Mohon tunggu...
Salman
Salman Mohon Tunggu... Administrasi - Warga Negara Indonesia yang baik hati

Presiden Golput Indonesia, pendudukan Indonesia yang terus menjaga kewarasan

Selanjutnya

Tutup

Politik

Demokrasi, Politik, Media, dan Kewarasan Anda

1 Januari 2019   08:06 Diperbarui: 1 Januari 2019   08:52 181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Demokrasi, Politik, Media,  dan Kewarasan Anda
Oleh : Salman Al Farizi


Paragraf pertama tulisan ini akan saya mulai dengan kutipan dari Albert Einstein, yaitu, " Hanya orang gila yang mengharapkan suatu perubahan tapi masih melakukan hal yang sama".


Saya sudah mengikuti dan tertarik dengan politik sejak SD, tapi semakin saya mengerti tentang politik semakin saya melihat keganjilan dan kegilaan. Politik tidak lebih jalan sah untuk menjarah kekayaan Indonesia.  Kegilaan itu semakin dipertontonkan di tahun politik sekarang.


Banyak hal-hal yang tidak logis di system pemilu dan demokrasi kita,  mulai dari sistemnya. Sistem satu orang satu suara, setiap orang punya hak suara yang sama tidak perduli dia waras atau gila, profesor lulusan luar negeri atau orang yang tidak berpendidikan. 

Kondisinya saat ini, berdasarkan data BPS bahwa rata-rata pendidikan Indonesia sekitar 8,5 tahun atau tidak tamat SMP sebagian besar orang Indonesia berpendidikan rendah dan tidak mengerti dengan sistem pemerintahan dan politik. Bagaimana  orang-orangi seperti ini diharapkan menentukan kemajuan bangsa? Anda masih waras?


Dengan tingkat pendidikan yang rendah tadi oleh sebab itu mereka mudah diindoktrinisasi oleh tokoh-tokoh agama, walaupun di lapangan banyak juga saya lihat orang yang berpendidikan tinggi juga diindoktrinisasi dengan isu-isu agama untuk kepentingan dunia, kepentingan politik. Jika orang yang berpendidikan saja belum menjamin ke-intelektualannya apalagi yang berpendidikan rendah bahkan tidak berpendidikan. Mereka ini orang-orang yang tidak mengerti tapi disuruh ambil bagian menentukan arah bangsa, mau jadi apa bangsa ini. Anda masih waras?


Disisi elit, juga penuh tipu-tipu. Hampir semua partai mengaku memiliki tujuan yang sama, yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan dan meningkat kualitas kehidupan rakyat tapi mengapa mereka tidak bisa tergabung dalam satu partai? Jika kita berpergian dan mempunyai tujuan yang sama maka seharusnya kita bisa menggunakan kendaraan yang sama untuk mencapai tujuan tersebut kecuali jika memang punya kepentingan yang lain. Anda masih waras?


Pada tanggal 17 April 2019 nanti, kita akan diadakan Pilpres dan Pileg sekaligus. Apakah Anda sudah mengenal caleg Anda ? Saya sudah surfing ke website KPU Pusat dan Daerah untuk mengenali siapa dan bagaimana caleg yang maju. Banyak caleg yang tidak mau dipublish identitas pribadinya termasuk Muhmmad Taufik, Caleg DPRD DKI Jakarta dari Gerindra. Mau jadi wakil rakyat tapi identitasnya tidak mau dipublis. Anda masih masih waras?


Disamping itu banyak juga caleg-caleg yang maju dengan rekam jejak yang tidak jelas, seperti ibu rumah tangga yang tidak punya pengalaman organisasi.  Partai-partai terlihat nyata tidak memiliki sistem kaderisasi dan asal comot caleg. Anda mau punya wakil dari  punya wakil yang tidak bisa apa-apa? Anda masih waras?


Jika dilihat dari sudut pandang caleg, ketidakwarasan pemilu ini semakin kentara. Coba anda bayangkan jika Anda jadi caleg, Anda maju dengan mengeluarkan tenaga dan biaya dari kantong sendiri, bertarung  dengan caleg lain sampai berdarah-darah agar bisa terpilih dengan menghabiskan uang ratusan juta sampai puluhan milyar guna untuk memperjuangkan kepentingan orang lain (masyarakat). Sedangkan orang lain (masyarakat) yang Anda janjikan itu tidak memberikan sumbangsih dalam perjuangan Anda  dan hanya bisa menuntut.  Anda masih waras percaya dengan caleg?


Dalam survey yang dirilis oleh Charta Politika pada tanggal 28 Agustus 2018 bahwa tingkat kepercayaan publik terhadap partai hanya 32,5% namun tingkat partisipasi dalam pilkada tahun 2018 mencapai 72,66 persen untuk  pemilihan gubernur dan 75,93 persen untuk pemilihan bupati/walikota. Jumlah partisipasi tersebut dua kali lebih besar dibandingkan orang yang percaya terhadap partai politik padahal calon-calon yang berlaga merupakan perwakilan dari partai. Ikut pemilu cuma ikut-ikutan. Anda masih waras?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun