Abraham Lincoln mengutarakan demokrasi sebagai "Pemerintahan dari rakyat, untuk rakyat, dan oleh rakyat". Dapat diartikan bahwa dalam demokrasi kedudukan paling tinggi berada di tangan rakyat. Mementingkan kepentingan bersama di atas kepentingan satu pihak merupakan bentuk nyata dari adanya demokrasi itu sendiri.
Kamis, 20 Desember 2018 sekretariat Senat Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta diramaikan oleh masa aksi dari Aliansi Mahasiswa Peduli Pemira (Ampera).
Munculnya aliansi ini dianggap sebagian mahasiswa sebagai ekspresi perlawanan terhadap adanya pencorengan demokrasi yang dilakukan oleh Sema-U. Press Realese yang dikemukakan oleh Ampera ini, pada poin ke-lima menyatakan "Menolak Pemira diadakan di bulan Januari" sebagai bentuk respon terhadap Time Line yang diedarkan beberapa hari lalu.
Pelaksanan Pemira pada bulan Januari jika dilihat dari kalender akademik kampus memang tidaklah keliru karena memang belum memasuki masa libur, sedang libur dicantumkan pada 15 Januari 2019. Tetapi ada hal-hal yang perlu diperhatikan kembali ketika pelaksanaan kontestasi mahasiswa ini dilakukan pada bulan Januari. Bahwa mayoritas sivitas akademika kampus sudah menyelesaikan proses studinya di semester ganjil sebelum tahun baru, dan bahkan ada beberapa fakultas yang sudah libur sebelum pelaksanaan pemungutan suara berlangsung.
ketika saya bertanya pada beberapa mahasiswa di kampus terkait akankah mereka ikut melaksanakan pemilihan jika Pemira diadakan Januari. Mayoritas mengatakan jelas mereka tidak akan berpartisipasi pada pesta demokrasi mahasiswa tahunan ini. Dengan alasan sudah tidak ada di kampus dan mereka telah pulang ke kampungnya. Jika dicermati lebih jauh perilaku apatis ini tidak didasari adanya sikap acuh-tak-acuh mahasiswa, pun mereka mengatakan akan ikut memilih jika pelaksanaanya diundur saat mereka sudah kembali beraktivitas di kampus. Maka pada dasarnya memilih untuk tidak memilih adalah bentuk pilihan yang diberikan oleh Sema-U.
Hal ini berbanding terbalik ketika pertanyaan yang sama diberikan pada mereka yang ikut terlibat dalam organisasi ekstra kampus. Kebanyakan dari mereka tetap akan ikut meskipun Pemira ini dilaksanakan tetap di bulan  Januari. Sudah menjadi rahasia umum dan tidak bisa dielakkan bahwa Pemira ini selain menjadi kontestasi mahasiswa secara umum, pun secara khusus menjadi ajang unjuk eksistensi bagi organisasi ekstra kampus.
Maka ketika mereka yang tidak ikut terlibat dalam organisasi ekstra secara tidak langsung diberikan pilihan untuk tidak terlibat dalam proses pemilihan. Akan muncul tanda tanya besar terkait Pemira ini untuk siapa?
Untuk seluruh mahasiswa kah? Atau hanya untuk kepentingan golongan tertentu?
Kembali pada pernyataan Abraham Lincoln di atas, kedudukan tertinggi ada di tangan rakyat dan wujud rakyat dalam kampus adalah mahasiswa itu sendiri. Ketika aspirasi mahasiswa tidak ditanggapi dengan baik oleh pihak yang berkewajiban, maka sudah jelas bahwa pencorengan demokrasi itu sudah terjadi.
Ketika wakil mahasiswa yang ada baik di Sema atau di Dema dipilih oleh mereka yang mementingakan golongannya di atas kepentingan mahasiswa. Sudah pasti ada pencorengan demokrasi yang dilakukan terang-terangan pada pemira 2018 ini. Sema dan Dema yang pada hakekatnya seharusnya menjadi pengarah gerakan mahasiswa nantinya, berubah arah sebatas untuk mereka dan golongannya.
Oleh: Ismail Alviano (Mahasiswa Biasa)Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H