Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Otomotif

(Masih) Tentang Monorail Jakarta: Jadi, Nggak, Sih?

28 Juni 2014   18:51 Diperbarui: 18 Juni 2015   08:25 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Agaknya, harapan warga DKI Jakarta untuk segera bisa bepergian dengan moda transportasi yang bebas macet yaitu dengan monorail masih tetap sebatas harap-harap cemas.

Bahkan, bisa jadi warga di Kota Bandung dan Kota Surabaya akan lebih dahulu menikmati perjalanan dalam kota yang bebas macet dengan monorail.

Soalnya, sampai hari ini Pemprov DKI Jakarta belum memberikan izin kepada PT Jakarta Monorail dalam bentuk Perjanjian Kerja Sama (PKS). Hal ini terungkap pada acara Diskusi Publik ”Jakarta Monorail, Jadi Engga Sih?” yang diselenggarakan oleh TEMPO Media Group di Jakarta, 25/6-2014.

Monorail adalah angkutan massal disebut sebagai mass rapid transit (MRT) dengan kereta api melayang di atas permukaan tanah. Monorail merupakan salah satu pilihan moda transportasi MRT.

Jakarta sendiri merancang dua moda transportasi MRT yaitu monorail dan subway (kereta api bawah tanah). Monorail dan subway ini akan terintegrasi dengan bus Transjakarta, Commuter Line PT KAI dan bus-bus reguler.

Secara teknis, ”Proyek monorail itu sangat sederhana,” kata Hermanto Dwi Atmoko, Direktur Jenderal Perkeretaapian, Kemenhub RI. Artinya, ahli-ahli konstruksi dalam negeri bisa membangun infrastruktur monorail.

Lalu, kalau secara teknis mudah, tapi koq berlarut-larut sejak tahun 2004?

Dari diskusi publik itu terkuaklah bahwa persoalan bukan pada masalah teknis, tapi nonteknis yaitu kesepakatan kerja sama.

Sama halnya pada acara ”Kompasiana Nangkring Bareng PT Jakarta Monorail: Persoalan Infrastruktur atau Politik?” di Jakarta, 24/5-2014, yang terkuak tentang persoalan monorail ini tetap saja soal tarik-ulur antar berbagai kepentingan yang bertumpu pada politis (Monorail Jakarta: Tanggalkan Kepentingan Politis dan Bisnis Kedepankan Hak Publik - http://jakarta.kompasiana.com/transportasi/2014/06/06/monorail-jakarta-tanggalkan-kepentingan-politis-dan-bisnis-kedepankan-hak-publik-657016.html).

Dari aspek hukum pun sebenarnya tidak ada lagi masalah karena, seperti disebutkan oleh Muhammad Sanusi, anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta, Peraturan Daerah Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) 2014 sudah disahkan. Dalam RDTR sudah ada penjelasan tentang angkutan umum di Jakarta secara rinci.

Lalu, koq, masih mandeg?

Gub DKI Jakarta Joko Widodo, yang disapa sebagai Jokowi, sudah melakukan ground breaking proyek monorail sebagai langkah melanjutkan proyek tsb. Banyak kalangan yang justru tidak melihat niat baik Jokowi. Mereka justru mencari-cari kesalahan Jokowi terkait dengan groundbreaking tsb.

Dari segi administari pun, seperti diutarakan Direktur Utama PT Jakarta Monorail (JM), John Aryananda, sudah komplit yaitu 15 persyaratan + 3 persyaratan + 5 persyaratan tengang teknis, keuangan, hukum, dan lain-lain. Dari segi modal pun JM sudah siap. Ini sekaligus menepis keraguan Plt Gub DKI Jakarta, Basuki Tjahaya Purnama, yang lebih dikenal sebagai Ahok, yang mengatakan ragu JM punya uang. Padahah, JM, menurut John sudah mengantongi Rp 4,5 triliun.

Itu pulalah sebabnya mengapa JM tidak mau mundur biar pun mereka harus menghadapi keruwetan. "Kami sebenarnya boleh mundur, cuma karena sudah telanjur selalu dituding tidak punya uang, kami tidak boleh mundur karena bisa mengancam eksistensi perusahaan," kata John.

Maka, ketika Ahok jadi Plt Gubernur sudah bisa dipastikan persoalan kian rumit karena monorail dibawa ke ranah politis yang berbau bisnis.

Kondisinya kian runyam karena ketika Jokowi melakukan groundbreaking monorail belum ada Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara Pemprov DKI Jakarta dan JM.

Itu artinya proyek monorail Jakarta bakal molor atau bahkan mandeg seperti di era Gub Sutiyoso dan Gub Foke. Maka, warga Jakarta dan pengulang-alik pun harus bersababar memakai kendaraan pribadi atau naik mikrolet, bus kota, dan busway yang terhalang kemacetan dan lampu merah. ***[Syaiful W. Harahap]***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun