Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Genosida dengan HIV/AIDS Tidak Efektif

10 Agustus 2014   20:48 Diperbarui: 18 Juni 2015   03:54 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1407652556575546843

Terbetik berita bahwa ada kelompok radikal yang merekrut cewek untuk dijadikan sebagai pekerja seks komersial (PSK) untuk tujuan genosisa (KBBI: pembunuhan besar-besaran secara berencana terhadap suatu bangsa atau ras) dengan cara menyebarkan HIV/AIDS.

Genosida sendiri sudah dikenal sejak milenum pertama sebelum Masehi yang terus berlanjut sampai sekarang dengan berbagai cara, al. dengan racun, gas, pemerkosaan, perang, dll.

Cewek yang mereka rekrut, sebut saja ‘cewek agen genosida’, ditulari dengan HIV/AIDS agar mereka menyebarkan HIV/AIDS ke kelompok target atau sasaran. Secara global kasus HIV/AIDS diperkirakan 38,6 juta, sedangkan di Indonesia kasus HIV/AIDS sudah dilaporkan sebaganyak 188.273 dengan 9.615 kamatian.

Namun, menjadikan HIV/AIDS sebagai ‘senjata pembunuh’ untuk tujuan genosida tidaklah semudah yang mereka pikirkan karena bebarapa hal, yaitu:

1. Risiko tertular HIV/AIDS melalui hubungan seksual tanpa kondom, di dalam dan di luar nikah, dengan yang mengidap HIV/AIDS adalah 1:100. Artinya, dalam 100 kali hubungan seksual ada 1 kali kemungkinan terjadi penularan. Persoalannya adalah tidak bisa diketahui pada hubungan seksual ke berapa terjadi penularan. Bisa yang pertama, kedua, ketujuh, kelima belas, ketiga puluh, kesembilan puluh, bahkan bisa pada hubungan seksual yang keseratus.

Itu artinya seeorang ‘cewek agen genosida’ harus melakukan hubungan seksual 100 kali dengan target mereka.

Tentu saja ada persoalan besar, yaitu ‘cewek agen genosida’ harus melakukan hubungan seksual 100 kali dengan sasaran. Kalau ‘cewek agen genosida’ berperan sebagai PSK, maka amatlah sulit bagi dia untuk melakukan 100 kali hubungan seksual dengan laki-laki yang menjadi target. Tentu tidak mungkin laki-laki target itu ngeseks tiap hari atau tiap malam dengan ‘cewek agen genosida’ karena banyak faktor, al. biaya dan waktu.

2. Sampai sekarang tidak ada laporan kematian pengidap HIV/AIDS karena HIV atau AIDS. Kematian pada pengidap HIV/AIDS terjadi karena penyakit-penyakit yang muncul pada masa AIDS, disebut infeksi oportunistik, seperti diare dan TB.

3. Kematian pada orang-orang yang ditulari HIV/AIDS tidak terjadi cepat karena kematian pengidap HIV/AIDS terjadi pada masa AIDS. Secara statistik masa AIDS terjadi antara 5-15 tahun setelah tertular.  Jika seseorang yang tertular HIV terdeteksi sebelum masa AIDS, maka ada obat yang bisa menekan laju perkembangan HIV di dalam darah yaitu obat antiretroviral (ARV) sehingga daya tahan tubuh pengidap HIV/AIDS tetap terjaga. Ini membuat pengidap HIV/AIDS tidak mudah kena penyakit infeksi oportunistik.

Tiga hal di atas agaknya luput dari perhatian kelompok radikal tsb. Lagi pula amatlah gegabah kalau kemudian ‘cewek agen genosida’ yang mereka rekrut itu ditulari dengan virus HIV karena cewek itu akan menderita.

Menularkan HIV kepada ‘cewek agen genosida’ itu juga tidaklah mudah karena hanya bisa dilakukan melalui: (1) hubungan seksual tanpa kondom  di dalam dan di luar nikah dengan laki-laki pengidap HIV/AIDS sebanyak 100 kali, atau (2) menyuntikkan darah yang mengidap HIV/AIDS ke tubuh ‘cewek agen genosida’.

Memakai HIV/AIDS sebagai genosida mencelakai agen genosida, sedangkan memakai penyakit yang termasuk wabah tidak menciderai pelaku genosida.

Ketika epidemi HIV/AIDS sudah mecakup seluruh dunia, sudah banyak pula laki-laki yang menerapkan hubungan seksual yang aman dengan perempuan yang berganti-ganti atau dengan perempuan yang sering ganti-gant pasangan yaitu memakai kondom.

Maka, jika laki-laki yang menjadi target ‘cewek agen genosida’ menerapkan seks aman tentulah penularan HIV tidak terjadi.

Untuk melakukan genosida dengan penyakit, maka yang dipakai adalah penyakit-penyakit yang cepat menular, mematikan dan sulit dicegah. Penyebarannya al. memakai media air dan udara serta hewan. Ini disebut wabah. Seperti diare, disenrti, tipus, TB, demam berdarah, flu burung, malaria, dll.

Namun, wabah akan segera ditangani oleh pemerintah sehingga penyebarannya cepat diatasi sehingga rencana genosida tidak akan tercapai.

Maka, jika memakai HIV/AIDS sebagai genosida dengan mata rantai ‘cewek agen genosida’ tidak efektif karena: (a) HIV/AIDS bisa dicegah dengan cara-cara yang realistis, (b) kematian terjadi belasan tahun kemudian, dan (c) penyebarannya tidak bisa memakai udara dan air. *** [Syaiful W. Harahap] ***

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun