Mohon tunggu...
Nanok Priartono
Nanok Priartono Mohon Tunggu... profesional -

hanya sekedar ingin mengeluarkan uneg-uneg..\r\n

Selanjutnya

Tutup

Politik

Logika Terbalik Jendral Wiranto

6 September 2012   04:10 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:51 851
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

“Selama tidak menimbulkan pertumpahan darah, menimbulkan satu pertempuran fisik, tidak menimbulkan perpecahan antar etnis di Jakarta saya kira itu hal yang wajar terjadi selama itu masih dalam koridor undang-undang yang kita bangun ya biarkan saja,” kata dia.

Yang terpenting baginya, dari penyebaran isu SARA ini tidaklah menimbulkan korban jiwa. Dia juga menganggap, penyebaran isu SARA di Pilkada DKI Jakarta ini masih di batas kewajaran. http://www.fokevsjokowi.com/2012/09/selama-tak-ada-pertumpahan-darah.html

Ada yang aneh dengan pernyataan jendral ini. Atau mungkin logika saya yang tidak nyambung dengan pernyataan sang jendral ini karena sejak SD saya udah dijejali dengan pepatah “mencegah lebih baik daripada mengobati”. Apa sebenarnya yang melatarbelakangi pernyataan Wiranto ini. Apakah hanya sekedar alasan pembenaran atas apa yang terjadi pada pilkada DKI yang sarat dengan isu sara? Sebuah sikap yang sangat opurtunis dan hanya memikirkan kepentingan sesaat. Mahfud MD pernah mengatakan “Masa depan bangsa sedang dipertaruhkan oleh permainan politik praktis. Sekarang pembicaraan politik kita didominasi bagaimana caranya kita menang, mengalahkan siapa, dan siapa yang menjadi apa. Itu permainan politik praktis yang sering dianggap politik rendah, tingkat bawah. Tidak banyak yang memikirkan sungguh-sungguh bagaimana masa depan bangsa diselamatkan,” . Dan itulah yang terjadi sekarang. Individu sekelas Jendral Wiranto, yang pernah menjabat Menkopolhukam dan Menteri Pertahanan pun akhirnya terseret pada praktek-praktek politik praktis yang hanya melihat kepentingan sesaat. Saya jadi bingung apa definisi isu sara yang “masih dalam koridor undang-undang “, lebih mencengangkan lagi dia menjadikan jiwa/nyawa manusia sebagai tolok ukur untuk  telah terjadinya isu sara, apalagi dengan setumpuk jabatan yang pernah dia emban yang begitu strategis dan  berkaitan langsung dengan pertahanan dan keamanan bangsa, semestinya setiap ucapannya apalagi yang dia ucapkan di depan publik, disadari atau tidak  akan dijadikan referensi bagi para generasi dibawahnya.  Akhirnya secara naif logika praktis saya “kalau isu sara wajar jika belum ada pertumpahan darah” berarti  “kumpul kebo itu wajar asal tidak ketahuan orang” , atau “Korupsi itu wajar asl tidak ketahuan”, atau “Korupsi wajar jika hanya 46%”, Begitukah ?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun