Mohon tunggu...
Salman
Salman Mohon Tunggu... Administrasi - Warga Negara Indonesia yang baik hati

Presiden Golput Indonesia, pendudukan Indonesia yang terus menjaga kewarasan

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

"Go Digital", Gerakan Kurangi Kertas dalam Rangka Penghematan Anggaran Triliunan Rupiah

19 Januari 2016   14:46 Diperbarui: 20 Januari 2016   02:57 985
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Salah satu perbedaan budaya kerja, komunikasi dan distribusi informasi pada abad 20 dan abad 21 adalah dalam penggunaan kertas. Abad 21 sekarang dikenal sebagai era digital yang ditandai dengan penetrasi akses internet ke seluruh penjuru dan pelosok dunia atau kampung. Dengan internet semua hal yang bersifat informasi bisa disampaikan dengan cepat dan murah. Jika di abad 20 orang gemar mengirim surat sehingga di kalangan remaja berkembanglah yang disebut dengan ‘sahabat pena’, namun di abad 21 sekarang sahabat pena hampir tidak pernah terdengar lagi ataupun dilakukan  terutama oleh remaja sekarang.

Zaman memang telah berubah, dengan internet, sekarang komunikasi bisa dilakukan dengan mudah dan cepat, asalkan ada pulsa atau paket data. Data terakhir mengatakan bahwa hampir 100 juta penduduk Indonesia telah memiliki akses internet dan tentunya angka ini akan terus meningkat seiring dengan perkembangan waktu karena manfaat dan fungsinya sangat besar bagi masyarakat.

Secara tidak langsung kehadiran internet telah mengeleminasi dari fungsi kertas. Hal ini bisa dipandang secara positif sebagai bentuk penghematan dan dalam upaya mendukung dan mewujudkan gerakan ‘Go Green’ untuk lingkungan yang lebih baik yang kerap disuarakan oleh para aktivis lingkungan.

Pemerintahan Belum Maksimalkan Digitalisasi/Internet

Pemerintah memang identik dengan peraturan, peraturan menjadi dasar bagi para pejabat pemerintahan atau PNS untuk bertindak melakukan seseuatu atau tidak melakukan sesuatu. Berhubungan dengan digitalisasi/internet, jika dibandingkan dengan swasta terlihat bahwa pemerintah selangkah lebih tertinggal. Kita bisa lihat bagaimana swasta mengembangkan aplikasi-aplikasi yang bermanfaat bagi khalayak ramai, contoh yang paling booming adalah aplikasi pemesanan ojek online, seperti gojek, grabike dan sebagainya. Walaupun kemudian pemerintah mencoba mengembangkan aplikasi bajaj online namun dalam perkembangannya seperti ditelan bumi. Entah apa yang terjadi.

Seharusnya pemanfaatan teknologi menjadi salah satu program revolusi mental, terutama berhubungan dengan revolusi budaya kerja. Saya perhatikan di instansi-instansi pusat, bahkan di Kemenristekdikti, tempat sekarang saya bekerja, penggunaan kertas masih sangat tinggi, belum ada budaya digitalisasi. Jika di pusat saja seperti ini, bisa dibayangkan di daerah seperti apa. Padahal penggunaan kertas lebih mahal dibandingkan digitalisasi, dalam hal ini berhemat merupakan salah satu indikator dari revolusi mental.

Tapi sayangnya revolusi mental yang dikomandoi oleh Menteri Puan Maharani lebih bersifat seremonial atau simbolis-simbolis semata tanpa ada road map yang jelas. Contohnya, menjelang akhir tahun 2015, iklan revolusi mental meningkat tajam baik di media elektronik maupun media cetak, isinya berupa ajakan untuk berubah. Tapi bagaimana perubahan itu? Seperti apa perubahannya? Bagaimana programnya? Tidak dijelaskan, akhirnya tentu iklan-iklan yang menghabiskan dana milyaran itu tidak efektif dan hanya mubazir semata.

Pun, sampai akhir tahun 2015 situs revolusimental.go.id yang sedia dipersiapkan untuk menjabarkan program revolusi mental belum juga bisa diakses. Padahal situs ini sangat penting sebagai sumber informasi yang komprehensif dalam menjelaskan program revolusi mental. Tapi sayangnya sepertinya kesadaran akan guna sistem digital tidak disadari sehingga situs revolusi mental yang sempat membuat heboh karena memakai dana hingga 200 juta itu tidak dikembangkan dengan serius dan sama sekali tidak bermanfaat jadinya.

Sistem digitalisasi setengah hati juga terjadi di Badan Kepegawaian Negara (BKN). Di tahun 2015, BKN mempunyai hajatan besar pendataan ulang PNS secara elektronik atau yang lebih dikenal dengan e-PUNS. Saya pernah masuk ke gedung BKN pusat ini, di sana dipenuhi oleh berkas-berkas di mana-mana. Dengan memperhatikan kondisi itu memang terlihat e-PUPNS sudah mendesak dilakukan oleh BKN, jika tidak maka BKN akan mempunyai masalah dalam pemberkasan. Tapi ternyata kemudian BKN meminta PNS mengirim data dalam bentuk dokumen kertas kembali, bisa dibayangkan ada sekitar 4,6 juta PNS yang akan mengirim berkas ke BKN, jika satu orang ada 20 lembar saja maka ini akan menjadi pemborosan yang sangat besar, belum lagi setiap PNS harus membuat salinan hingga rangkap dua yang akan disimpai sebagai arsip di bagian SDM/kepegawaian dan TU. Pemborosan dalam penggunaan kertas di e-PUPNS ini sangat besar, belum lagi tinta dan ongkos kirimnya.

Saya perkirakan, ratusan milyar bahkan triliunan rupiah sudah dihabiskan untuk hajatan e-PUNS ini. Jika saja BKN melakukan digitalisasi berkas, penghematan pasti bisa dilakukan, minimal setengah dari yang sekarang. Oleh sebab itu pemerintah perlu mendorong sistem digitalisasi melalui suatu peraturan, hal ini mungkin bisa diinisiasi oleh Kemenristekdikti, Kominfo dan Lembaga Admininistrasi Negara (LAN).

Di era digital saat ini, penting untuk memiliki pola kerja dan pikir yang berlandaskan teknologi. Jika tidak maka kita akan tertinggal dengan bangsa-bangsa yang terus mengembangkan teknologi.  Oleh karena itu pemerintah sebagai lokomotif pembangunan tidak boleh tertinggal atau malah gagap teknologi seperti yang masih terlihat sekarang. Oleh karena itu, penggunaan kertas yang tinggi harus segera diakhiri, selain sudah ketinggalan jaman, juga tidak efesien lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun