[caption id="attachment_381799" align="aligncenter" width="600" caption="Ilustrasi (Sumber foto: Kompas.com)"][/caption]
Dalam dunia liburan, sering kita temui istilah low season dan high season (saya tidak tahu bahasa Indonesianya apa, jadi disini saya gunakan saja istilah bahasa Inggrisnya). Ya, selain dari fakta masing-masing destinasi memiliki jadwal high season atau low season yang berbeda, kedua musim ini sendiri juga sangat bertolak belakang. Low season adalah periode dimana permintaan untuk berpergian ke suatu tempat rendah, sehingga destinasi wisata menjadi lebih sepi pada umumnya. Sementara itu, high season adalah periode dimana permintaan untuk berpergian ke suatu tempat tinggi, yang juga mengakibatkan ramainya arus wisatawan. Â High season biasanya terjadi di saat-saat seperti musim liburan musim panas, liburan Natal/akhir tahun, tanggal merah, dan long weekend. Sementara itu, low season seringnya berlaku diluar hari-hari tersebut. Kadang-kadang, iklim juga mempengaruhi besar kecilnya jumlah wisatawan yang berkunjung. Sebagai contoh, berdasarkan apa yang saya baca di buku panduan Lonely Planet, mayoritas daerah di Indonesia memiliki high season dari bulan Mei hingga September ketika musim kemarau sedang berlangsung. Oleh karena itu, musim kemaran di Indonesia juga sering direkomendasikan sebagai periode terbaik untuk berkunjung ke negara kita.
Itu belum semua, karena high season dan low season juga memiliki beberapa kekurangan dan kelebihan. Inilah kekurangan dan kelebihan dari kedua musim tersebut:
Low Season
Pro
1.Suasana lebih tenang, dan tempat-tempat wisata lebih sepi dari arus deras wisatawan pada high season.
2.Harga tiket transportasi, akomodasi dan komoditi lainnya lebih terjangkau karena rendahnya permintaan dari wisatawan.
3.Rendahnya harga berbagai komoditi membuatnya lebih hemat biaya untuk berkunjung, sehingga cocok untuk mereka yang memiliki dana terbatas.
4.Kemungkinan adanya diskon di paket tur, pusat perbelanjaan, transportasi, hotel, tempat wisata, dan sebagainya untuk menarik lebih banyak pelanggan.
Kontra
1.Sedikitnya jumlah turis justru membuat suasana menjadi sedikit hambar, sehingga kita tidak merasa sedang berlibur.
2.Acara-acara, khususnya yang dibuat untuk mengakomodasi pengunjung, cenderung lebih jarang.
3.Jam buka atraksi-atraksi atau tempat wisata lebih jarang, atau bahkan malah sering tutup karena alasan tertentu seperti perbaikan dan renovasi.
High Season
Pro
1.Banyaknya jumlah wisatawan membuat atmosfir liburan menjadi lebih ramai dan meriah dari biasanya.
2.Tempat-tempat wisata menjadi lebih sering dibuka dan jam bukanya pun juga lebih panjang.
3.Acara-acara, pertunjukan atau event yang ditujukan untuk turis lebih sering diadakan.
4.Permintaan untuk program tur lebih tinggi dari biasanya.
Kontra
1.Tingginya permintaan dari wisatawan membuat harga berbagai komoditi dan produk menjadi tak terjangkau.
2.Besarnya permintaan juga membuat ketersediaan transportasi dan akomodasi menjadi terbatas.
3.Selain itu, harga tiket transportasi, tur dan akomodasi juga meningkat dari biasanya.
4.Masalah eksternal lain dapat muncul, seperti padatnya lalu lintas, panjangnya antrian di tempat wisata, dan menurunnya tingkat kebersihan.
Pada akhirnya, keinginan untuk berlibur di saat low season atau high season hanyalah preferensi dari diri kita masing-masing. Bila anda menginginkan suasana yang lebih sepi atau berada dalam budget yang tidak besar, berliburlah pada saat low season. Sebaliknya, jika anda ingin memaksimalkan segalanya yang destinasi anda tawarkan, maka datanglah ketika high season tiba.
Semoga bermanfaat, dan selamat berlibur! :)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H