Berdasarkan hasil tes HIV yang dilakukan Dinas Kesehatan DKI Jakarta di Jakarta Barat tahun 2013, terdeteksi 514 kasus HIV/AIDS yang terdiri atas 329 HIV dan 185 AIDS. Kasus tersebut banyak terdeteksi di kawasan hiburan malam dan lokasi pelacuran (Ogah rugi, pengusaha hiburan malam enggan cek kesehatan karyawan, merdeka.com, 26/6-2014).
Jika penyebaran HIV/AIDS di Jakarta Barat dikaitkan dengan cek kesehatan karyawan, maka itu artinya penanggulangan HIV/AIDS di Jakarta Barat tidak dijalankan dengan cara-cara yang konkret.
Pertama, cek kesehatan karyawan hiburan malam tidak mendeteksi HIV/AIDS karena tes HIV tidak sama dengan cek kesehatan.
Kedua, kalau pun dilakukan tes HIV kepada karyawan hiburan malam itu artinya sudah terjadi penularan HIV dari laki-laki pengunjung kepada karyawan dan dari karyawan kepada pengunjung.
Nah, kalaupun Dinas Kesehatan Jakarta Barat dan Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Jakarta Barat melakukan tes HIV kepada karyawan hiburan malam itu artinya sudah terjadi penyebaran HIV/AIDS di masyarakat al. melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.
Tes HIV yang dijalankan terhadap karyawan hiburan malam sama artinya dengan membiarkan penduduk Jakarta Barat, terutama laki-laki dewasa, menularkan HIV ke karayawan hiburan malam dan tertular HIV dari karyawan hiburan malam. Ini adalah langkah di hilir.
Di Jakarta Barat disebutkan ada 305 tempat hiburan malam. Jika rata-rata satu tempat hiburan malam ada 50 karyawan, maka ada 15.250 karyawan. Jika seorang karyawan melayani rata-rata 3 laki-laki tiap malam, maka setiap malam ada 45.750 laki-laki yang melakukan perilarku berisiko tinggi tertular dan menularkan HIV. Memang, tidak semua penduduk Jakarta Barat.
Disebutkan oleh Suhaya, Kepala Seksi Promosi dan Pencegahan AIDS, KPA Jakarta Barat: "Jumlah pekerja malam yang terjangkit penyakit bisa saja lebih banyak dari temuan yang ada."
Itu artinya kian banyak pula laki-laki yang berisiko tertular HIV karena mereka melakukan hubungan seksual tanpa kondom dengan pekerja hiburan malam yang mengidap HIV/AIDS.
Yang jadi persoalan besar dalam penanggulangan HIV/AIDS di Jakarta Barat bukan kesediaan pengusaha hiburan malam melakukan tes kesehatan terhadap karyawannya, tapi apa yang dilakukan Pemerintah Kota Jakarta Barat secara konkret untuk menanggulangi penyebaran HIV/AIDS terutama pada praktek pelacuran di tempat-tempat hiburan malam.
Adalah hal yang mustahil menghentikan penyebaran HIV/AIDS di Jakarta Barat karena praktek pelacuran terjadi di sembarang tempat dan sembarang waktu sehingga tidak bisa dijangkau.
Yang bisa dilakukan adalah menurunkan insiden infeksi HIV baru pada laki-laki melalui hubungan seksual dengan karyawan hiburan malam. Ini bisa dilakukan dengan cara-cara yang konkret yaitu melalui intervensi berupa program pemaksaan terhadap laki-laki agar memakai kondom ketika melakukan hubungan seksual dengan karyawan hiburan malam (Lihat gambar).
Program ini hanya bisa dilakukan jika praktek pelacuran dilokalisir sehingga ada kekuatan hukum yang bisa memaksa pengusaha hiburan malam menjalankan program pemakaian kondom pada laki-laki yang melakukan hubungan seksual dengan karyawan hiburan malam.
Karena praktek pelacuran di tempat pelacuran dan tempat hiburan malam tidak diatur dengan perangkat hukum yaitu dengan memberikan izin usaha, maka program tsb. tidak akan efektif.
Pemantauan program kondom tsb. dilakukan dengan cara survailans tes IMS rutin terhadap karyawan hiburan malam. IMS adalah infeksi menular seksual yaitu penyakit-penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah dari yang mengidap IMS ke pasangannya.
Kalau ada karyawan hiburan malam yang terdeteksi mengidap IMS itu artinya karyawan tadi melayani laki-laki melakukan hubungan seksual dengan tidak memakai kondom.
Sanksi diberikan kepada pengusaha hiburan malam, mulai dari teguran, denda sampai pencabutan izin usaha.
Karena program itu tidak bisa dilakukan dengan efektif, maka intervensi lain adalah menjalankan program pencegahan HIV dari-ibu-ke-bayi yang dikandungnya. Maka, diperlukan perangkat hukum yang mewajibkan perempuan hamil menjalani konseling pasangan yang berakhir dengan tes HIV.
Program ini untuk menyelematkan bayi agar lahir tanpa HIV/AIDS dan mendeteksi HIV/AIDS pada suami.
Tanpa program yang konkret penyebaran HIV/AIDS akan terus terjadi di Jakarta Barat yang kelak akan bermuara pada ”ledakan AIDS”.***[Syaiful W. Harahap – AIDS Watch Indonesia]***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H