Eh, loe mau hidup apa mau mati?
Wait, tunggu, tunggu....saya buka memori pelajaran Bahasa Indonesia dulu, seingat saya dengan pelajaran Bahasa Indonesia waktu SMP dulu, kalimat diatas bukanlah kalimat pertanyaan yang membutuhkan jawaban, karena jawabannya sudah pasti hidup, ini adalah kalimat untuk mengingatkan seseorang untuk berhati-hati, biasanya.
Sorry, paragraf di atas kurang bisa merepresentasikan bahwa hidup adalah sebuah pilihan, lagian terlalu naif pilihannya hidup atau mati. Tapi, 'kalimat hidup adalah pilihan' Â sepertinya sudah diamini oleh umat manusia, seakan-akan sudah menjadi sebuah paradigma. Nah tulisan saya kali ini mau protes dengan hal itu, tapi karena saya nggak tahu mau protes ke siapa, maka saya mau protes ke kamu, ya kamu.
Hidup adalah sebuah pilihan, terlalu sederhana, brada n sista...
Oke, saya kasih contohnya, brada n sista pasti punya banyak koleksi pakaian sehingga  punya banyak pilihan yang mau dikenakan. Nih sekarang coba  pakai pakaian dalam saja, pakai cancut dan pergi ke pasar. Apa yang akan terjadi? Udah, nggak usah dijawab, saya nggak ada waktu meriksa jawaban kamu...
Oke, sebelum masuk ke uraian isi kepala saya yang mudah-mudahan bikin kamu penasaran, kita  tinjauan pustaka dulu ya. Berhubung hasil googling tidak menemukan asal-usul kata 'hidup adalah pilihan' maka tinjauan pustaka kita lewatkan saja. Sorry, harus membaca bagian yang nggak penting lagi ini. Paragraf selanjutnya saya janji lebih serius, kalau nggak cukup juga, saya dua rius deh...
Seperti yang saya contohkan di atas, ternyata pilihan itu ada batasannya. Nah apa saja batasannya, batasannya saya sebut lima konsekuensi. Hidup adalah konsekuensi dari 1) siapa kita, 2) dimana kita, 3) Â apa yang bisa kita lakukan, 4) apa yang kita ketahui, dan 5)apa yang telah kita lakukan.
Pertama, siapa kita? Ini adalah pertanyaan dasar tentang eksistensi diri kita, kita terlahir sebagai pria atau wanita mempunyai konsekuensi yang berbeda, seorang suami yang terlalu mencintai istrinya tidak bisa memilih sebagai pihak yang mengalami kehamilan. eksistensi ini sangat luas, bisa ditinjau dari segi kepercayaan, agama kita apa, beda agama, beda konsekuensi. Pun bisa dilihat dari status ekonomi, sosial atau kedudukan dalam rumah tangga. Semua punya konsekuensi yang tidak bisa dipilih, seorang muslim tidak bisa beribadah di gereja, seorang bapak tidak bisa mengharapkan nafkah dari balitanya dan sebagainya...
Kedua, dimana kita? kita tidak bisa hanya mengenakan cancut saja kemudian pergi ke pasar, karena pakaian itu tidak pantas dikenakan dikeramaian khususnya di Indonesia, tapi mungkin hal ini akan berbeda untuk tempat yang tidak mempermasalahakan hal pakaian tersebut,  yang pasti di kamar mandi baik sendiri maupun dengan pasangannya hal ini tidak jadi masalah, yach gitulah tergantung tempatnya. Yang paling jelas, kenapa saya menulis artikel ini dalam bahasa Indonesia, jawabanya karena saya orang indonesia. Semakin jelaskan, konsekuensi di mana kita membawa konsekuensi  pada batasan pilihan.
Ketiga, apa yang bisa kita lakukan? berbeda dengan 1 dan 2 yang berhubungan dengan eksistensi, poin ketiga ini lebih berhubungan kepada kemampuan memilih. Contohnya gini, kita sering dengar kata "menjadi wanita karir atau ibu rumah tangga itu adalah pilihan". Kalimat ini hanya berlaku pada wanita yang mempunyai kualifikasi menjadi wanita karir, kalau SD aja nggak tamat, mau meniti karir di mana? atau saya kasih contoh yang lebih simpel, biasanya kita beli celana jeans itu kepanjangan dan kita mau motongnya, tapi kita nggak bisa  jahit sendiri, apakah sebuah pilihan minta tolong ke penjahit di ujung gang sono atau menjahit sendiri? Sebagian besar orang akan mengupahkan ke penjahit karena pilihan kedua hal yang konyol, jadi hal ini bukan pilihan.
Keempat, apa yang diketahui? istilah kerennya ini berhubungan dengan knolej, simpelnya orang yang tahu berbeda dengan orang yang tidak tahu (bukan saudaranya tempe ya). Orang yang tahu bahwa Salman itu adalah pemeran Rangga di AADC 3 akan berbeda sikapnya dengan orang yang nggak tahu, orang yang tahu akan hal ini akan rebutan minta selfi dengan Salman, mungkin juga ada yang minta cium, minta peluk, minta disuapin, minta digombalin atau minta ahh sudahlah... Apa yang diketahui, hal ini bisa sangat erat dengan pendidikan atau pengalaman, seorang dokter bisa mengobati penyakit pasiennya karena ia mengetahui obatnya, orang yang tidak tahu tidak bisa melakukan hal ini.