Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Sanksi yang Diskriminatif terhadap Pelanggar Perda AIDS Merauke

13 September 2010   07:17 Diperbarui: 7 Juni 2019   17:29 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber: futurism.com)

Plt. Sekretaris KPAD Merauke, Stefanus Lobwaer, mengatakan: ” .... pada prinsipnya, tujuan dari penegakan Perda adalah melindungi PSK di lokalisasi, bar, maupun tempat-tempat hiburan malam.” Melindungi PSK dengan jerat hukum tapi meloloskan pihak lain yang menjadi ’mitra’ perbuatan yang melawan hukum.

Pada pasal 5 ayat d dan pasal 6 ayat d disebutkan: ”Setiap mucikari dan pengelola bar wajib memberikan perlindungan kepada Penjaja Seks Komersial dan melaporkan kepada pihak berwajib terhadap adanya pelanggan yang memaksakan kehendaknya untuk melakukan hubungan seksual tanpa menggunakan kondom.” Bertolak dari kasus 61 PSK yang dijerat dengan perda mengapa mucikari dan pengelola bar tidak dijerat dengan perda ini? Fakta menunjukkan ada PSK yang bekerja pada mereka melakukan perbuatan yang melanggar perda.

Pengalaman juga menunjukkan PSK tidak bisa berkutik ketika berhadapan dengan germo. PSK dipaksa germo melayani laki-laki yang tidak mau memakai kondom. Biasanya, laki-laki yang ditolak PSK jika tidak memakai kondom akan memakai tangan germo untuk memaksa PSK melayaninya. Dalam kaitan ini tentulah germo dan laki-laki yang menolak memakai kondom yang harus mendapat sanksi hukuman yang lebih berat daripada PSK. Tapi, dalam kasus Merauke ini justru PSK yang menjadi korban dengan jeratan perda.

Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Setda Kabupaten Merauke, S.M. Silubun, mengatakan: ” .... pihak yang berkeberatan dalam pembayaran denda sesungguhnya bukanlah pada PSK, justru mucikari atau pemilik tempat hiburan.” Di tempat asal ide pembuatan perda yaitu Thailand melalui program ’wajib kondom 100 persen’ yang mendapat sanksi memang mucikari yaitu mulai dari peringatan sampai pencabutan izin usaha.

Tapi, harus diingat cara yang diterapkan Thailand dalam memantau program itu benar-benar akurat dan transparan yaitu survailans tes IMS secara rutin terhadap PSK. Sedangkan dalam perda yang diwajibkan adalah PSK untuk memeriksakan diri.

Penggunaan kata ’penjaja seks komersial’ pada perda ini merupakan perbuatan yang merendahkan harkat dan martabat manusia. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) menjajakan adalah kegiatan yang menawarkan barang dagangan dengan berkeliling. PSK tidak pernah menjajakan diri, yang mendatangi mereka justru laki-laki.

Lagi-lagi perda ini bias gender yang merupakan perbuatan yang diskriminatif. Padahal, dalam konteks penyebaran HIV yang menjadi mata rantai justru laki-laki. PSK tertular HIV dari laki-laki yang dalam kehidupan sehari-hari bisa sebagai seorang suami, pacar, selingkuhan, atau lajang. PSK yang tertular HIV kemudian menularkannya kepada laki-laki lain yang mengencaninya tanpa kondom yang dalam kasus di Merauke ini lolos dari jeratan hukum (perda). ***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun