“PMI Kekurangan 1,5 Juta Kantong Darah.” Ini informasi di newsticker TVOne (18/8-2010). Ini merupakan ironi karena secara teoritis persediaan darah di unit-unit transfusi darah (UTD) PMI tidak akan habis kalau filosofi transfusi diberlakukan secara konsekuen.
Darah diganti dengan darah. Itulah landasan transfusi. Artinya, kalau ada yang mengambil darah ke PMI maka dia harus menggantinya dengan darah. Bisa darah anggota keluarga atau kerabat. Misalnya, seseorang mengambil tiga kantong darah maka dia harus membawa tiga donor untuk mengganti darah yang diambil.
Tapi, yang terjadi justru sebaliknya. Darah diganti dengan uang. Ini tentu saja jual darah. Tapi, PMI berkelit: ” .... pengenaan biaya selama ini hanya untuk mengganti ongkos produksi pengolahan darah.” Ini pernyataan Ketua PMI Cabang Makassar, Syamsu Rizal (FAJAR, 3/8-2010).
Yang mengambil darah di PMI membayar biaya produksi, tapi tidak menganti darah yang dia ’beli’. Di Makassar, misalnya, ongkos produksi Rp 250.000/kantong darah. Jika bertolak dari pernyataan tadi maka uang ini habis untuk biaya produksi, seperti pembelian kantong, uji saring, dll.
Jika PMI menerapkan filosofi transfusi maka tidak ada kemungkinan persediaan darah habis atau menipis di PMI. Ya, karena darah diganti uang maka persediaan darah pun bisa habis. Apalagi di bulan puasa donor berkurang.
Memang, terkadang yang datang ke PMI untuk ’membeli’ darah dipaksa membawa donor. Tapi, apakah ini diberlakuka secara adil terhadap semua yang mengambil darah ke PMI?
Kalau jawabannya YA, maka pernyataan JK tidak masuk akal. Maka, pernyataan JK yang disiarkan TVOne itu menunjukkan keharusan darah diganti darah tidak berlaku umum di PMI.
Sudah rahasia umum rumah-rumah sakit swasta hanya menyuruh kurir mengambil darah ke PMI dengan membawa ongkos produksi.
Himbauan untuk menjadi donor sukarela terus berkumandang, tapi pengambilan darah dengan imbalan ’ongkos produksi’ terus berlangsung.
Menurut Ketua PMI Makassar ’biaya produksi’ yang harus dibayar masyarakat bisa berkurang jika ada bantuan dan dana sosial yang dikumpulkan melalui ’bulan dana’. Biar pun ada bantuan dana dan dana sosial jika darah diganti darah diterapkan maka persediaan darah di UTD PMI akan terjaga.
Dana yang ada dipakai untuk meningkatkan mutu uji saring darah terutama terhadap HIV karena skrining HIV yang dilakukan PMI sangat lemah. Reagent ELISA tidak efektif mendeteksi antibody HIV jika donor menyumbangkan darahnya pada masa jendela. Kalau ada donor yang tertular HIV di bawah tiga bulan ketika dia mendonorkan darahnya maka hasil tes HIV dengan ELISA bisa negatif palsu atau positif palsu.