Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

313 Pekerja Seks ‘Beroperasi’ Tiap Malam di Kota Tangerang Selatan, Banten

6 April 2012   01:26 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:58 370
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13336850271759837186

Lagi-lagi penanggulangan HIV/AIDS dengan mencari ‘kambing hitam’. Lihat saja yang terjadi di Kota Tangerang Selatan (Tangsel), Prov Banten ini. Dikabarkan: “Kota Tangerang Selatan lakukan penelitian mengenai HIV/AIDS. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan darah Pekerja Seks Komersil (PSK) sebagai sampling.” (Seberapa Besar HIV Pengaruhi Tangsel?, republika.co.id, 4/4-2012).

Ada beberapa fakta yang luput dari perhatian Dinkes Kota Tangsel dan KPA Kota Tangsel terkait dengan penyebaran HIV di Kota Tangsel.

Pertama, mobilitas PSK sangat tinggi. PSK yang diambil darahnya untuk penelitian tsb. akan ada yang pergi dari Tangsel dan sebaliknya ada pula PSK ‘baru’ yang datang ke Tangsel.

Kedua, ada kemungkinan PSK yang kelak tedeteksi mengidap HIV/AIDS tertular HIV dari laki-laki dewasa penduduk lokal, asli atau pendatang. Jika ini yang terjadi maka di masyarakat Tangsel sudah ada laki-laki, bisa saja mereka suami, yang mengidap HIV.

Ketiga, ada kemungkinan PSK yang kelak terdeteksi mengidap HIV/AIDS sudah mengidap HIV/AIDS ketika mulai ‘prektek’ di Tangsel. Jika ini yang terjadi maka akan ada laki-laki dewasa yang berisiko tertular HIV jika mereka melakukan hubungan seksual tanpa kondom dengan PSK.

Maka, laki-laki yang menularkan HIV kepada PSK dan laki-laki yang tertular HIV dari PSK menjadi mata rantai penyebaran HIV di masyarakat Tangsel, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah (Lihat Gambar).

Menurut dr. Alwan, Kepala Laboratorium Kesehatan Daerah (Labkesda) Tangerang Selatan, ada 313 PSK berusia 16 – 36 tahun yang diambil darahnya.

Kalau saja wartawan yang menulis berita ini membawa data 313 PSK ke realitas sosial terkait dengan penyebaran HIV/AIDS, maka berita itu bisa mencerahkan. Tapi, baik wartawan maupun narasumber, dr Alwan, ternyata memilih isu yang sensasional yaitu pengambilan darah PSK daripada mengaitkan jumlah PSK dengan risiko penyebaran HIV di Tangsel.

Jika satu malam seorang PSK melakukan hubungan seksual tanpa kondom dengan tiga laki-laki, maka setiap malam ada 939 (313 PSK x 3 laki-laki) laki-laki dewasa penduduk Tangsel, asli atau pendatang, yang berisiko tertular HIV.

Kalau di antara 939 laki-laki dewasa penduduk Tangsel, asli atau pendatang, ada yang tertular HIV maka mereka akan menularkan HIV kepada orang lain.

Satu hal yang tidak muncul dari berita itu adalah tidak ada penjelasan tentang sifat tes HIV kepada PSK itu. Kegiatan itu merupakan survailans tes HIV sehingga harus sesuai dengan standar prosedur operasi yang baku, yaitu anonimitas (contoh darah tidak diberikan kode yang bisa mengarah ke pemilik darah).

Pertanyaannya adalah: Apa langkah konkret yang akan dilakukan Pemkot Tangsel jika ada contoh darah yang mengidap HIV/AIDS?

Penjelasan yang ada: “Dari hasil tersebut baru bisa dibuat kesimpulan seberapa besar HIV/AIDS menjangkit di Tangerang Selatan.”

Kasus HIV/AIDS pada PSK itu menggambarkan perilaku seksual laki-laki dewasa Tangsel. Sayang, dalam Perda AIDS Prov Banten sama sekali tidak ada langkah konkret untuk menanggulangi penyebaran HIV (Lihat: http://edukasi.kompasiana.com/2011/05/05/perda-aids-prov-banten-menanggulangi-aids-dengan-pasal-pasal-normatif/).

Isu pelacuran, warung-warung, dll. di Tangsel sudah lama berkembang tapi sama sekali tidak ada langkah konkret yang dilakukan Pemkot Tangsel maupun Pemprov Banten. Semua hanya pada taraf ‘caci-maki’ (Lihat: http://regional.kompasiana.com/2011/06/13/aids-di-kota-tangerang-selatan-banten-tempat-hiburan-dan-prostitusi-jadi-%E2%80%98kambing-hitam%E2%80%99/).

Jika Pemkot Tangsel tidak melakukan tindakan yang konkret, maka insiden penularan HIV pada laki-laki dewasa melalui hubungan seksual tanpa kondom dengan PSK akan terus terjadi.

Pada gilirannya kian banyak pula istri yang terdeteksi mengidap HIV, yang selanjutnya akan menularkan HIV kepada bayi yang mereka kandung.

Penanggulangan di Banten hanya dilakukan dengan jargon-jargon moral sebagai retorika. Langkah KPA Kab Tangerang yang menggalang kerja sama dengan komunitas di lokasi pelacuran merupakan cara yang konkret.

Jika tidak ada langkah yang konkret, maka Pemkot Tangsel tinggal menunggu waktu saja untuk ‘panen AIDS’. ***[Syaiful W. Harahap]***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun