yang melakukan penelitian dan yang berkoar-koar mengomentari hasil penelitian mau berbagi tentang pengalaman mereka menyalurkan hasrat seks ketika muda tentulah remaja kita tidak akan melakukan ’seks bebas’.

Jika ada pembanding tentang perilaku seks kalangan dewasa sekarang ketika mereka muda maka akan lain pula hasilnya. Penelitan tentang remaja mengesankan ’remaja dahulu’ tidak melakukan ’seks bebas’ seperti yang dituduhkan kepada mereka.

Ali Murtadlho, Wakil Ketua PC GP Ansor Bidang Agama dan Ideologi, mengatakan: ”Realitas itu harus dipahami dan diimbangi dengan tambahan pengetahuan agama sebagai kegiatan ekstra kurikuler di sekolah-sekolah umum, serta peningkatan pengawasan orang tua kepada anak-anak mereka.”

Persoalannya adalah: Apa alat ukur dan ukuran ’pengetahuan agama’ yang bisa mengerek perilaku ’seks bebas’ di kalangan remaja? Apakah kalangan dewasa yang juga melakukan ’seks bebas’ sudah terukur ’pengetahuan agamanya’?

Ali menambahkan: “Dan menjadi tugas guru dan orang tua untuk membimbing anak-anak mereka agar tidak terjerumus dalam kehidupan seks bebas.” Ya, kita berharap kalangan dewasa mau berbagai pengalaman agar remaja kita tidak ’terjerumus dalam kehidupan seks bebas’. ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun