Mohon tunggu...
BPJS Kesehatan
BPJS Kesehatan Mohon Tunggu... Tenaga Kesehatan - Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan

AKUN RESMI yang dikelola oleh BPJS Kesehatan untuk menyampaikan informasi/ artikel terkait program JKN-KIS yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan. Untuk pengaduan atau pertanyaan bisa menghubungi Care Center 165 atau mention di media sosial official kami baik di Instagram, Facebook atau Twitter. Bisa juga langsung menghubungi PANDAWA melalui nomor 0811 8 165 165

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Cuci Darah, Transplantasi Ginjal, dan Terapi Autisme Ditanggung BPJS Kesehatan

29 Mei 2014   00:34 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:00 840
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Jika seorang pasien penderita penyakit ginjal harus melakukan cuci darah dua kali seminggu dengan harga Rp 900.000 untuk sekali cuci darah, berapa biaya yang harus dikeluarkan untuk cuci darah seumur hidup?

Tenang, tak perlu khawatir. Sebagai peserta BPJS Kesehatan, Anda yang menderita penyakit ginjal dapat melakukan cuci darah secara gratis. Betul, biayanya ditanggung oleh BPJS Kesehatan selama Anda mengikuti ketentuan dan prosedur berobat yang berlaku. Seperti halnya yang dialami oleh salah satu pasien peserta BPJS Kesehatan bernama Adolf, yang harus delapan kali cuci ginjal dalam sebulan dengan biaya Rp 900.000 setiap kali cuci darah.

Dikutip dari Warta Kota edisi Kamis, 13 Maret 2014 halaman 11, Adolf adalah seorang pensiunan dari salah satu perusahaan swasta yang setiap bulannya hanya memperoleh uang sebesar Rp 1.250.000. Sudah empat bulan ini beliau terdaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan. “Untuk daftarnya saja mudah, pelayanannya juga ramah dan baik. Kalau nggak ada BPJS, saya mau bayar rumah sakit dari mana,” kata Eka, istri Adolf.

Tak hanya cuci darah, transplantasi ginjal pun bisa ditanggung jika Anda terdaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan. Menurut Kepala Kantor Wilayah BPJS Kesehatan Jawa Barat Aris Jatmiko, pemberian layanan transplantasi organ mengacu pada Permenkes No. 62/2013. Setelah transplantasi, tambahnya, juga bisa rawat inap seperti biasa dan rawat jalan, sesuai dengan Perpres No. 12/2013 dan Permenkes No. 71/2013.

“Jadi, pelayanan untuk pasien gagal ginjal tidak hanya sebatas cuci darah atau hemodialisis,” tegasnya, sebagaimana yang tercantum pada Media Indonesia edisi Selasa, 1 April 2014 halaman 25. Ia juga menambahkan, kasus gagal ginjal di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun, sehingga penyakit ini ditetapkan sebagai masalah kesehatan yang serius.

Kabar baik lainnya adalah terapi pengobatan autisme yang masuk kategori gangguan kejiwaan, juga sudah ada di skema pembayaran INA CBGs. Dikutip dari Media Indonesia edisi Kamis, 3 April 2014 halaman 15, Direktur Bina Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan Eka Viora mengatakan bahwa mayoritas anak penyandang autisme berasal dari keluarga tak mampu, sehingga dengan masuk ke JKN, hal ini tentu sangat membantu.

Di sisi lain, Ketua Yayasan Autisme Indoneisa dr Melly Budhiman SpKJ menjelaskan, terapi penanganan autisme sangat mahal. “Biayanya bisa berkisar antara Rp 50.000 – Rp 250.000 per jam. Idealnya dibutuhkan 4 jam terapi autisme untuk satu anak per hari. Kalau diasumsikan per jam biaya yang harus dikeluarkan sebesar Rp 75 ribu, maka biaya per bulan untuk terapi bisa mencapai Rp 7,5 juta lebih. Mungkin tidak masalah kalau berasal dari keluarga mampu, kalau tidak bagaimana?” tuturnya.

Pada Tajuk di Harian Kontan edisi Jumat, 11 April 2014 halaman 23 disebutkan oleh Ahmad Febrian bahwa BPJS Kesehatan “memaksa” RS atau dokter mengutamakan obat generik dan tak sembarangan memberikan antibiotik. Sebab, sudah menjadi rahasia umum bahwa dokter atau RS di Indonesia royal meresepkan obat.

Berbeda dengan di luar negeri, beberapa kawannya yang tinggal di luar negeri bercerita, “pelitnya” dokter di sana memberikan obat. Dalam tontonan serial Tig and Wolly di channel Cbebies, Tig (seorang bocah perempuan tiga tahun) mengeluh sakit di perut. Oleh dokter spesialis anak, Tig hanya diperiksa dan tidak diberikan obat. Dokter itupun meminta ayah Tig untuk mengorek cerita dari putrinya tersebut. Ternyata, Tig bermasalah dengan temannya di sekolah. Ayah Tig lalu meminta bantuan guru di sekolahnya. Tig dan sang kawanpun menjadi akur dan perutnya tidak sakit lagi.

Serial itu hanya contoh kecil, bagaimana dokter di luar negeri tidak jor-joran dalam memberikan obat. Oleh karenanya, masyarakat di Indonesia tak perlu terpengaruh dengan isu bahwa jika sakit harus diberi obat, makin banyak obat makin bagus dan cepat sembuh. Tidak, bukan begitu. Apalagi jika ada pandangan bahwa kualitas obat generik, yang diresepkan dokter di fasilitas kesehatan sebagai efisiensi, tidak bagus dan berbeda dengan obat paten.

Untuk informasi lebih lengkap mengenai perbedaan obat generik dan obat bermerek, bisa Anda simak lebih lanjut di postingan artikel kami sebelumnya. Semoga bermanfaat!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun