Baru-baru ini Kemristek-Dikti mengumumkan 243 daftar PTS yang tidak boleh menerima mahasiswa baru. Memang semenjak dibawah pimpinan Mohamat Natsir, Kemristek-Dikti getol menertibkan kampus-kampus ilegal/abal-abal, yang paling heboh dulu ada Universitas Berkeley di Jakarta. Entah apa kabarnya kampus berkeley sekarang karena di daftar alumninya ternyata banyak juga pejabat-pejabat, hingga para petinggi Polri yang kuliah di kampus itu. Apa jadinya jika kampus itu dianggap ilegal?
Di tempo online diberitakan Menko Rizal Ramli kecewa dengan ITB yang peringkatnya sudah tidak masuk 600 besar dunia. Alumni ITB yang dianggap dari kampus terbaik di negeri ini saja tidak ada apa-apanya di persaingan internasional, bagaimana dengan kampus yang peringkatnya jauh dibawah ITB, apa yang akan dihasilkannya? Sampah kah?
Dunia pendidikan Indonesia kalau tidak segera merovolusi standar kualitas akan menuju kiamatnya. Data yang dirilis oleh OECD pada pertengahan 2015 lalu, Indonesia berada diperingkat kualitas pendidikan ke-69 dari 76 negara yang disurvey. Kita perlu banyak belajar ke negara tetangga Singapura yang ternyata kualitas pendidikannya yang terbaik di dunia. Ironisnya, kualitas pendidikan Indonesia hampir sejajar dengan kualitas negara-negara miskin dari benua hitam. Tapi bukankah Indonesia adalah negara yang kaya dan sudah lama merdeka, 70 tahun? Kok bisa hampir nggak ada bedanya dengam negara miskin.
Yang menjadi pertanyaan, yang dihasilkan pendidikan Indonesia selama ini mahasiswa abal-abal kah? Mahasiswa yang boleh jadi kuliah dikampus legal bahkan yang terbaik di negerinya tapi memiliki wawasan dan orientasi yang sempit. Berapa banyak alumni dari PTN Â terbaik di negeri ini akhirnya berakhir sebagai sebutan seorang koruptor. Mereka bahkan lebih hina dari mahasiswa abal-abal atau mahasiswa yang kuliah dari kampus abal-abal.
Saya bisa katakan mahasiswa abal-abal yang dari kampus resmi bisa menjadi sama bahayanya dari mahasiswa yang kuliah dikampus abal-abal. Sudah menjadi fenomena gunung es Berapa banyak mahasiswa yang tugas akhirnya dikerjakan oleh pihak ketiga. Apalagi di negeri super kreatif ini, semua bisa diakali, copy paste hampir menjadi hal yang lumrah demi potong kompas. Mereka-mereka yang mempraktikan plagiarisme tadi pantas disebut mahasiswa abal-abal.
 Akhirnya lahirlah sarjana abal-abal. Sarjana abal-abal ini bisa berasal dari kampus manapun bahkan di PTN yang ternama sekalipun. Ciri-ciri dari sarjana abal-abal ini bisa dilihat dari 1) Dia tidak bisa mengukur kualitas kebenaran pikirannya sendiri, 2) merasa paling benar, sulit menerima perbedaan pendapat, 3) Sebagian besar argumentasinya bukan hasil pemikirannya, 4) lemah dalam menyampaikan argumentasi, 5) tidak kritis 6) tidak dapat membuat tulisan, 7) Tindakan/pernyataan cenderung dipengaruhi emosi, 8) mudah menyalahkan tapi tak paham permasalahan, 9) Fanatik, sehingga tidak melihat permasalahan secara objektif.
Permasalaham ini jika tidak segera ditangani maka bonus demografi dimiliki Indonesia akan berubah menjadi bencana demografi. Sekarang saja baru belasan ribu pekerja China yang masuk sudah kalang kabut apalagi kalau sudah MEA. Bisa dibayangkan pekerja-pekerja domestik akan semakin tersingkir di negerinya karena lapangan kerja mereka diambil oleh WNA. Bakal kacau kan??
Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI