JAKARTA (28/02/2017) : Dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan bagi peserta Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) yang mampu serta ingin meng-upgrade pelayanan kesehatan non medisnya, BPJS Kesehatan siap bersinergi dengan puluhan perusahaan asuransi kesehatan swasta atau yangl lebih dikenal dengan Asuransi Kesehatan Tambahan (AKT) untuk mengimplementasikan aturan baru tentang coordination of benefit (CoB) alias koordinasi manfaat.
Menurut Direktur Teknologi Informasi BPJS Kesehatan Wahyuddin Bagenda yang hadir mewakili Direktur Pelayanan BPJS Kesehatan dalam acara tersebut, aturan baru CoB yang tertuang dalam Peraturan BPJS Kesehatan Nomor 4 Tahun 2016 tersebut memiliki beberapa perbedaan dengan aturan sebelumnya, yang lebih menguntungkan bagi peserta maupun perusahaan AKT.
“Jika dulu produk JKN-KIS terpisah dari produk asuransi kesehatan tambahan, kini produk JKN-KIS menjadi product rider dari asuransi kesehatan tambahan. Asuransi kesehatan tambahan wajib melakukan sosialisasi aktif dan memasarkan JKN kepada badan usaha,” jelas Wahyuddin dalam acara Penandatanganan Perjanjian Kerja Sama antara BPJS Kesehatan dengan Perusahaan Asuransi Kesehatan Tambahan di Jakarta, Selasa (28/2).
Pertama, dilihat dari sisi kepesertaan, jika sebelumnya badan usaha mendaftarkan langsung kepesertaan JKN-KIS ke BPJS Kesehatan, kini dengan terbitnya aturan baru CoB, badan usaha dapat mendaftarkan kepesertaan JKN-KIS melalui perusahaan AKT. Kedua, dari sisi pembayaran iuran, jika dulu pembayaran iuran dilakukan secara terpisah antara iuran JKN-KIS dengan premi AKT, maka kini pembayaran iuran JKN-KIS dapat dilakukan bersamaan dengan pembayaran premi AKT.
“Jika sebuah perusahaan memiliki lebih dari satu asuransi kesehatan tambahan, maka koordinasi manfaat hanya dilakukan oleh salah satu asuransi kesehatan yang bermitra dengan BPJS Kesehatan. Alternatif lainnya, peserta atau badan usaha dapat langsung melakukan pendaftaran dan pembayaran iuran kepada BPJS Kesehatan tanpa melalui perusahaan AKT,” terang Wahyuddin.
Ketiga, dari segi pelayanan kesehatan, jika aturan CoB yang lama membatasi rujukan hanya dari FKTP yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, maka dalam aturan CoB baru, peserta CoB JKN-KIS dapat menggunakan rujukan yang berasal dari FKTP non BPJS Kesehatan yang bermitra dengan perusahaan AKT, dengan catatan rujukan tersebut untuk kasus non spesialistik.
Dengan berlakunya kebijakan baru CoB BPJS Kesehatan ini, sebanyak 23 perusahaan AKT pun siap menjadi mitra BPJS Kesehatan (daftar terlampir). Meski BPJS Kesehatan telah melakukan sejumlah upaya untuk menyempurnakan implementasi CoB, masih terdapat tantangan yang harus dihadapi. Di antaranya, kesiapan AKT untuk memperbanyak variasi produk asuransi.
Agar COB bisa diimplementasikan, Wahyuddin menekankan AKT perlu membuat variasi produk yang cocok dengan JKN-KIS. Misalnya, produk AKT harus ada yang menggunakan sistem rujukan berjenjang dan FKTP sebagai gate keeper. Hal itu diperlukan karena program JKN-KIS menganut prinsip kendali mutu dan biaya atau managed care.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H