Data pada akhir tahun 2017 menunjukkan kerugian akibat kemacetan di Jabodetabek mencapai Rp. 100 Triliun (sumber), angka ini tentu lebih besar lagi jika diakumulasikan oleh kota-kota besar lainnya, diperkirakan lebih dari Rp. 500 Triliun. Â Sebuah angka yang sangat besar jika bisa dikonversi menjadi modal untuk pembangunan, tapi sayang hilang nilai itu hilang di jalanan.
Permasalahan macet sebenarnya bukanlah masalah baru, Jakarta sebagai ibu kota negara sudah hampir dua dekade diidentikan kata macet. Â Sejauh ini permasalahan macet selalu didekati dengan penyelesaian fisik, yaitu dengan berbagai pembangunan-pembangunan, disamping itu pendekatan transportasi massal sebagai solusi tidak banyak menjawab.Â
Peluang ini kemudian diambil oleh perusahaan rintisian berbasis aplikasi daring seperti Gojek dan Grab, yang saat ini bisa kita lihat bahwa perusahaan ini terbukti sukses menjawab kebutuhan masyarakat.
Indonesia sebagai salah satu negara yang secara ekonomi sedang berada dalam masa perkembangan masyarakat ekonomi menengah yang tumbuh pesat menjadi sasaran pasar yang empuk bagi industri otomotif, di mana perusahaan berlomba-lomba menawarkan kemudahan untuk kepemilikan kendaraan bermotor. Akibatnya jalanan Indonesia akan  dipenuhi kembali oleh kendaraan.
Penerapan ganjil-genap yang diberlakukan pemerintah saat ini hanya menyelesaikan masalah jangka pendek, masyarakat yang mempunyai kemampuan untuk membeli  kendaraan dan belum nyaman menggunakan angkutan umum akan lebih memilih membeli kendaraan baru dan pada akhirnya jalan akan kembali macet.
Sebenarnya solusi kemacetan itu sedarhana. Nah tulisan saya ini akan memaparkan hal tersebut, seharusnya tulisan ini bernilaian milyaran rupiah karena solusi yang ditawarkan merupakan pendekatan yang memberikan multi dampak positif. Ini adalah tulisan  yang sangat brilian dan Anda sedang membacanya.
Apa sih penyebab macet? Penyebab macet adalah karena hampir semua orang mempunyai jam aktivitas yang bersamaan. Hampir semua orang memiliki jam pergi kerja dan pulang kerja yang bersamaan akibatnya jalanan  dipenuhi dengan kendaraan dalam waktu yang bersamaa dan terjadilah kemacetan.
Untuk itu harus ada suatu inovasi, saya lebih suka menggunakan kata terobosan. Perlu suatu terobosan untuk melakukan perubahan ritme dan budaya kerja. Dan inilah solusi yang akan saya sampaikan :
- Ada dua jam kerja dalam satu hari, yaitu jam 07.00 -- 15.00 dan 12.00 -- 20.00 ;
- Pola 4 hari kerja dan 3 hari libur  ;
- Pekerja boleh pulang jika pekerjaannya sudah selesai.
Dampak postif dengan ada dua jam kerja maka jumlah pekerja yang melakukan perjalanan atau menggunakan jalanan akan terdistribusi sehingga kemacetan akan berkurang, dampak positif bagi perusahaan jam operasional perusahaan akan lebih panjang, kesempatan untuk medapatkan konsumen lebih tinggi dan bisa membuat perusahaan akan mendapatkan pendapatan yang lebih.
Pola 4 hari kerja 3 hari libur adalah adaptasi dari perkembangan digitalisasi saat ini, meski pekerja sedang libur tidak jarang pekerja tetap mengerjakan pekerjaan kantor dan itu sebenarnya melanggar hak privasi, oleh sebab itu jumlah kerja yang biasanya 5 hari diadaptasi menjadi 4 hari.Â
Meskipun jumlah hari lbur pekerja lebih banyak, tapi perusahaan tetap beroperasi tanpa libur, karena ada pekerja yang akan tetap bekerja pada hari sabtu dan minggu  karena pekerja ini mengambil liburnya pada tiga hari diantara hari Senin sampai Jumat. Dengan seperti ini perusahaan tidak akan mengalami kerugian malah bisa lebih untung karena dalam satu minggu beroperasi penuh.Â