Gonjang-ganjing kenaikan harga, sering dihaluskan dengan sebutan penyesuaian harga, selalu menimbulkan gejolak di masyarakat. Berbagai kesan muncul di masyarakat, salah satu di antaranya ada anggapan bahwa kenaikan harga untuk menambah pundi-pundi perusahaan
Tapi, berbeda dengan rencana PT Pertamina (Persero) yang akan menaikkan harga jual gas Elpiji 12 Kg. Kenaikan harga sama sekali bukan untuk kepentingan perusahan karena biar pun tata niaga gas ini merugikan perusahaan, al. karena tidak menerima subsidi dari pemerintah, bisa ditutupi dengan keuntungan tata niaga produk lain.
Yang merekomendasikan kenaikan harga Elpiji 12 Kg non-subsidi justru Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) justru untuk menyelamatkan uang negara. BPK menemukan kerugian Pertamina itu justru merupakan kerugian negara.
Kenaikan Harga Bertahap
Itu artinya “subsidi” Pertamina terhadap gas Elpiji 12 Kg adalah uang negara sehingga secara ril merupakan kerugian negara, dalam hal ini pemerintah.
Dengan harga jual seperti sekarang Pertamina rugi besar. BPK menyebutkan tata niaga gas 12 kg non-subsidi dari tahun 2009 sampai 2013 merugikan Pertamina sebesar Rp 17 triliun. Kerugina Pertamina itu disebut BPK sebagai kerugian negara. Biar pun Pertamina menaikkan harga jual menjadi Rp 1.000/kg di awal tahun 2014, BPK memperkirakan tata niata gas ini tetap rugi yang mencapai Rp 5,4 triliun. Kerugian akan lebih besar jika harga tidak segera dinaikkan.
Konsumen gas elpiji 12 kg kalangan menengah ke atas. Yang menggunakan gas elpiji tabung 12 kg mencapai 17 persen dari pasar gas elpiji nasional. Mereka ini 16 persen rumah tangga di perkotaan 6 persen rumah tangga di pedesaan.
Maka, secara umum kenaikan harga gas elpiji 12 kg nonsubsidi tidak akan menimbulkan gejolak karena tingkat ekonomi pengguna dan jumlahnya yang tidak besar. Tentu berbeda halnya jika harga gas elipiji 3 kg yang dinaikkan karena pemakainya sangat banyak dan dari kalangan menengah ke bawah.
Untuk menutupi kerugian negara dari tata niaga gas elpiji 12 kg nonsubsidi Pertamina menjalankan program yang “smooth” sehingga tidak akan memberatkan konsumen secara mendadak. Sama halnya seperti kenaikan tarif listrik yang dilakukan secara bertahap, Pertamina pun akan menaikkan harga gas elpiji 12 kg nonsubsidi secara bertahap pula.
Pertamina akan menjalankan program berupa langkah-langkah yang berkesinambungan, seperti disampaikan oleh Adiatma Sardjito, Media Manager Pertamina, pada acara “Kompasiana Nangkring bareng Pertamina”: Membincang Elpiji Non-Subsidi” (Jakarta,29/8-2014).
Pertamina menyebutnya sebagai roadmap (rencana strategi) penyesuaian harga gas elpiji 12 kg nonsubsidi.
Pada bulan Januari dan Juli 2014 harga dinaikkan Rp 1.000/kg sehingga perkiraan harga jual pada bulan Juli 2014 sebesar Rp 6.994/kg. Dengan harga ini diperkirakan harga di konsumen Rp 8.640 kg sehingga harga per tabung Rp 103.700. Harga ini terjadi, al. karena biaya distribusi.
Berikutnya pada tahun 2015 harga dinaikkan pada bulan Januari dan Juli sebesar Rp 1.500/kg. Dengan kenaikan ini, maka harga gas menjadi 9.944/kg. Dengan tambahan biaya distribusi harga per tabung di tangan konsumen pada bulan Juli 2015 menjadi 12.250/kg sehingga harga per tabung Rp 147.000.
Menghadang Migrasi ke Elpiji 3 Kg
Strategi berikut di tahun 2016 harga juga dinaikkan pada bulan Januari sebesar Rp 1.500/kg dan bulan Juli Rp 500/kg. Harga jugal menjadi Rp 11.944/kg. Dengan kenaikan ini, menurut Adiatma, penjualan gas elpiji 12 kg nonsubsidi sudah tidak merugikan negara karena merupakan harga jual yang sesuai dengan biaya produksi.
Lalu, berapa harga yang pas? Ya, setelah kenaikan bertahap harga di konsumen diperkirakan, setelah ditambah biaya distribusi, Rp 14.660/kg sehingga harga per tabung Rp 175.900.
Selain Pertamina ada dua perusahaan yang ikut tata niaga gas elpiji 12 kg. Mereka menjual gas dengan harga di atas Rp 15.000 kg, sedangkan harga jual Pertamina antara Rp 6.000 – Rp 7.000 per kilogram.
Kerugian Pertamina dalam tata niaga gas elpiji 12 kg nonsubsidi al. dipengaruhi perbedaan nilai tukar rupiah ke dolar AS (kurs). Soalnya, bahan baku elpiji diimpor sehingga harganya tergantung pada kurs rupiah terhadap dolar AS. Juga ada biaya-biaya lain yang juga mempengaruhi kerugian Pertamina dalam tata niaga elipiji 12 kg nonsubsidi ini.
Apakah lonjakan harga ini tidak mendorong migrasi ke gas subsidi 3 kg?
Soalnya, migrasi pengguna gas elpiji 12 kg nonsubsidi ke gas elpiji 3 kg subsidi akan merusak tata niaga gas bersubsidi tsb. Misalnya, pasokan gas elipiji 3 kg akan terganggu karena banyak permintaan.
Tapi, kekhawatiran akan terjadi migrasi itu ditampik keras oleh Pertamina.
Data agen dan distributor di seluruh Indonesia ada di Pertamina. Ada pula sistem monitoring yang handal sehingga akan diketahui dengan cepat jika ada lonjakan permintaan gas elpiji 3 kg subsidi dari distributor dan agen. Begitu juga dengan kemungkinan mengoplos gas elpiji 3 kg subsidi ke tabung gas 12 kg akan bisa terdeteksi jika permintaan gas 3 kg melonjak dengan jumlah yang tidak wajar. Jika hal ini terjadi, maka Pertamina tidak akan memenuhi permintaan dari distributor untuk pasokan gas elpiji 3 kg subsidi yang tiba-tiba melonjak.
Harga relatif tidak jadi masalah karena banyak ibu rumah tangga dan juru masak (chef) profesional yang memilih gas sebagai bahan bakar untuk memasak. Seperti yang dikatakan oleh Farah Quinn pada acara “Kompasiana Nangkring bareng Pertamina”, dia lebih senang memakai gas untuk memasak daripada bahan bakar lain.
Memang, banyak alasan ibu-ibu rumah tangga dan chef memilih gas, al. tidak berbau dan panasnya merata. Maka, yang diharapkan konsumen adalah ketersediaan gas yang merata dan keseinambungan distribusi.
Karena banyak yang memilih gas elpiji 12 kg nonsubsidi sebagai bahan bakar untuk memasak di rumah dan dapur restoran, maka pasokan gas ini pun harus berkesinambungan. Ini tantangan bagi Pertamina sebagai bagian dari pelayaan setelah menyesuaikan harga.
Untuk meredam “kemarahan” konsumen gas elipiji 12 kg nonsubsidi agas kenaikan harga Pertamina didorong untuk menjalankan sosialisasi yang berkesinambungan sebagai bagian dari upaya memberikan pemahaman yang komprehensif kepada masyarakat tentang alasan logis kenaikan harga. (bahan-bahan dari Pertamina, esdm.go.id, dan sumber-sumber lain). *** [Syaiful W. Harahap] ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H